Sebagaimana sebelumnya, Perayaan Idul Fitri kali ini, saya, istri, dan kedua putra saya menggunakannya untuk bersilaturrahim ke rumah saudara – saudara, baik saudara dari saya maupun saudara dari istri. Salah satunya adalah bersilaturrahim ke rumah Bu Pris (begitu saya dan istri memanggilnya). Bu Pris adalah adik dari ibu mertua saya.
Begitu sampai di rumahnya kami masuk dan bersalam – salaman.Setelah lumayan lama bermain dan berbincang – bincang, kami pun berpamitan pulang. Tetapi, sebelum pulang, bu Pris memanggil kedua putra saya.
“Mas Danish, sini… Ini untuk mas Danish… Ini untuk adik Rizal…” kata bu Pris, budenya anak – anak sambil menyerahkan dua amplop kecil bergambar kartun anak.
“Terimakasih…” Jawab anak - anak serentak.
“Sama – sama… Mau dibuat apa uangnya nanti?” tanya bu Pris kembali
“Ditabung, biar uangnya banyak” jawab Danish.
“Oh, pintarnya… kirain buat beli mercon kaya’ mas Bagus…” puji dan jawab bu Pris.
Salah satu tradisi dari perayaan Idul Fitri adalah memberi uang sangu kepada anak – anak. Sejak saya kecilpun tradisi ini sudah ada dan terus bertahan hingga sekarang.
Sayangnya, di era yang modern dan canggih seperti saat ini, bagi sebagian anak uang saku mereka yang terkumpul mereka gunakan untuk hal – hal yang kurang bermanfaat. Misalnya, untuk beli mercon (petasan), beli mainan, handphone baru, main game online, atau lainnya.
Biasanya, anak – anak yang menggunakan uang saku lebaran untuk hal – hal yang kurang bermanfaat karena mereka belum mengerti tentang nilai uang dan bagaimana menggunakannya dengan baik.
Alhamdulillah, putra pertama saya Danish (meskipun usianya baru 6,8 tahun) ternyata ia sudah mengerti nilai uang dan mampu menggunakannya dengan baik.