Mohon tunggu...
Muhammad Supriyadi
Muhammad Supriyadi Mohon Tunggu... -

Penulis Lepas, peneliti di Concern Jakarta, dan Staf Analis PTIK

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Hari Raya Penuh Cinta dan Kasih Sayang

16 Juli 2015   14:28 Diperbarui: 16 Juli 2015   14:28 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Hari Raya Penuh Cinta dan Kasih Sayang

Mohammad Supriyadi

Nahdliyin

 

Tak terasa, bulan yang penuh berkah (syahrul mubaarak) meninggalkan kita. Dalam posisi ini, rasulullah meneteskan air mata, sembari bersujud dan berdoa. Mungkinkah Allah akan memberikan umur yang panjang, sehingga dapat menikmati indahnya ramadhan yang akan datang.

Sebulan kita digembleng dengan raga yang penuh kesensaraan. Pagi hari hingga terbenamnya matahari, kita dilarang apa yang sebelumnya bukan larangan. Makan, minum dan beberapa yang membatalkan puasa, bukan larangan sebelum masuk bulan ramadhan. Di titik itulah kita diuji, dengan jiwa yang dahaga dan lapar. Afalaa tat taquun.

Penggalan ayat dari Surat Al Baqarah ayat 184 di atas, merupakan target diwajibkannya berpuasa. Penekanan ibadah puasa bukan pada masa kita menjalankan. Tapi, inti dari ajaran dan makna puasa ada pada setelah kita ditinggalkan bulan suci ramadhan. Mulai dari perilaku, tutur kata, serta kasih sayang dan cinta kita kepada sesama.

Akhir dari rangkaian ibadah puasa, kita diwajibkan membayar zakat—fitrah maupun mal—bagi yang mampu. Zakat dari arti spiritual keagamaan maupun sosial, membantu meringankan beban kehidupan bagi yang tidak mampu disaat waktu yang bahagia (hari raya). Kebagian itu haru mampu dirasakan oleh seluruh muslim “kaffah” sebagai bentuk “kemenangan” pasca ramadhan.

Hari raya merupakan wadah pendek dari ujian semua itu. Dimana budaya dan adat istiadat nusantara, merayakan akhir ramadhan dengan bersilaturrahim dan bersalaman saling memaafkan antar sesama. Bahkan sebagian muslim, lebih mementingkan hari raya idul fitri daripada bulan ramadhan. Ada logika yang terbalik.

Imam Syibawih dalam kitabnya “ihya’ ulumuddin” sudah memprediksi lebih awal, bahwa kita tidak bisa menyalahkannya, sebab kadar keimanan seseorang bertingkat. Namun, yang terpenting dari kadar dan tingkatan tersebut, imam syibaweh menekankan, bahwa baik orang yang beriman daripada mereka yang kafir (tidak berimanan sama sekali).

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun