Mohon tunggu...
Mirza Wirashalci
Mirza Wirashalci Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pentingnya Manajemen Budaya dalam Menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)

13 Oktober 2014   19:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:12 1564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini saya akan Mendiskusikan betapa pentingnya manajemen budaya dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), artikel ini ditulis oleh teman-teman saya dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Kinerja. Masyarakat Ekonomi ASEAN atau biasa disingkat menjadi MEA akan mulai diterapkan mulai awal tahun 2015 ini. Program MEA ini mengharuskan seluruh negaraanggota ASEAN mengikuti perdagangan, pertukaran tenaga kerja dan lainnya yang mencakup segi ekonomi antarnegara. Salah satu aspeknya yaitu pertukaran dan persaingan tenaga kerja menjadi fokus dalam artikel ini. Hal ini dikarenakan dalam suatu perusahaan, tenaga kerja merupakan aset berharga yang harus dikembangkan dan dipertahankan.

Tingkat keberhasilan dan prestasi kerja dari seorang karyawan dapat dilihat dari tingkat kinerjanya. Bagus atau tidaknya kinerja seorang karyawan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah budaya kerja yang ada di perusahaan tersebut. Budaya merupakan bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Menurut E.B Tylor budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan budaya kerja adalah suatu perilaku, kebiasaan serta kerangka psikologis yang dimiliki, dipercayai, dan dilakukan oleh semua anggota organisasi.

Budaya kerja yang dimiliki  setiap perusahaan tentulah berbeda-beda, apalagi budaya kerja setiap negara, tentu saja akan ada perbedaan, seperti kata pepatah, “lain lubuk lain ikannya”, saat program MEA berlangsung akan terjadi perpindahan tenaga kerja dari satu negara ke negara lain di kawasan ASEAN, suatu perusahaan bisa saja memiliki karyawan yang berasal dari tiga negara atau lebih, dan tentu saja mereka sudah terbiasa dengan budaya kerja yang telah mereka terapkan pada perusahaan di negara mereka.  Sebagaimana seperti yang telah kita ketahui budaya kerja memiliki kaitan yang sangat erat dengan kinerja karyawan. Budaya kerja yang baik akan menimbulkan dampak yang baik kepada organisasi, seperti meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan kepuasan kerja, menjamin hasil kerja berkualitas, memperkuat jaringan kerja dan manfaat lainnya.

Namun saat mereka bekerja pada perusahaan di negara berbeda mereka akan mendapatkan budaya kerja yang mungkin saja berbeda dengan budaya kerja yang diterapkan di negara asalnya, misalnya seseorang yang sudah terbiasa bekerja dengan budaya kerja individualistik terpaksa harus bekerja dengan budaya kerja kolektif. Hal ini menyebabkan adanya perubahan mendadak budaya kerja yang dirasakan oleh karyawan, sehingga kemungkinan besar karyawan akan merasakan ketidaknyamanan ketika bekerja, motivasi karyawan pun akan menurun, dan pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kinerja. Karena pada dasarnya kinerja individu di tempat kerja tidak hanya tergantung pada kemampuannya, tetapi juga pada motivasi yang dimiliki.

Keadaan seperti ini tidak dapat dibiarkan berlangsung dalam waktu lama karena buruknya kinerja karyawan menyebabkan turunnya produktivitas. Tak hanya itu, perusahaan juga dapat menderita kerugian yang cukup besar karenanya. Untuk mengatasi hal ini pihak manajemen perusahaan, khususnya bagian sumber daya manusia, harus segera mengambil tindakan tegas. Tindakan yang dimaksud bukan dengan menghukum atau memaksa karyawan, karena akan berakibat makin rendahnya kualitas kerja karyawan. Tetapi lebih seperti memberi bimbingan tentang budaya kerja yang ada dan memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya budaya kerja yang ada sekarang tidaklah terlalu jauh berbeda dengan budaya kerja di perusahaan asal mereka. Selain itu, pihak manajemen harus memastikan bahwa tenaga kerja baru ini merasa diterima di lingkungan barunya dan dapat menjalin hubungan kerja yang baik diantar karyawan lainnya sehingga mereka merasa betah. Keseluruhan proses ini akan membutuhkan sedikit waktu, tetapi itu lebih baik daripada perusahaan harus menanggung keluhan ketidaknyamanan yang dirasakan karyawan baru.

By: Dipasena Yanuaresta, Afrian Destama,Hyra Jamza, Winda Dezi, Mirza Wirashalci

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun