Mohon tunggu...
Mokhamad Taufiq
Mokhamad Taufiq Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Guru IPS di SMP Labschool Cibubur dan Kebayoran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kisah Kehidupan TKI dari Mantan TKI

19 Desember 2012   07:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:23 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Begitu banyak kisah miris yang kita sering dengar tentang penderitaan yang dialami oleh para Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Baru kali ini saya mendengarkan langsung dari seorang supir taksi yang dulunya mengaku pernah bekerja tiga tahun menjadi supir pribadi dan supir taksi di Arab Saudi. Pengakuan dan cerita yang disampaikan memang belum tentu kebenarannya, tetapi cukup meyakinkan buat saya dan paling tidak membuat perjalanan yang macet ini tidak begitu terasa melelahkan.

Berawal dari cerita supir taksi yang membawa saya pulang dari kantor menuju rumah. Ia menceritakan sedikit pengalamannya sewaktu bekerja menjadi supir pribadi selama 1 tahun dan menjadi supir taksi selama 2 tahun di Arab saudi. Begitu penuh suka dan duka tapi kalau boleh dikatakan banyak duka dibandingkan suka. Ia mengaku berangkat tiga tahun yang lalu selepas tamat dari SMA dengan menggunakan jasa PT yang saya tidak bertanya lebih detail tentang proses keberangkatannya. Sesampainya di sana ia ditempatkan pada sebuah keluarga yang mempekerjakannya sebagai supir pribadi. Dengan hanya mendapatkan gaji 800 Riyal dan uang makan 200 Riyal jika dikurskan dalam bentuk rupiah kurang lebih sebesar dua juta lima ratus ribu rupiah. Dari penghasilannya tersebut ia hanya mampu mengirimkan uang untuk orang tuanya di kampung sebesar satu juta rupiah perbulannya.

Meskipun bukan sesuatu hal yang baru buat saya ketika ia mulai menceritakan begitu banyak derita yang harus mereka alami selama bekerja di sana terutama yang dialami oleh tenaga kerja wanita, karena sudah banyak diberitakan hal – hal tersebut di media massa dan menjadi pembicaraan di tingkat pemerintahan antar negara. Namun yang membuat berbeda dari kisah tersebut adalah saya mendengarkan langsung pengakuan dari seorang mantan TKI yang pernah bekerja di sana. Dimulai dari kisah pemerkosaan, penyiksaan, sampai kepada hamil dari hasil hubungan dengan majikannya atau anggota keluarga majikannya. Banyak TKW yang tidak tahan dengan pelecehan dan derita yang dialami memilih pergi meninggalkan keluarga tempatnya bekerja untuk mencoba pindah bekerja dengan keluarga yang lain yang bagi sebagian TKI bisa menjadi jalan keluar tetapi tidak sedikit pula yang akan menimbulkan banyak persoalan yang semakin rumit. Yang gagal menemukan pekerjaan baru tidak sedikit juga yang terjerumus ke dalam dunia pelacuran dan permasalahan sosial seperti hidup bersama tanpa nikah dan tindak kekerasan lainnya.

Walaupun itu merupakan kisah yang pernah dialaminya namun cukup memberikan banyak arti dan pelajaran bagi para pekerja Indonesia yang ingin menjadi TKI ke luar negeri. Persiapan yang baik dari kelangkapan dokumen sampai kepada keterampilan yang harus dimiliki harus benar-benar dipenuhi dan dikuasai. Selain itu karakter yang baik juga perlu ditanamkan seperti daya juang, pantang menyerah, disiplin, bertanggung jawab, dan sikap mental positif serta hal tersebut perlu dibungkus dengan kekuatan spiritual

Begitu banyak kisah yang dialami oleh para TKI yang memerlukan penanganan yang ekstra dari para pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan baik pemerintah maupun pihak swasta yang menjadi agen pemberangkatan TKI ke luar negeri. Dari sepenggal kisah yang diceritakan oleh supir taksi tersebut yang memang belum semuanya saya tuliskan. Sulit membayangkan hal tesebut benar-benar terjadi dan dialami oleh para TKI. Diakhir perjalanan saya menuju ke rumah, dalam hati doa terucap untuk para tenaga kerja Indonesia, semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang senatiasa melindungi dan memberikan kebaikan dimanapun mereka berada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun