Mohon tunggu...
Mutiara Hitam
Mutiara Hitam Mohon Tunggu... -

karyawati

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bukan Cross Gender

17 April 2013   16:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:02 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kak Ara kan?!” Kudengar suara seorang laki-laki dari arah belakang. Reflek aku menoleh. Sopo iki yo ... Rasanya kaya kenal sih. Tapi bahasa tubuhnya itu bikin aku agak ragu. “Lali yo?” Cowok ini mulai ga sabar melihat aku masih juga terbengong-bengong. “Aku Firman”, katanya dengan agak sedikit teriak. “Firman Parfum?” Si Firman manggut dengan cepat berkali-kali.

Masya Allah, Firman ... Sudah berapa lama ga ketemu ya?! Wah, gagah dan “nglanangi” sekarang! “Ini anakku, Kak.” Katanya dengan serius sambil menunjuk anak balita dalam gandengannya. Hah, anak? Guyon arek iki!

Aku kenal Firman gara-gara dulu sering menemani seorang sahabat yang gemar akan parfum. Setiap kali jalan-jalan ke shopping mall, sahabat ini pasti tidak akan pernah lupa mampir ke counter parfum. Kadang beli terkadang hanya sekedar ngobrol dengan si Beauty Adviser supaya "update” perkembangan masalah perparfuman. Nah, Firman adalah salah satu BA di salah satu counter parfum di sebuah mall. Orangnya ramah dan cerewet sehingga kami sering ngobrol bahkan dia seringkali curhat. Satu lagi, Firman pandai merayu, sehingga seringkali aku jadi ikut-ikutan beli dagangannya deh! Tetapi Firman yang aku kenal dulu itu sungguh sangat jauh berbeda dengan sosok yang aku hadapi saat ini.

Firman mungkin sebenarnya adalah seorang perempuan yang terperangkap dalam tubuh lahiriahnya yang berwujud laki-laki. Posturnya semampai walau tidak tinggi. Gayanya luwes dan begitu kemayu layaknya perempuan meski hari-hari tidak berpakaian ala perempuan maupun berdandan macam perempuan apalagi memakai make up perempuan. Dia menjalankan pekerjaannya baik-baik tanpa punya niat membuang waktu luang di remang-remang pinggir jalan bersama rekan sependeritaan. Malah dia takut pacaran dengan laki-laki. Takut ditipu dan cuma diporoti kemudian pada akhirnya dimutilasi!

Firman tidak mau terlena lantas pasrah saja dengan kondisinya yang memang sangat berbeda dengan orang-orang pada umumnya itu. Dia sadar bahwa harapan semua orang tua pasti sangat sederhana, yaitu ingin anaknya berkeluarga dan menimang cucu sebagai pelanjut generasi. Sehingga, apabila menurutkan keinginan jiwanya untuk menjalani kehidupan sebagai perempuan, dia merasa – selamanya – tidak akan pernah bisa berbakti kepada orang tuanya. Lagipula dia tidak ingin memberi aib kepada orang tuanya di desa yang begitu bangga akan anak “laki-lakinya” dan bahagia pada setiap kepulangan anak “laki-lakinya” ke kampung walau cuma membawa sedikit oleh-oleh barang modern dari kota.

Maka, Firman akan mengatur naskah hidupnya dengan memulai akan menggaji seorang pembantu perempuan untuk rumah kontrakan yang ditinggali bersama 2 rekan kerjanya. Pembantu ini harus masih muda dan lugu. Sudah barang tentu, tidak boleh orang sedaerah. Satu lagi, harus berparas lumayan. Karena – kalau memang ternyata baik – akan dinikahinya. Tidak perlu harus saling mencintai, yang penting si perempuan bisa hamil dan melahirkan anak. Sehingga selesailah tugasnya membahagiakan orang tua. sekaligus menepis gossip tentang dirinya yang mungkin sudah mulai tertiup sampai ke kampung.

Nampaknya naskah itu sudah rampung dimainkan oleh seorang Firman. Dia juga sekaligus berhasil menjadi the best sutradara dan the best actor. Berhasil menjadi seorang anak yang berbakti sekaligus seorang ayah yang baik. Apakah seorang suami yang baik? Firman tidak pernah selingkuh dengan perempuan manapun dalam pikiran maupun perbuatan, tetapi masih belum bisa menahan nalurinya bila berjumpa seorang laki-laki yang mempesonanya. Memakai istilah dia: “ dengan perempuan belum bisa cinta, dengan laki-laki belum bisa lupa”

Hidup adalah sebuah pilihan. Menjalani hidup model Firman juga sebuah pilihan. Dan Firman masih terus berdoa dan berharap suatu hari bisa sama seperti laki-laki manapun di dunia ini.

Jiaoyou (semangat), Man!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun