Kesadaran terhadap literasi dasar telah terlihat kemajuan yang cukup baik. Mulai dari tingkat pusat, sampai tingkat daerah dan sekolah menjadikan program literasi ini sebagai sesuatu yang penting. Banyak hal telah dilakukan agar girah literasi semakin terpicu. Di sekolah sebagai institusi yang seharusnya paling depan menggalakkan literasi, tentu tidak tertinggal.Â
Sejatinya, sekolah dari sejak lama telah mengumandangkan semangat literasi, khususnya membaca. Oleh karena itu, sekolah menjadi barometer yang jelas terhadap tingkat kegemaran membaca siswa (anak dan remaja). Beberapa hasil survey menunjukkan Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara lainnya di dunia dalam hal membaca.
Hal ini juga ditegaskan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara perihal minat membacanya. Berkenaan dengan infastruktur yang berkaitan dengan membaca tersebut, ternyata Indonesia cukup mumpuni.Â
Berada di urutan 34, Indonesia di atas Jerman dan Korea Selatan. Perpustakaan, buku, dan perpustakaan keliling sebenarnya telah cukup banyak. Namun, keberadaan semua itu belum mampu menaikkan tingkat minat baca masyarakat Indonesia. Ini tentu cukup mengherankan, dan tentu ada yang salah dalam proses peningkatan minat baca.
Kurangnya Minat Baca Pada Siswa
Sekolah sejatinya menjadi tempat tumbuhnya generasi-generasi literat. Generasi literat yang paling dasar adalah generasi pembaca. Hal ini tentu sejalan dengan aktivitas di sekolah yang hampir seluruh waktu diisi dengan proses belajar.
Membaca adalah satu bentuk aktivitas inti yang menandakan seseorang sedang belajar. Siswa sebagai generasi yang diharapkan mampu menjadi generasi yang mempunyai minat baca tinggi.
Namun, pada kenyataannya siswa di sekolah hanya mampu membaca kata demi kata, atau kalimat yang tertulis pada buku, tanpa mengetahui isi yang dibacanya.Â
Ironisnya lagi, banyak sekolah yang sudah merasa cukup jika kondisi tersebut, terlihat di sekolahnya. Bagaimana sekolah hanya cukup melihat pisik siswa membaca, tanpa mau tahu, apakah siswa telah mengerti terhadap yang dibacanya. Hal ini tentu sangat disayangkan karena terjadi pada institusi yang sejatinya menelorkan generasi literat tadi.
Aktivitas siswa di sekolah hanya terbatas pada apa yang diarahkan oleh sekolah atau guru. Saat waktu jam pelajaran mulai sampai akhir, aktivitas mereka belajar. Belajar di kelas dengan memerhatikan guru menerangkan pelajaran dan mengerjakan tugas yang diberikan. Sesekali siswa membuka buku paket untuk mencari halaman buku yang diarahkan guru untuk membaca atau menjawab soal.Â
Sesekali pula, aktivitas membaca lebih lama terhadap buku paket sementara guru hanya diam menunggu selesainya waktu yang diberikan untuk siswa membaca. Pada bagian inilah, siswa menjadi tertekan dalam membaca. Semuanya diarahkan, mulai dari buku yang dibaca sampai pada halaman buku tersebut, bahkan sampai pada yang harus diketahui saat membaca.Â
Sebagian guru, melihat siswa membaca pada kondisi demikian sudah merasa senang dan menganggap siswanya telah gemar membaca, padahal sangat besar kemungkinannya yang terjadi adalah sebaliknya. Justru kondisional yang demikian, yang diarahkan guru tadi, akan membuat siswa antipasti terhadap membaca yang sebenarnya.
Indikasi terhadap kurangnya minat baca pada siswa di sekolah terlihat semakin sepinya perpustakaan sekolah. Perpustakaan di sekolah hanya sekadar diartikan bangunan pisik saja yang harus ada di sekolah.
Adanya ketentuan pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dipersyaratkan salah satunya adalah adanya perpustakaan, menjadikan bangunan pisik perpustakaan di sekolah sudah hampir merata. Namun, yang disayangkan bahwa fungsi perpustakaan tersebut belum menjadi kriteria persyaratan tadi. Hal ini membuat sekolah tidak banyak yang serius terhadap fungsi perpustakaan yang mengarah kepada bangkitnya minat baca siswa.
Buku Perpustakaan Tidak Diminati Siswa
Mengapa perpustakaan sekolah bukan merupakan tempat favorit siswa bahkan seakan menjadi tempat yang dijauhi siswa? Tentu beberapa hal dari kondisi tersebut dapat menjadi penyebabnya.
Kurangnya perhatian sekolah terhadap pembiasaan siswa masuk perpustakaan, menjadi salah satu penyebab. Kurangnya penarik yang dilakukan perpustakaan sekolah sehingga siswa mau masuk ke perpustakaan, penyebab lainnya.Â
Petugas perpustakaan yang kurang humanis dalam melayani siswa, bahkan terkesan lebih suka tak ada pengunjung perpustakaan, agar perpustakaan tetap bersih dan rapi, hal ini juga bisa menjadi penyebabnya.
Bagaimana dengan kurangnya koleksi buku di perpustakaan? Apakah juga menjadi penyebab, kurangnya siswa masuk ke perpustakaan untuk membaca? Koleksi buku di perpustakaan sekolah pada umumnya sudah mencukupi dalam jumlah, bahkan terkesan berlebih, hanya saja yang menjadi masalah adalah tingkat keterbacaan buku yang ada di perpustakaan.Â
Khusus di Sekolah Dasar, tingkat keterbacaan buku yang ada di perpustakaan sangat menentukan, apakah buku itu akan dibaca atau tidak. Pada saat gencarnya Gerakan Literasi Sekolah sekarang ini, buku-buku di perpustakaan sekolah dasar sebagian besar, kalau tidak dapat dikatakan semuanya, kurang sesuai tingkat keterbacaannya dengan siswa SD.
Buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan sekolah tidak disukai oleh siswa SD. Banyak perpustakaan sekolah yang ada mempunyai jumlah buku yang banyak, hanya terdiri dari buku paket yang dipakai siswa saat ini, buku paket yang lama, buku bantuan pemerintah (proyek), dan buku pengayaan. Sangat kurang buku cerita anak.
Siswa SD yang masih berusia anak-anak tentu juga mempunyai kesukaan kepada buku. Hanya saja perlu diketahui beberapa jenis buku yang disukai oleh siswa SD. Buku-buku yang bergambar dan berwarna, salah satu ciri kesukaan siswa SD. Berkenaan dengan konten atau isi buku, siswa SD lebih suka buku yang menyajikan cerita misteri, superhero, ... Siswa SD yang akan dibangkitkan minat bacanya, sajikan buku cerita yang sesuai tingkat usianya.Â
Kurangi koleksi buku yang penuh dengan tulisan tanpa gambar, apalagi tulisannya kecil dan bukunya tebal. Buku seperti ini cocoknya untuk orang dewasa yang telah punya minat baca tinggi. Perbanyak buku-buku cerita anak, tipis, dan font tulisannya besar.
 Perpustakaan Sekolah Kosong
Keberadaan perpustakaan di sekolah menjadi hal yang urgen dalam meningkatkan minat baca siswa. Itulah sejatinya fungsi perpustakaan. Namun, pada kenyataannya tidak semua dapat melaksanakan fungsinya tersebut, bahkan ada gejala bahwa sangat sedikit perpustakaan sekolah melaksanakan fungsinya tersebut. Ada dua kondisi perpustakaan yang terpantau di banyak sekolah.Â
Pertama adalah perpustakaan  yang tertata dengan baik, senyap, bersih, dan buku yang banyak tertata rapi di dalamnya, menjadi pemandangan biasa di sekolah-sekolah. Sedangkan untuk kondisi perpustakaan sekolah yang kedua adalah perpustakaan yang diisi oleh siswa yang membaca, buku berserakan karena telah dibaca siswa, serta suara-suara siswa yang kadang ribut (terutama di SD). Pada kondisi kedua ini tentu  jarang terjadi. Sedangkan kondisi pertama tadi, merupakan hal yang lazim terlihat di sekolah-sekolah.
Perpustakaan sekolah yang kosong dari siswa membaca sudah merupakan hal yang lazim di sekolah-sekolah saat ini. Siswa SD yang sejatinya menjadi moment awal dan menentukan minat baca tumbuh, akhirnya terbengkalai. Ketersediaan buku bacaan yang sesuai keterbacaan siswa SD serta buku yang diminati atau disukai siswa SD, sama sekali terlupakan.
Bagaimana mengharapkan siswa mau masuk ke perpustakaan sekolah untuk membaca, jika buku yang diminatinya tidak tersedia. Akhirnya, perpustakaan sekolah bagaikan meseum. Buku-buku banyak tertata rapi bahkan kadang berdebu bertanda tak pernah tersentuh.
Siswa SD menginginkan buku yang disukainya juga menjadi koleksi perpustakaan sekolahnya. Sekolah harus menyadari keinginan siswanya yang sejatinya seluruh sarana prasarana sekolah, tidak terkecuali perpustakaan menjadi bagian dari pemenuhan kebutuhan siswa. Meski tak terucap, namun seyogianya pihak sekolah memahami tuntutan siswa tersebut.Â
Kosongnya perpustakaan sekolah dari kunjungan siswa, tentu dapat dipahami jika sekolah belum menyediakan buku-buku yang disukai siswa untuk dibaca. Mungkin saja siswa akan masuk di perpustakaan dengan jalan "dipaksa" karena ada aturan-aturan sekolah untuk masuk ke perpustakaan. Mungkin pula siswa terlihat membaca di perpustakaan, namun hanya pisik saja. Mereka melakukannya hanya terpaksa karena "dipaksa". Sangat jarang yang membaca dengan keinginan sendiri ingin membaca.
 Program Pilih Buku Solusi Siswa Suka Buku
Membangkitkan minat baca pada siswa SD diyakini sebagai sesuatu yang amat penting dalam rangkain perkembangan minat baca masyarakat secara keseluruhan. Masa SD menjadi awal atau momentum kegemaran terhadap membaca dimulai.
Oleh karena itu, sekolah harus mempu menginisiasi suatu bentuk inovasi sehingga kelalaian dan kelemahan terhadap penyediaan buku perpustakaan yang menjadi penyebab keengganan siswa membaca, dapat diatasi. Bahwa sekolah harus menyediakan buku-buku yang disukai siswa, itu harus dilakukan. Namun, bagaimana teknis yang dapat dilakukan sekolah untuk mewujudkan hal tersebut?
Program "Pilih Buku" solusinya. Program ini telah didesiminasikan di SD Negeri 71 Model Parepare, dan hasilnya sangat menggembirakan. Program Pilih Buku adalah suatu program yang dilakukan agar siswa gemar membaca. Sebagaimana telah diuraikan bahwa siswa SD menyukai buku yang sesuai keterbacaan yang ada padanya. Penyediaan buku perpustakaan sekolah harus diyakini akan disukai oleh siswa. Caranya, yang paling tepat adalah mempersilahkan siswa sendiri yang memilih buku yang disukainya di toko buku.
Program pilih buku diawali dengan pemilihan 10 -- 20 siswa yang dianggap rajin masuk perpustakaan. Para siswa tersebut dipilih oleh petugas perpustakaan sekolah, untuk mengikuti program ini.
Ditentukanlah waktunya, para siswa tersebut dengan didampingi petugas perpustakaan dan seorang guru diajak ke toko buku. Mengedarai mobil, mereka berangkat ke toko buku untuk memilih buku kesukaannya. Sekolah menyisihkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sekitar Rp. 500.000 perbulannya, sehingga setiap periode sekolah mengeluarkan dana untuk program ini sebanyak Rp.1.500.000,- . Program pilih buku ini memang dirancang sebulan sekali.
Di toko buku, para siswa memilih buku yang mereka sukai dan yang mereka ingin dibaca. Mereka bebas memilih buku, namun tentu saja juga dipilah oleh petugas perpustakaan sekolah serta guru yang mendampingi mereka
 Para siswa tentu saja antusias dalam memilih buku kesukaannya. Harga rata-rata buku yang mereka pilih berkisar Rp. 25.000,-. Biasanya, toko buku akan memberikan potongan hargadan digunakan untuk biaya transport rombongan siswa. Toko buku yang dikunjungi untuk program pilih buku ini, berbeda setiap bulannya. Waktu yang digunakan berkunjung ke toko buku untuk pilih buku, sekitar satu jam.
Hampir semua buku yang dipilih siswa adalah buku cerita, baik fiksi maupun non fiksi. Buku-buku yang memang sesuai dengan minta dan kegemaran mereka sebagai siswa SD.
Buku-buku yang telah dipilih oleh siswa selanjutnya dicap sekolah dan hari itu juga dipinjamkan kepada mereka yang ikut pilih buku. Mereka diberi waktu seminggu untuk meminjam ke rumah membaca buku tersebut.Â
Minggu depannya mereka mengembalikan ke perpustakaan untuk dibaca dan dipinjamkan kepada siswa lainnya. Buku-buku ini menjadi koleksi perpustakaan sekolah dan menjadi incaran siswa untuk dibaca, karena memang beda dengan buku-buku koleksi perpustakaan sebelum adanya program pilih buku ini.
Jika permasalahan siswa tidak minat baca karena buku-buku yang ada tidak diminatinya, maka jelas solusinya adalah program pilih buku ini. Tak ada satupun buku yang siswa pilih sendiri tidak terbaca oleh mereka. Bagaimana tidak, siswa sendiri yang memilihnya tentulah mereka akan membacanya. Itu telah dibuktikan. Program pilih buku ini, juga mempunyai beberapa keunggulan sehingga mampu meningkatkan minat baca siswa secara signifikan.Â
Pertama, pemilihan siswa yang ikut Pilih Buku yang rajin membaca di perpustakaan, akan memotivasi siswa lainnya untuk juga dapat terpilih. Mereka keluar sekolah menuju toko buku termasuk hal yang menggembirakan dan mengasyikkan buat siswa.
Kedua, buku yang siswa pilih dan telah dibaca, mereka akan saling mengomentari satu dengan yang lainnya. Ini akan membuat masing-masing siswa juga ingin membaca pilihan buku temannya atau siswa lainnya. Ini tentu semakin membiasakan siswa membaca dengan keinginan sendiri tanpa ada "paksaan".
Hampir 3 tahun program ini telah diterapkan di SD Negeri 71 Model Parepare, koleksi buku yang digemari siswa sudah banyak. Aktivitas perpustakaan sekolah juga sudah sibuk dengan siswa yang membaca, mengembalikan buku, dan meminjam buku. Sebelum program ini dilaksanakan sekolah menjadwal kelas yang masuk di perpustakaan dengan maksud agar perpustakaan tidak kosong dari aktivitas siswa.Â
Saat ini, penjadwalan kelas yang meminjam dan mengembalikan buku, dimaksudkan agar perpustakaan tidak over kapasitas dengan aktivitas siswa. Siswa dijadwal sesuai kelasnya, kapan waktu meminjam dan mengembalikan buku. Bagi yang membaca, juga disiapkan tempat di teras-teras kelas karena daya tampung perpustakaan mulai sesak. Perpustakaan sekolah juga telah melengkapi petugas perpustakaan dengan system computer atau system barcode dalam pendataan pengunjung perpustakaan. Melengkapi ruang perpustakaan dengan pendingin ruangan juga telah dilakukan, demi tetap nyamannya pengunjung yang banyak.
Secara pisik perbedaan sebelum penerapan program pilih buku ini dengan saat program ini terlaksana, terlihat jelas perbedaannya. Aktivitas membaca siswa lebih banyak, baik di perpustakaan maupun di teras-teras kelas. Saat ini, sekolah juga telah mengadakan teras baca yang terdiri dari lemari yang berisi buku-buku hasil pilih buku.
Perbedaan nonfisiknya adalah jika sebelum program ini, siswa membaca dengan terpaksa, yang tentu saja tidak menghasilkan apapun kecuali hanya semakin menjauhkan siswa dari aktivitas membaca yang sesungguhnya.Â
Sedangkan saat ini, program pilih buku membuat siswa membaca dengan ikhlas kemauan sendiri, tanpa disuruh apalagi dipaksa. Hasilnya tentu saja sangat baik, aktivitas literasi siswa membuahkan hasil. Minat baca mereka semakin tinggi, yang merupakan modal besar untuk membudayakan membaca dalam kehidupan mereka ke depan.
Setiap permasalahan tentu ada solusi atau jalan keluarnya. Kurangnya minat baca siswa SD saat ini yang disebabkan karena kurangnya buku-buku yang mereka sukai di perpustakaan sekolahnya, ternyata dapat diatasi dengan program Pilih Buku ini.
Program ini tentu saja baik untuk menjadi program nasional demi meningkatkan minat baca siswa secara keseluruhan. Bahkan, akan lebih baik jika pada petunjuk teknis penggunaan dana BOS dirinci berkenaan dengan dana perpustakaan ada item program pilih buku di dalamnya. Â
Program ini tentu masih menyisakan beberapa kendala kecil, antara lain jika di daerah tersebut tidak atau kurang toko bukunya, atau jaraknya sangat jauh sehingga membutuhkan dana yang cukup besar.
Kendala lain, jika pihak sekolah tidak menyisihkan anggarannya untuk program ini. Namun, kendala kecil tersebut adalah hal yang lumrah sebagaimana program lainnya yang tidak luput dari kekurangan. Hanya saja, tentu kendala kecil tersebut tak membuat program ini tertolak dengan begitu besar manfaatnya untuk peningkatan minat baca siswa khususnya dan gerakan literasi pada umumnya. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H