Mohon tunggu...
Arjuna Sihombing
Arjuna Sihombing Mohon Tunggu... -

ayo....semua keberuntungan bisa direncanakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dunia Pendidikan: Banjir Tenaga Pengajar, Kering Tenaga Pendidik

15 Januari 2013   08:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:19 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Komnas PA (Komisi Nasional Perlindungan Anak): Sepanjang tahun 2012,82 pelajar tewas dalam aksi tawuran. Apa yang salah?. Siapa yang salah? Kenapa salah? Dimana kesalahannya? Kapan masalahan ini berakhir? Dan bagaimana menyelesaikan masalah ini?. Kita kesampingkan dulu kurikulum yang ada. Mari kita lihat proses belajar mengajarnya.

Dahulukan mendidik akhlak siswa. Bisa dilihat dari hal sepele bila guru sekarang berkata: perbedaan pelakuan murid sekarang dengan murid dulu kepada guru adalah murid dulu sangat mendewakan guru. Bahkan, cuci tangan guru murid berebut ingin meminumnya. Itu gambaran betapa tingginya penghargaan murid kepada guru dulu. Sekarang bila seorang murid berhadapan dengan guru, bukan hal yang aneh bila murid meletakkan tangannya di atas meja guru dengan gaya santai dan bersandar, jelas sekali menunjukkan rendahnya penghargaan seorang murid kepada guru.

Apa sekarang murid tidak memandang guru lagi sebagai sosok orang tua yang membimbing setiap siswa untuk hidup. Atau sekarang siswa melihat guru sebagai orang yang ditugaskan negara untuk menjelaskan kurikulum dan apa yang ada didalam buku tiap lembar, tiap bab dan tiap teori. Kemudian memberi nilai siswa kedalam buku dengan angka 1 hingga 9, dan membuat ranking kelas. Siapa siswa yang menjawab semua pertannyaan dengan benar ia diurutan pertama dan siapa yang menjawab dengan banyak kesalahan lalu ia di ranking terakhir. Sungguh pertunjukkan kasta yang tersirat.

Coba lihat di sekolah bila guru memberi suatu perintah untuk siswa agar memberi satu argumen atau jawaban, maka siswa akan menundukkan kepala seperti melakukan hening cipta ketika upacara saja. Kenapa hal ini terjadi ? karena siswa takut memberikan argumen yang salah, pendidikan hanya mengajarkan tanpa mendidik berani berbuat benar. Akhlak siswa harusnya menjadi aspek yang utama untuk membenarkan sistem pendidikan sekarang.

Kurikulum sekarang lebih memacu siswa untuk saling berprestasi, saling bersaing mengumpulkan nilai 9 di setiap kolom rapot. Mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya,memaksa otak siswa untuk terus berpikir, dan cara berpikir, tanpa mengatur apa yang harus dipikirkan. Bukan suatu hal yang aneh bila banyak pelajar yang stres karena banyak mendapatkan tekanan di sekolah.

Direktur pusat studi pancasila Yudi Latif mengatakan pendidikan sekarang lebih mengedepankan aspek kognitif“belajar untuk tahu” bukan belajar untuk kecakapan hidup atau mengembangkan jati diri dan keharmonisan hidup. Ini yang harusnya dilakukan perubahan total agar pendidikan mengedepankan akhlak bukan penetahuan.

Cara mendidik para guru dahulu berbeda dengan sekarang. Sekarang guru sebahagian besar hanya menjalankan kewajiban sebagai guru saja, tanpa memikirkan akhlak siswa. Dulu guru lebih memiliki kuasa penuh terhadap siswa. Guru dizaman dulu lebih mendidik akhlak dan siswa dan tidak segan-sagan memberi hukuman yang mendidik karena mereka begitu peduli terhadap akhlak siswa.

Tugas guru pastinya mendidik dan mengajar. Bukan hanyatransper file atau memberi pelajaran sebanyak-banyaknya tanpa mengetahui siswa senang, semangat, tertarik atau tidak. Karena semanat belajar itu lebih penting daripada belajar itu sendiri. Betul kata Andrea hirata dalam novel “Sang Pemimpi” Dia mengatakan”.... mungkin sekolah hanya mengajarkan cara berpikir bukan apa yang dipikirkan.”

Target memang perlu dalam pendidikan. Tapi bila targetnya tak terpenuhi bukan berarti masa depan hilang, contohnya nilai UN tidak lulus maka ia tidak akan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

Tetapi siswa yang semakin manja juga perlu diperhatikan. Keengganan para guru juga dipengaruhi oleh kemanjaan para pelajar yang bila mendapat hukuman dari guru, maka akan mengadu kepada orang tua, dan orang tua mengadu kepada polisi, dan guru menjadi tidak berdaya. Bukankah seharusnya guru berhak memberi hukuman karena di sekolah guru adalah orang tua bagi setiap siswa.

Apa solusinya?

Yang kedua, Perhatian.. Ya perhatian guru kepada murid setiap manusia butuh perhatian berapapun usianya.

Disekolah setiap siswa sangat membutuhkan perhatian dari guru dan teman.manusia sangat haus perhatian, hal ini sudah menjadi fitrahnya manusia. Orang yang tidak mendapat perhatian maka ia akan berusaha mendapatkan perhatian itu dengan berbagai cara. Ada yang membuat keributan keonaran yang mengundang perhatian orang banyak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun