Mohon tunggu...
Muhammad Burniat
Muhammad Burniat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa filsafat dengan hobi menulis, jalan-jalan dan aktivitas sosial. Menulis adalah cara saya untuk hidup dan berbagi. E-mail: muhammadburniat@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Arus Komersialisasi Lagu Mewarnai Aksi Musikalitas Masa Kini

5 Maret 2015   05:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_371481" align="aligncenter" width="700" caption="Dok. Pribadi"][/caption]

Sebuah karya tidak cukup berhasil jika hanya terdengar pada segelintir orang saja. Menyebarluaskan ke seluruh elemen masyarakat adalah akhir dari sebuah produksi. Apalagi ini berkaitan dengan musik, meraup khalayak banyak adalah misi semua para musikus. Sebuah karya tentu tidak ingin hanya diam di tempat, melainkan harus pula diperkenalkan agar bisa memberikan kontribusi kepada penikmat musik, terkhusus lagi bagi para lakonnya. Dalam hal ini, strategi yang matang dan tepat sasaran merupakan indikasi bagi keberlangsungan hidup sebuah maha karya.

27/2/2015, Kompasiana kembali mengadakan acara Kompasiana Ngulik Bareng MeetTheLAbels. Kali ini para Kompasianer bertemu OneRoom, salah satu grup band jebolan Seven Musik untuk membahas mengenai komersialisasi lagu. Apa itu komersialisasi lagu? Dan bagaimana mereka mengkomersilkan karyanya agar mendapat sambutan masyarakat? Adalah menjadi pembahasa penting pada acara ngulik kali ini. Tak ketinggalan pula, OneRoom juga bercerita banyak mengenai awal terbentuknya mereka hingga bisa sampai pada tahapan dunia komersialisasi.

Lirik lagu yang sudah dipadukan dengan instrumen musik yang harmonis dan telah mencapai puncak produksi, harus melewati tahapan berikutnya. Dunia musik menyebut tahapan ini sebagai komersialisasi lagu. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (Offline), komersialisasi diartikan sebagai perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. Jika membaca kedua kata, komersialisasi dan lagu, yang menjadi objek dagangan disini adalah lagu. Secara umum, komersialisasi lagu merupakan kegiatan menjual hasil produksi musik (lagu) kepada masyarakat, melalui berbagi aspek pendukung seperti CD, DVD,  dan lain-lain.

[caption id="attachment_371482" align="aligncenter" width="700" caption="Aden (sebelah baju merah) saat berbincang dengan Nadia Fatira (Moderator). Dok. Pribadi"]

14254833811001453844
14254833811001453844
[/caption]

Setelah berhasil melewati ajang Meet The Labels (MTL) tahun 2013 yang lalu, OneRoom, band asal Jakarta ini akhirnya bertemu dengan Seven Music. Setelah sukses menjadi juara pada ajang kompetisi musik di Bali, kini OneRoom mengepakkan sayapnya di belantika musik tanah air. Band yang pada awalnya terbentuk dari sebuah base camp, ruang Operator Lantern Sudio, ruangan yang sekaligus menjadi tempat mereka berdiskusi, curhat, bikin lagu, ngobrol santai, akhirnya ikut memberikan filosofis nama band mereka, OneRoom (satu ruangan). Band ini terbentuk pada tahun 2012 dengan lima orang personil. Mereka adalah Ulil (Vokal), Aden (Gitar), Leo (Bas), Reza (Gitar), dan Firdaus (Drum) menggantikan drummer sebelumnya.

Kepada Kompasianer, Aden menceritakan bagaimana lagu yang berjudul “pergilah” mampu menembuas pasar dan mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat. Setelah masuk Label, dari 20 lagu yang mereka ajukan, hanya satu yang benar-benar bisa dibawa menuju pertempuran pasar, itu pun setelah berhasil mengorek-ngorek lagu dari sebuah folder yang tidak mesti dilihat pada awalnya. Lagu mereka yang berjudul “Pergilah” sebelum diperkenalkan ke pasar, Aden mengatakan sedikit mengalami perubahan pada beberapa bagian, salah satunya bagian Reff. Dari pihak Label meminta menyusun ulang dan memoles sedikit karya mereka agar memiliki nilai jual, jelas pengawasan Seven Musik terhadap band pendatang baru seperti OneRoom pun bergerak. Setelah mengalami sedikit perubahan, tanpa menghilangkan konsep awal lagu ini terbentuk, akhirnya single "pergilah" mendapatkan dudukan di hati masyarakat. Lagu ini pun juga menjadi andalan OneRoom hingga bisa menyebar ke daerah-daerah melalui radio nasional maupun lokal sejak tahun 2014 akhir.

“Lagu pergilah sudah tersebar ke beberapa daerah, ambon, sulawesi barat, dan padang” Ungkap Aden senyum.

Komersialisasi lagu ala OneRoom

Dalam dunia musik, kehadiran internet adalah sebuah wadah yang begitu efektif untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat. Hal ini sehubungan dengan adanya media sosial seperti Facebook, Youtube, Twitter, Path, dan lain sebagainya menjadi jembatan ampuh untuk meraup ketenaran nama. Mungkin kita mengenal beberapa nama penyanyi di tanah air yang terkenal dengan mendadak akibat media sosial. Sebut saja seperti Sinta dan Jojo, kemudian Norman Kamaru, dan ada dari dunia internasional seperti Justin Bieber. Beberapa nama tersebut adalah bukti bahwa masyarakat ternyata cepat mengenal dan menggemari mereka melalui media sosial. Hal serupa pun juga menjadi andalan OneRoom dalam bermusik. keadaan media sosial yang berkembang pesat dengan 25 juta pengguna, terkhusus di Indonesia memberikan peluang besar bagi OneRoom untuk mempromosikan karya meraka. Selain internet, OneRoom yang memiliki kecakapan dalam aksi panggung, bahkan dikatakan mereka band panggung, ternyata juga gencar mempromosikan diri mereka melalui komunitas.

“Selain media sosial, kita juga terkadang mengadakan konser kecil-kecilan di Base camp dengan mengundang para band yang punya banyak masa. Dengan menggaet penyanyi yang punya komunitas, nama kita pun akan semakin luas” ungkap Aden membocorkan rahasia mereka dalam menyiapkan arus komersialisasi lagu.

Dengan komunitas, hubungan antara fans dan penyanyi terasa lebih dekat. Jadi, tidak heran, sebuah komunitas mampu mendobrak popularitas. Selain itu, dengan saling mengenal antar band juga bisa memberikan promosi lebih kepada band dan komunitas lain secara terbuka. Sehingga untuk mendapatkan dukungan moril akan lebih mudah. Dari satu orang, kemudian ke beberapa orang hingga meluas kepada komunitas musik yang lainnya. Selain itu, dukungan komunitas merupakan dukungan terbesar karena bersifat internal, yakni para pendukung yang bergabung dalam satu wadah. Tentunya, para fans tidak ingin membuat karir jagoannya redup begitu saja.

Idealisme versus komersialisasi

Sudah kewajiban dalam dunia musik memikirkan bagaimana starategi untuk mencuri hati masyarakat agar tertarik dengan sebuah karya yang diciptakan. Dalam hal ini terkadang pihak Label misalnya, sudah memiliki ancang-ancang jitu yang mesti dilakukan kepada karya dan penyanyinya. Berbagai instruksi untuk persiapan yang matang adalah kunci sukses para lakon dunia musik bertarung di dunia pasar. Bukan untuk mengarahkan sepenuhnya kepada kemauan satu pihak semata, namun mempertimbangkan segala sesuatunya  secara global.

Keadaan ini pun juga terjadi kepada OneRoom, ketika pihak Label meminta sedikit perubahan, dengan sikap bijaksana, band bernuansa Rock and Roll ini pun mengikuti saran yang diberikan. Mereka meyakini bahwa Label lebih memahami sejauh mana kebutuhan serta selera masyarakat bisa terpenuhi. Tanpa memenuhi kemauan para pendengar setia, sebuah musik atau pun karya tidak berarti apa-apa, malah akan dengan sendirinya menghilang begitu saja. Pihak Label disini sudah barang tentu mengamati pertarungan pasar yang sedang terjadi.

Di samping itu, ego juga menjadi tolok ukur bagaimana penyanyi mesti menyadari kehendak sekaligus instruksi yang diarahkan oleh pihak berwenang (Label). Lagu Pergilah contohnya, yang awalnya merupakan hasil buah tangan murni personil OneRoom dengan nuasa mereka sendiri, ternyata mesti dipermak ulang pada beberapa bagian sehingga hasilnya benar-benar mampu menaruh sisi jual yang baik. Bukan untuk menghilangkan apa yang sudah mereka bentuk, namun memang di sinilah sebuah karya itu harus disesuaikan dengan keadaan pasar. Jelas pihak Label memiliki gambaran yang jelas kemana sebuah karya atau artisnya bisa diperuntungkan. Alhasil, lagu pergilah yang merupakan single OneRoom sekarang sudah bergentayangan di setiap daerah bahkan sudah masuk pelosok-pelosok negeri.

Dalam menyikapi hal tersebut, OneRoom tidak serta merta mengabaikan idealisme mereka yang sudah terbentuk dari awal. Nuansa mereka yang berbau Rock and Roll tetap dipertahankan, meskipun tidak secara utuh. Karena warna mereka yang khas itu juga lah, yang menjadi alasan pihak Seven Musik tergiur untuk menarik mereka bergabung. Dan hasilnya, OneRoom tetap berkarir dengan idealismenya hingga kini lagunya terus mendapat sambutan khalayak.

[caption id="attachment_371483" align="aligncenter" width="700" caption="Bang Angga (baju kotak-kotak) sedang menyampaikan materi. Dok. Pribadi"]

14254835141938212856
14254835141938212856
[/caption]

“Lagu-lagu yang baik selain materinya bagus, juga bisa memberikan nilai edukasi bagi pendengarnya” ujar bang Angga dari pihak Seven Musik mengenai kriteria lagu yang baik bagi pendengar.

Ya, saya sepaham dengan pernyataan bang Angga akan mengenai lagu-lagu yang beredar saat ini. Fungsi musik sebagai sarana hiburan dirasa tidak cukup segitu saja, melainkan  juga memberikan manfaat lain; salah satunya nilai edukasi. Meskipun dituntut dengan kemauan pasar, dampak komersialisasi lagu selayaknya juga mampu memberikan hal yang berguna di luar hiburan semata. Apalagi masyarakat adalah hakim, apakah musik tersebut diterima atau malah dibiarkan saja berlalu. Lagu pergilah pun menjadi contoh bagaimana sebuah lagu yang berhasil diciptakan tidak bisa ditelan mentah-mentah begitu saja, tetapi harus mempertimbangkan selera pasar yang sedang booming di tengah masyarakat.

Kenali pembajakan masa kini

Musik dalam konteks industri, semakin hari semakin mengalir dengan arus perkembangan teknologi yang ada. Sehingga seiring berjalannya waktu, musik digital menjadi sebuah inovasi baru dalam dunia musik. Akibatnya adalah medium yang biasa digunakan pun ikut mengalami perubahan, awalnya berupa tape, VCD, DVD, kemudian berubah menjadi handphone atau i-pod yang lebih praktis dan bisa dibawa kemana pun. Musik digital itu yang sekarang kita kenal dengan istilah MP3.

Dengan perkembangan zaman yang menyediakan fasilitas internet seperti sekarang, mampu mengakses hal apapun yang kita butuhkan, salah satunya mengundah musik format MP3 yang memang lebih paraktis dan relatif mudah  serta kualitas hasil unduhan yang cukup baik bagi pendengarnya. Kebiasaan mengunduh ini memang salah satu faktor tersedianya internet sehingga menjadikan kita sulit melepaskan kebiasaan tersebut. Hal ini pun pernah saya alami dan bisa jadi kalian pun pernah melakukan hal yang serupa. Sebagai mahasiswa, tidak bisa dipungkiri jika aktivitas yang satu ini menjadi jalan pintas bagi saya untuk menikmati beragam musik. Lebih-lebih lagi musik yang baru saja keluar dari industrinya. Dengan penyanyi yang saya sukai, lalu dengan akses internet yang mumpuni, membuat saya pun tak mau ketinggalan dengan single-single terbaru yang berdiri di tangga atas belantika musik.

Lagu-lagu yang saya unduh memang ada yang bersifat komersil, dan ada pula yang bersifat non-komersil (bajakan). Situs-situs seperti www.youtube.com dan www.4share.com menyediakan layanan untuk unduh secara gratis. Faktor inilah yang mendukung saya untuk menguduh lagu dalam jumlah yang banyak. Bayangkan saja, dengan akses internet yang baik, saya bisa mendapatkan lagu secara cuma-cuma. Sementara dengan membeli kaset yang original atau semacamnya, saya harus mengeluarkan kocek dari kantong sendiri. Jelas, untuk hal semacam ini, masyarakat, terutama saya sebagai mahasiswa lebih memilih jalan pintas yang praktis dan mudah. Soal biaya jelas menjadi hal yang dijauhi oleh pelajar seperti saya.

Namun, dari tindakan saya tadi, sepatutnya tidaklah pantas untuk ditiru karena salah satu bentuk dari pelanggaran hak cipta. Saya pun menyadari hal itu dan berusaha tidak akan melakukannya untuk kesekian kali. Kegiatan men-donwload lagu yang tanpa izin pada dasarnya adalah hasil copy-an dari lagu aslinya, merupakan salah satu tindakan pembajakan. Tanpa disadari, karena tindakan itu pula beberapa pihak pun dirugikan; pencipta lagu, penyanyi (artis) dan pihak Label yang menangungi. Bukan itu saja, karena kebiasaan buruk ini, pembajakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menyebabkan penjualan album turun drastis hingga berdampak pada keberlangsungan royalti. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah semacam ini, biasanya para pihak manajeman dan artis mengandalkan pemasukan dari konser-konser  dan juga RBT (Ring Back Tone). Tetap saja, tindakan seperti yang saya ceritakan itu menjadi bahan pelajaran bagi kita semua agar menghargai karya setiap para musisi, caranya ialah menolak hal-hal yang berbau bajakan. Ini juga sebagai bentuk apresiasi atas karya yang mereka lahirkan.

[caption id="attachment_371484" align="aligncenter" width="700" caption="OneRoom sedang bernyanyi di depan para kompasianer. Dok. Pribadi"]

14254837041232680607
14254837041232680607
[/caption]

Komersialisasi lagu adalah tahapan dimana sebuah karya dibawa menuju dimensi pasar. Proses ini juga lah yang menjadi tujuan seorang penyanyi untuk menuai hasil dari berkarir. Sudah sepantasnya mereka mendapatkan imbalan dari karya mereka. Yang jelas, karya mereka yang telah kita nikmati mesti diberikan apreasiasi lebih. Selain mereka telah menciptakan sarana hiburan, mereka pun juga telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa sebagai eksistensi karya orang Indonesia terhadap bangsa lain. Musik bukan sesuatu yang baru. Bahkan dengan musik sebuah identitas negara pun bisa terbaca. Jadi, harga musik kita sendiri sebagai bentuk mencintai diri sendiri pula.

Ketika ditanya mengenai kesuksesan bermusik dengan adanya arus komersialisasi, OneRoom menjawab bahwa materi bukanlah tujuan mutlak yang hendak mereka raih, melainkan hidup di dunia musik untuk menghibur orang banyak adalah arti kesuksesan sesungguhnya.

Dan terakhir, mari kita hargai setiap karya anak bangsa. Dengan begitu, tindakan pembajakan pun bisa diminimalisir serta kesejahteraan para musisi pun bisa ditegakkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun