29 Agustus 2013. Hari ini, malam ini mulai ku tulis sebuah alur hidupku yang banyak melibatkan air mata. Tentang inilah aku bersama ceritaku, pahitnya menghadapi kenyataan yang sebenarnya inilah yang harus selalu aku lewati, inilah keadaan yang harus kuterima. Memohon agar dapat diberikan umur yang panjang adalah doa yang paling sederhana juga yang paling sering ku ucapkan. Bersamaan dengan jatuhnya air mata ku, doa selanjutnya adalah meminta diangkatnya segala penyakit dan bisa bersama sama merasakan kebahagiaan yang lebih lama lagi. Sebuah doa kepada-Nya yang sangat sederhana terukir setiap aku sholat.
Taukah kalian bagaimana rasanya? Seperti menyimpan bom waktu di setiap sisa hidup, menunggu detik detik terlewatkan, dan tak tahu pada saat kapan detik itu akan berhenti dan menyisakan banyak tangisan di kuping yang sudah terbaring kaku. Aku bukanlah yang maha tegar, bukan yang maha kuat, bukan pula maha pengikhlas. Harus selalu menyembunyikan rasa hancur ini di depan semua orang, tersenyum di balik kesedihan. Mungkin orang lain dapat mengira aku adalah orang yang selalu tersenyum bahagia bak memiliki hidup sempurna. Sakit. Pedih. Sesak. Itu yang aku rasakan. Hidup dalam berpura pura ini sama sekali bukan inginku.
Aku tau, dengan mudah waktu akan menyapu kita bagaikan hamparan sampah jalanan dan daun daun yang berguguran dibawah pohon saat musim kemarau, mungkin kita hanya bisa melihat bagaimana kita dikenang untuk yang terakhir kalinya. Rasa takut kehilangan adalah menu utama yang selalu hadir di pagi, siang dan malamku. Memunafikan diri dengan banyak berhayal tentang kebahagiaan yang mungkin sebentar lagi akan hilang. Hilang oleh waktu.
Aku begitu hancur menyaksikan semuanya, maha dahsyat sakitnya terombang ambing air mata yang tak dapat lagi mampu terurai, hanya butuh sedikit sisaan air mata untuk yang terakhir kalinya saat kita benar benar berpisah. Begitu banyak pengorbanan, kasih sayang, senyuman, dan air mata yang menghiasi setiap jejak langkah hidup ini. Tidakkah mereka mendengar jeritan batin ini? Ingin rasanya aku ungkapkan semua perasaan ini. Ingin rasanya aku berteriak sekencang mungkin agar orang lain tahu, aku lelah. Tapi sekali lagi hanya diam yang dapat aku lakukan. Diam. Menyimpannya sendiri.
Tuhan begitu hebat, membuat setiap detik penuh dengan susunan takdir yang begitu sempurna, begitu besar kekuasaannya sehingga kita hanya dapat menerima dengan sejuta bahasa perasaan takdir yang ia gambarkan. Mungkin Tuhan ingin menguji seberapa cinta kita terhadap - Nya, dengan perlahan mengenalkan kita kepada takdir yang mungkin pahit untuk kita rasakan, namun ternyata Tuhan begitu adil, memberikan kesempatan dengan perasaan yang seutuhnya untuk selalu mengingatnya dengan sisa hidup ini. Aku mengerti Tuhan, mungkin ini adalah salah satu cara agar aku mampu berdiri mengartikan hidup ini dengan kedewasaanku.
Kadang aku iri dengan kehidupan orang lain. Mengapa aku menjadi aku? Namun dibalik itu aku mengerti, Tuhan memiliki jalan sendiri untuk diriku. Bisa dibilang cobaan adalah makanan sehari hari yang lazim kita dapat, mungkin tak seorang pun mampu melewatinya jika di posisi aku, semua kejadian ini membentuk aku menjadi wanita yang kuat dan tegar. Dalam menghadapi kehidupan. “aku akan berhenti, jika aku tak sanggup, tapi aku akan bertahan, jika ini semua membuat ku bangkit”. selalu kata kata itu menyemangati dari dalam hati.
Entah salah siapa dan mengapa. Mungkin terlalu banyak dosa yang telah diperbuat, sehingga menghadiahkan begitu banyak cobaan yang kadangkala membuatku ingin pergi meninggalkan semuanya. Mendapatkan sebuah keluarga yang utuh, lengkap, saling menyayangi, adalah impian semua orang. Dan aku mendapatkannya di sini. banyak hal yang kita sudah lewati semua, banyak pelajaran yang membuat kasih sayang kita terbentuk erat, sulit rasanya memisahkan kita satu sama lain.
Terasa semakin dekat, semua hal yang menyakitkanku semakin datang. Setiap hari hanya mendengarkan rintikan air mata, menandakan kesakitan amat dalam. Dari mulai mama, papa, adikku si sulung, bungsu menangis menyayat hati. Lirih seakan aku ingin mengiris kuping agar tidak merasa iba dengan semuanya. Aku berfikir sampai kapan ini semua terjadi, masih dapatkah aku menuliskan ceritaku? Saat semua terasa pahit dan berakhir pada waktu yang telah tiba, ingin aku menjadikan ini semua adalah tulisan cerita terindah yang pernah ku alami dengan mama, papa, dan keluargaku tersayang, they mine. Aku menyayanginya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H