Salah satu kunci terpenting untuk sukses adalah kepercayaan diri. Dan kunci dari kepercayaan diri yang sempurna adalah persiapan__
Perbincangan mengenai bonus demografi memang sedang hangat diperbincangkan. Â Kita dihadapkan dengan berbagai pilihan; ada yang melihat dari sisi positif, ada yang melihat dari sisi negatif, dan ada pula yang mencoba membandingkan keduanya. Ketiga posisi tersebut sah-sah saja dikarenakan kita tidak bisa memastikan itu akan berjalan sesuai target. Walaupun demikian, bukan berarti kita tidak bisa mencapai hasil yang diinginkan, asalkan persiapan dan agenda yang diprogramkan tepat sasaran dan tersistematis.
Meningkatkannya angka usia produktif adalah salah satu bentuk keberhasilan Pemerintah dalam mencanangkan perekonomian bangsa. Program KB misalnya dilakukan atas dasar logika developmentalisme dengan asumsi bahwa ketika populasi penduduk mengalami kelebihan kapasitas (overload), maka itu akan berimplikasi meningkatnya angka kemiskinan. Itu mengapa program KB selama beberapa tahun terakhir ini menjadi titik fokus Pemerintah guna mengatasi masalah kesenjangan ekonomi yang akan terjadi nantinya. Maka dari itu, lumrah saja apabila bonus demografi pada kenyataanya manakalah dianggap sebagai jendela peluang (windows of opportunity) ataukah jendela bencana (windows of disasters).
Melihat sisi-sisi yang dihadirkan oleh berbagai sudut pandang masyarakat tersebut, sebetulnya kita tidak perlu takut. Bonus demografi akan benar-benar menjadi masa keemasan apabila kita persiapkan sejak dini. Persaingan antar individu memang akan sangat kompetitif, dimana orang-orang akan bersaing menemukan berbagai cara mendapatkan penghidupan. Satu tahun terakhir ini misalkan, banyak anak-anak muda Indonesia yang mulai membangun start up. Ditambah lagi, bisnis-bisnis start up pun juga kerap kali menjadi ajang kompetisi untuk membangun kesadaran enterpreneurship mereka yang usia produktif. Bentuk aksi semacam ini merupakan langkah awal yang baik bagaimana kita, terutama usia-usia produktif harus membangun ekonomi kreatif berdasarkan keterampilan yang dimiliki. Dan keterampilan itu kadang tidak didapatkan dalam jenjang keilmuan, melainkan kesadaran diri membentuknya dari aktivitas sehari-hari.
Dalam dunia kerja, setiap jenis pekerjaan sudah pasti memerlukan keterampilan sebagai penunjang kapasitas seorang pekerja guna mencapai keberhasilan yang diharapkan. Keilmuwan yang kita miliki saja belum cukup untuk membantu. Kalau kita melihat fenomena sekarang, banyak sekali para lulusan sarjana yang ketika dihadapkan pada dunia kerja tidak memenuhi kriteria. Dan tak jarang pula mereka yang seharusnya bekerja di bidang terkait keilmuannya, malah beralih pada bidang yang lain. Bukan sesuatu yang tidak mungkin, sebab kadang di dunia kerja orang tidak sepenuhnya membaca keilmuan kita ketika melihat keterampilan yang dimiliki. Tak hayal apabila dalam surat lamaran kerja, kerap kali keterampilan menjadi acuan. Beragam keterampilan itu bisa berupa soft skills dan hard skills, keduanya saling melengkapi untuk menggapai prestasi dan kinerja gemilang.
Soft skills contohnya, berkaitan dengan sikap dan kebiasaan kita dalam berinteraksi dengan orang lain. Â Soft skills bukan sesuatu yang konkret seperti kemampuan teknis, dan untuk memperolehnya kita tidak harus mengikuti sebuah kelas pelatihan. Cara memperoleh soft skill ini hanya melalui pengalaman di sekolah, pengalaman hidup dan masa lalu, atau jam terbang yang sudah dilalui. Pengalaman tersebut merupakan modal pembelajaran yang sangat berharga sehingga kita dapat menjalani peran sebagai seorang professional yang tidak hanya handal dalam urusan teknis, namun sangat lihai berhubungan dengan realitas di lapangan. Â Berbincang mengenai soft skill, maka tidak akan jauh dari pembahasan mengenai Communication Skills, Interpersonal Skills, Problem Solving dan Critical Thinking, Active Listening, Active Learning, Organizational Skills, Time Management Skills, Team Player, Professionalism dan Flexibility dan Adaptability.
Sementara kalau kita membicarakan mengenai hard skills, kita menyoroti masalah teknis. Kita ambil contoh seorang fotografer, tentunya perlu paham berbagai jenis lensa kamera, jenis lampu, tata cahaya dan lainnya. Atau seorang guru perlu tahu cara membaca sebuah formula matematika dan mengerti cara mempraktekkanya. Untuk memperolehnya kita perlu belajar dan berlatih dalam program pendidikan khusus.
Dari penjelasan di atas, saya ingin menyimpulkan bahwasannya skills (keterampilan) sekarang menjadi keharusan yang harus kita miliki. Seperti kasus-kasus yang sempat disinggung di atas mengenai banyak pengangguran para sarjana adalah contoh kasus bahwa skill masih belum disadari sebagai kapasitas pendukung di lapangan. Apabila keilmuwan dan skill kita sudah ada, bisa dipastikan kita sudah bisa melangkah ke arah yang lebih jauh, salah satunya adalah mampu menciptakan sesuatu untuk orang lain, yakni lapangan kerja.
Pemuda, Yuk Jadi Enterpreneur!
Menjadi bagian kekinian sudah selayaknya kita tidak mati kutu. Banyak mendengar dan membaca, bertemu orang-orang baru, dan meningkatkan kapasitas diri dengan berbagai keterampilan adalah salah satu kunci menuju kesuksesan. Hal ini dikarena mengingat lapangan kerja tidak selamanya menuntut nilai dalam merekrut pekerja, melainkan kapasitas yang lebih dalam. Banyak orang memiliki nilai bagus, namun belum tentu mampu mengaplikasikannya dengan baik di dunia sosial. Oleh sebab itu, bergerak dan membaca lingkungan adalah cara yang tepat untuk mengembangkan diri.