Mohon tunggu...
Nanang Farid Syam
Nanang Farid Syam Mohon Tunggu... -

NYANYIAN ALANG aku sembunyi dilangit-langit mulutmu ingin menjadi bisa lidahmu bermain-main kata menebar makna sesuka hati keluar caci maki, kadang pujian menggodamu dengan ucapan: aku cinta padamu, kadang benci kadang rindu aku bermain dilangit-langit mulutmu menjadi harimau bagi siapa saja yang menghalangimu tanpa beban menyalahkan, juga menuduh, mungkin juga fitnah sesekali bilang: ini karena kamu aku malu ! aku bergantungan diujung taringmu merasakan setiap gigitan dan anyir darah menakut-nakuti siapa saja: apa pedulimu berteriak diruang-ruang pilu aku berenang dialiran darahmu menjadi penguasa bagi keinginan-keinginanmu, dorongan hatimu dengan congkak menepuk-nepuk dada SANGGAR BATU batu-batu telah menjadi waktu sepanjang sungai keyakinan dan cintamu aku mengalir deras didalamnya sesekali menyeruak disela bebatuan hidupmu kadang terhempas, terseret bahkan tergores namun aku menikmatinya batu-batu telah menjadi waktu bagi tanah-tanah tepi menggumpal mengikuti riak gelombang menari-nari di atas buih yang datang dan pergi aku terkesima batu-batu telah menjadi waktu bagi hasrat yang tak bertepi bagi hidup yang sekali BATAS PADANG melayanimu seperti padang membiarkan ilalang tumbuh demi matahari pagi, aku condong ke arahmu melayanimu seperti angin diantara ilalang, bersentuhan berpagut bercumbu demi akar-akarnya aku dibalut ingin melayanimu seperti bulan menyinari malam membayangi dan menyuburkan tanah-tanah dibawahnya menebar aroma petilasan para wali mengabdi menjadi diri aku bersarang di padang-padang janji melayanimu, tiada jemu NAPAK TILAS menulis bait-bait sajak untukmu seperti mengikuti lembah-lembah terjal, berbatu, kadang licin dan kelam sementara angin menusuk di rusuk punggungan menjelajahi pori demi pori merenungimu:laksana mencium aroma air hutan tropis telaga gunung sembunyi ditengahnya :aku rindu ingin merenangi dalamnya menelusuri ke hulu-hulu mengalir mengikuti kontur terendah menyaksikanmu: menggenangi desa-desa dan kota kabut pun turun menutupi lembah-lembah kehilangan arah karena aku tak mau menunggu MALAM PERTAMA aku ingin Engkau menciumku sekali saja tepat di dahiku di malam pertama plis..sekali saja sebelum hatiku beku sejak lama aku ingin Engkau menciumku tapi aku tahu Engkau pasti tak mau walau hanya sekali di malam pertama tepat di dahiku atau biarkan aku menciummu pada malam pertamaku sekali saja pas di ujung sajadah MU Jakarta, 2009

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

70 Tahun Proklamasi Republik Indonesia

17 Agustus 2015   09:32 Diperbarui: 17 Agustus 2015   10:58 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kereta pagi tidak sesepi yang dibayangkan, walau pagi sekali tetap harus berdiri. Rombongan pegawai berseragam Korpri, memadati sebagian gerbong. Pun, putra-putri bangsa lain berbatik berpeci menuju tempat upacara yang dihimbaukan.
Indonesia menyambut hari, Merah Putih harus terus berkibar.
Susah senang, sudah menjadi bagian diri.

Kereta, telah melewati pagi di Manggarai.
Seorang ibu, mengumpulkan gelas plastik dan sesampah daur ulang di sepanjang rel, di temani bocah lelakinya.
Jalanan sebagian masih ditutupi portal sehabis lomba 17an.
Pagi merangkak naik, upacara pun selesai.
PANCASILA dan Puisi telah dibacakan, dibawah kibar sang bendera.

Indonesia pagi ini, menanti perubahan.
Bukan sekedar pidato kosong, pengisi liburan.
Bukan pula sekedar kerja, ayo kerja...
Indonesia butuh pekerja sungguhan, bukan mandor saja

Yang teriak teriak seolah olah sudah bekerja
Sibuk menyalahkan orang lain, sibuk menyembunyikan janji sendiri
Indonesia butuh penggerak, bukan pejabat yang sok siap grak..

Indonesia belum sepenuhnya merdeka
Kita baru sekedar merayakan Proklamasi
Yang dibacakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya..

Jakarta, 17 Agustus 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun