Mohon tunggu...
Mutiara Hitam
Mutiara Hitam Mohon Tunggu... -

karyawati

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Linh

9 April 2013   17:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:27 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1365516944873768975

[caption id="attachment_253840" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Waktu itu saya dalam perjalanan dari Ho Chi Minh City menuju Kuala Lumpur. Di sebelah kiri saya duduklah dia, seorang gadis berwajah Asia berambut lurus sebahu berusia tidak lebih dari 25 tahun, berkemeja sederhana dan memakai celana jeans. Dalam hati saya menebak dia pasti gadis Vietnam. Wajahnya tidak terlalu special tapi cukup cantik juga walau kulitnya agak gelap sedikit.

Namaku Linh. Katanya ketika memulai percakapan untuk kemudian meminta tolong dibantu mengisi beberapa data pada “arrival card”. Linh dalam perjalanan menemui temannya, gadis Vietnam yang menikah dengan pemuda Malaysia. Dia bermaksud berlibur sambil mencoba melupakan kegetiran hatinya.

Linh seorang gadis Vietnam sederhana tamatan SMU yang sehari-hari membantu kedai pho (mie) milik orang tuanya, suatu hari bertemu dengan seorang pedagang asal China yang berusia hampir 2x usianya. Singkat cerita – dengan berjalannya waktu - merekapun menjalin cinta dan – akhirnya - memutuskan untuk menikah. Mereka resmi menikah di Vietnam dengan restu orang tua Linh, tidak jelas apakah orang tua si Lelaki datang memberi restu atau tidak.

Awalnya Linh tetap tinggal di Ho Chi Minh City, Si Suami mondar mandir Vietnam-China. Setahun kemudian, Linh diboyong ke negeri Si Suami. Ke sebuah kota di Provinsi Guangxi-China. Si Suami membuka sebuah resto di kota ini.

Sebesar apa restonya, seberapa kaya si Suami apalagi seperti apa keluarganya, Linh tidak pernah tahu. Sejak menginjakkan kaki di China, Linh hanya tahu ruang-ruang di apartemennya. Linh tidak pernah diperkenankan suaminya keluar dari apartemen dengan berbagai dalih dan alasan. Kebutuhan sehari-harinya Si Suami lah yang menyediakan. Belakangan Linh baru tahu bahwa ternyata Si Suami sudah beranak istri.

Linh gadis yang tabah dan cerdik. Dia tidak pernah menceritakan perbuatan suaminya kepada keluarganya, juga tidak pernah memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan maupun pemberontakan kepada suaminya. Dia tetap berlaku sama seperti semula, patuh dan melayani. Tidak pernah menyinggung-nyinggung masalah anak istri suaminya. Hingga suatu hari – ketika rencananya sudah siap dan matang – Linh menyelinap dari apartemen, pulang ke kampung halamannya.

Ketika sudah selamat tiba di rumah, barulah Linh menceritakan nasib buruknya kepada orang tua dan kedua adiknya. Dan merekapun sepakat untuk menyembunyikan kehadiran Linh. Linh mengganti nomor selulernya dan diam di dalam rumah tanpa berani keluar. Tentu saja, Si Suami terus menerus telpon ke Vietnam, tetapi orang tua Linh selalu mengatakan tidak tahu menahu.

Merasa kurang tenang tinggal di Vietnam, maka Linh memutuskan untuk melarikan diri ke Kuala Lumpur dan tinggal di rumah temannya untuk beberapa waktu. Maka – dengan penuh rasa was-was - berangkatlah dia dengan hanya membawa 2 stel pakaian yang dimasukkan dalam sebuah tas plastik sekedarnya.

Saat ini, duduk dalam penerbangan meninggalkan Vietnam, boleh dikata sudah cukup membuat hati Linh lebih tenang. Tetapi masih ada yang merisaukannya. Linh bercerita tentang kekuatirannya terhadap petugas imigrasi bandara Malaysia karena bahasa Inggrisnya yang kacau balau, juga sempat berkeluh kesah kuatir salah arah menuju pintu keluar di mana temannya pasti sudah menunggu di sana. Maka, saya – dengan tulus – menawarkan diri untuk menemani dia menuju counter imigrasi hingga pintu keluar bandara. Malah saya berjanji untuk menemani dia hingga bertemu dengan temannya.

Penerbangan 2 jam tak terasa usai sudah. Sayapun memenuhi janji saya menemani Linh dari imigrasi hingga pintu keluar, dan terakhir “menyerahkan” Linh dengan selamat ke pelukan temannya yang datang menjemput di bandara dengan suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun