Lihatlah negeri kita
Yang subur dan kaya raya
Sawah ladang terhampar luas
Samudera biru
Tapi rataplah negeri kita
Yang tinggal hanyalah cerita
Cerita dan cerita, terus cerita…(cerita terus)
Pengangguran merebak luas
Kemiskinan merajalela
Pedagang kaki lima tergusur teraniaya
Bocah-bocah kecil merintih
melangsungkan mimpi di jalanan
Buruh kerap dihadapi penderitaan
Inilah negeri kita
Alamnya kelam tiada berbintang
Dari derita dan derita menderita…(derita terus)
Sampai kapankah derita ini (au-ah)
Yang kaya darah dan air mata
Yang senantiasa mewarnai bumi pertiwi
Dinodai Dikangkangi Dikuasai
Dijajah para penguasa rakus
Dinodai Dikangkangi
Dikuasai Dijajah para penguasa rakus
Bagaimana nasib pemberantasan korupsi? Siapa yang harus menjawab pertanyaan ini? Tentu dalam situasi bangsa yang menjadikan hukum sebagai panglima, pada saat ini akan sulit dijawab. Kenapa? Teori hukum dan ilmu hukum yang ada dalam kitab-kitab hukum yang selama ini memayungi negeri ini semua sudah “buyar”jika, tidak pas kalau saya sebut hancur.
Setiap orang sebagai unsur yang bisa dilibatkan dalam proses penegakan hukum termasuk pemberantasan korupsi menjadi nisbi, jika tidak melibatkan lembaga penegak hukum itu sendiri.
Saya berandai-andai, jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai satu-satunya lembaga anti rasuah di negeri ini benar-benar di matiin, apakah pemberantasan korupsi tetap bisa dilanjutkan?
Bagi yang melihat dari sisi kepentingan tentu jawabannya bisa beragam sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak. Padahal, kita semua tahu bahwa kelahiran KPK di era reformasi adalah karena tidak “berjalanannya” pemberantasan korupsi yang diharapkan masyarakat dari penegak hukum lain. Disatu sisi, masyarakat juga melihat keberadaan KPK juga seharus mengayomi dan mengajak penegak hukum lain itu untuk bersama-sama bekerja seperti yang diharapkan masyarakat.
Hukum Rimba*
hukum adalah lembah hitam
tak mencerminkan keadilan
pengacara juri hakim jaksa
masih ternilai dengan angka (uang)
hukum telah dikuasai
oleh orang orang beruang
hukum adalah permainan
tuk menjaga kekuasaan
maling-maling kecil dihakimi
maling - maling besar dilindungi
maling-maling kecil dihakimi
maling - maling besar dilindungi
hukum adalah komoditas
barangnya para tersangka
ada uang kau kan dimenangkan
gak ada uang you say good bye
dimanakah adanya keadilan
bila masih memandang golongan
yang kuat tselalu berkuasa
yang lemah pasti merana
maling-maling kecil dihakimi
maling - maling besar dilindungi
maling-maling kecil dihakimi
maling - maling besar dilindungi
Dengan kata lain, sinergi pemberantasan korupsi mau tidak mau harus terus disuarakan. Lembaga KPK tidak bisa dibiarkan bekerja sendiri, namun Lembaga penegak hukum yang bersih dan jujur juga menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Bersih-bersih diri, instropeksi, dan terus luruskan niat sebagai ikhtiar membersihkan diri dan bangsa ini dari kejahatan korupsi. Kejahatan luar biasa, yang menjadi ibu dari semua kejahatan didunia ini. Terlebih lagi upaya pendiri bangsa sebagaimana termaktub dalam Preambule UUD 1945, kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Nah, kalau ada wacana yang ingin mebubarkan KPK sama saja mengingkari UUD 1945. Lebih lanjut, pengingkaran dari manusia-manusia yang berwajah dasamuka tersebut, yang mengatasnamakan moralitas dan hukum di atas segala-galanya tak lebih hanya sampah masyarakat yang harus dilenyapkan dari negeri ini.
*Marjinal