Lahan Basah (Yus Rusila Noor)
Lahan basah dalam tulisan ini bukan ‘lahan basah’ yang disenangi oleh para koruptor, tetapi lahan basah yang dimaksud adalah “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut.”
Pengertian tersebut sesuai dengan konvensi Ramsar yang ditandatangani pada tanggal 2 Februari 1971 di kota Ramsar, Iran.
Saat ini ada 1 miliar lebih manusia yang hidupnya tergantung dari lahan basah. Sayangnya lahan basah belum menjadi perhatian serius, baik di kalangan umat Islam, organisasi dan negara-negara Islam. Konflik tak berkesudahan di Timur Tengah, munculnya gerombolan ISIS dan menguatnya kelompok Islam radikal dan intoleran semakin menjauhkan umat Islam dari lahan basah.
Indonesia sebagai negara yang jumlah penduduknya beragama Islam terbesar di dunia dan sudah meratifikasi konvensi Ramsar pada tahun 1991 melalui Kepres No 48, saat ini justru laju kerusakan dan penghancuran lahan basahnya sangat tinggi.
Penebangan hutan mangrove, pembakaran lahan gambut, penghancuran terumbu karang, alih fungsi lahan pertanian, reklamasi pantai, serta pencemaran sungai dan laut adalah fakta yang sangat memprihatinkan. Penghancuran tersebut disebabkan adanya kebijakan pemerintah yang tidak pro lingkungan dan minimya pengetahuan serta kesadaran umat Islam akan pentingnya lahan basah.
Umat Islam Belum Peduli
Menguatnya kelompok Islam radikal dan intoleran di Indonesia semakin menjauhkan umat dari permasalan yang lebih beradab (lingkungan). Pengkafiran antar umat Islam, pengusiran Ahmadiyah dan tuduhan Syiah sesat lebih mendominasi kehidupan keberagamaan umat Islam hari-hari ini.
Lahan basah yang menjadi urat nadi kehidupan terbengkalai dan asing di kalangan umat Islam. Padahal lahan basah merupakan ekosistem paling produktif di dunia yang tentunya memberikan banyak manfaat, baik secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya
Indonesia yang memiliki luas lahan basah mencapai 40 juta hektar saat ini mengalami penurunan drastis akibat eksploitasi yang berlebihan. Krisis air bersih, kekeringan, banjir, intrusi air laut ke daratan, dan abrasi adalah dampak yang sudah dirasakan saat ini. Eksploitasi lahan basah yang berlebihan tanpa melakukan upaya pelestarian menjadi ancaman nyata yang ada didepan mata.
Jadi bukan Syiah, Ahmadiyah atau LGBT yang menjadi ancaman kehidupan seperti yang disuarakan kelompok-kelompok intoleran, tetapi ancaman sesungguhnya adalah ketidakpedulian umat Islam akan lingkungan (lahan basah).