Salahnya Sistem Pendidikan Indonesia
Tugas Individu MPA FIP UNJ 2014
Nama : Hani Rahmah
Jurusan: Psikologi
Fakultas : Fakultas Ilmu Pendidikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan itu penting. Setiap manusia berhak menimba pendidikan. Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan, dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik. Maka dengan adanya pendidikan, setiap manusia dapat mengambil keputusan-keputusan, menyelesaikan persoalan-persoalan, juga mencerdaskan diri untuk kepentingan bangsa dan negara.
Indonesia merancang sebuah sistem pendidikan yang telah lama bertahan dan telah digunakan di sekolah-sekolah negeri maupun swasta. Seperti yang kita ketahui, pendidikan di Indonesia dibagi ke dalam empat jenjang yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi. Saat ini, seluruh penduduk Indonesia diharuskan mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar selama sembilan tahun. Setelah diberlakukan program tersebut, seharusnya peran Indonesia di bidang pendidikan dapat dibilang cukup baik. Namun mengapa di luar sana, masih banyak pengangguran, koruptor, dan terbentuknya kelompok-kelompok yang merugikan masyarakat?
Di samping itu, kita pun sering mendengar siswa-siswi berprestasi maupun siswa-siswi menengah ke atas yang memilih untuk menuntut ilmu di luar negeri ketimbang menuntut ilmu di Indonesia. Mengapa demikian? Berdasarkan artikel BBC yang diterbitkan pada tanggal 27 November 2012, sistem pendidikan di Indonesia menempati peringkat terendah di dunia. Pertanyaan-pertanyaan mulai bermunculan di benak masyarakat Indonesia. Lantas, apa yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia? Berikut, kita akan mengulas kesalahan-kesalahan sistem pendidikan di Indonesia.
Pertama, metode pembelajaran. Di Jerman, siswa-siswinya melalui tes penentuan minat dan bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memulai jalur sekolah yang akan diambil. Berbeda dengan di Indonesia dimana setiap siswa-siswinya diharuskan mempelajari pelajaran-pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolah. Suka atau tidak suka, siswa-siswinya harus mempelajari pelajaran-pelajaran tersebut untuk dapat mencapai standar nilai yang telah ditentukan oleh sekolah. Padahal jika dipikir kembali, setelah lulus dari sekolah tersebut dan terjun ke dunia kerja, siswa-siswi itu pun tidak menggunakan seluruh ilmu yang telah mereka pelajari.
Mereka melupakan rumus-rumus matematika. Mereka melupakan nama batu-batuan yang mereka temukan dalam Geografi. Alasannya adalah mereka tidak menyukai pelajaran tersebut dan mereka tidak menggunakannya dalam pekerjaan mereka. Akhirnya apa yang telah siswa-siswi itu lalui selama sekolah pun terbuang sia-sia. Selain membuang waktu juga membuang uang. Namun bagaimana jika, sistem pendidikan di Indonesia menggunakan sistem pendidikan di Jerman dimana siswa-siswinya melalui tes penentuan minat dan bakat terlebih dahulu. Pastilah, siswa-siswi Indonesia dapat mengoptimalkan bakat dan minat mereka sehingga setelah lulus sekolah, mereka langsung siap untuk terjun ke dunia kerja.
Penduduk di Indonesia sungguh banyak. Dari sabang sampai merauke. Apabila Indonesia mampu menggunakan sistem pendidikan di Jerman ini maka Indonesia akan memiliki segenap sumber daya manusia yang berkualitas, yang sudah siap untuk terjun ke dunia kerja, juga yang berpotensi membuka lapangan kerja atau berwirausaha. Dengan begini, tingkat pengangguran yang tinggi perlahan-lahan akan menyusut. Ternyata dengan satu solusi, kita dapat melahirkan solusi-solusi baru yang dapat membantu bangsa dan negara kita.
Kedua, Ujian Nasional. Inilah persoalan yang paling sering diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Banyak siswa-siswi Indonesia yang berpendapat bahwa ujian nasional adalah syarat kelulusan yang tidak adil. Bayangkan saja, siswa-siswi Indonesia belajar selama tiga tahun untuk menghadapi ujian kelulusan dengan lima puluh nomor. Yang ingin dipertanyakan adalah mengapa belajar selama tiga tahun untuk mengisi lima puluh nomor tersebut? Kalau begitu, saya yakin siswa-siswi bisa belajar intensif selama 3 bulan dan juga mampu mengisi lima puluh nomor tersebut.
Selain itu, ujian nasional juga merusak akhlak masyarakat Indonesia karena kita sering mendengar berita siswa atau siswi yang bunuh diri akibat tidak lulus ujian. Berita-berita tersebut pun membuat orangtua tidak kalah sibuk dari anak-anaknya. Mereka mengikutkan anak-anaknya les disana-sini. Anak-anak tertekan, orangtua pun tertekan. Kita juga sering mendengar paket contekan yang beredar menjelang ujian nasional. Berbagai trik-trik menyontek pun telah disiapkan oleh siswa-siswi demi mencapai nilai yang mereka inginkan.
Mari, kita evaluasi kembali. Apakah hal-hal seperti ini yang diharapkan oleh Indonesia? Indonesia tentu mengharapkan negara sejahtera di bidang apapun terutama di bidang pendidikan. Namun ternyata, pendidikan di Indonesia belum mampu mensejahterahkan masyarakatnya dikarenakan oleh sistem-sistem yang salah. Semua ini dirangkum berdasarkan kegelisahan dan kekecewaan siswa-siswi di Indonesia yang sejak dulu mengharapkan perubahan-perubahan yang lebih baik. Semoga setelah ini, muncullah tokoh-tokoh pendidikan yang peduli dalam membangun pendidikan di Indonesia juga muncul kesadaran dari pemerintah Indonesia dalam merencanakan perubahan. Karena pada akhirnya, pendidikan di Indonesia-lah yang menentukan segala aspek kehidupan di Indonesia.
Solusi dari permasalahan system Indonesia yang salah ini adalah bagaimana masyarakat dan pemerintah bias bekerjasama mempebaiki system pendidikan Indonesia yang ada saat ini. Pendidikan bakat dan minat seharusnya bisa dibina mulai dari dini seperti halnya system pendidikan di negar Negara maju lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H