Kolaborasi antara guru dan orang tua memang seharusnya terjalin dengan baik demi tujuan yang sama yaitu melahirgan generasi emas. Namun dewasa ini, kolaborasi itu sering rusak karena hal-hal sepele yang kadang tidak masuk dalam akal fikiran kita.
Contohnya saja kasus kemarin, salah satu orang tua yang tidak terima anaknya ditegur agar melaksanakan ibadah solat oleh gurunya dan berujung pada ranah hukum. Miris bukan?Â
Sejatinya guru dan orang tua adalah tokoh utama dan kunci untuk melahirkan generasi emas.
Nah bagaimana kita menyikapi hal ini? Setidaknya ada beberapa hal yang perlu kita pupuk untuk terus menjalin kolaborasi baik antara guru dan orang tua.
1. Tujuan dan Taget yang Sama
Kadang kita sebagai orang tua ingin menjadikan anak kita sebagai seorang yang penurut dan patuh. Namun kondisi guru disekolahnya tidak mendukung hal itu. Maka perlu komunikasi bahkan diskusi bersama agar keduanya saling memahami tujuan dan target yang diinginkan.
2. Komunikasi
Yang jarang terlihat dari dua peran ini adalah komunikasi. Komunikasi antara orang tua dan guru kebanyakan terjadi hanya jika anak bermasalah. Padahal komunikasi yang baik terjadi sebelum anak itu bermasalah. Sehingga tindakan prefentif dapat dilakukan. Sering berkomunikasi antara guru dan orang tua akan membangun kolaborasi yang baik.
3. Tenggang Rasa
Hal ini rasanya sulit ditemukan terutama di sisi orang tua. Jika anak bermasalah di tempat pendidikanya, guru yang disalahkan dan bahkan tidak terima jika anaknya disalahkan. Rasa egoisme yg masih tinggi akan selalu menjadi racun kolaborasi. Kembali pupuk toleransi dan tenggang rasa agar kolaborasi tidak rusak.