Mohon tunggu...
Saddam Hussein
Saddam Hussein Mohon Tunggu... -

Dalam Proses Hidup, Hitam dan Putih adalah Representasi Pahit Manisnya Kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Islam Agamaku, Bukan Negaraku

5 Desember 2014   03:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:01 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agama merupakan urusan masing – masing individu. Agama tidak boleh masuk dalam urusan politik, karena jika agama masuk dalam urusan politik akan bisa menjadi fasisme gaya baru, sehingga tidak bisa demokratis. Saya pernah membaca sebuah artikel milik Bung Karno yang berjudul “Apa Sebab Turki Memisahkan Agama Dari Negara”. Dalam artikelnya tersebut beliau mengatakan bahwa “Manakala agama dipakai buat memerintah, ia selalu dipakai sebagai alat penghukum ditangannya raja – raja, orang – orang zalim dan orang – orang tangan besi. Dan manakala zaman modern memisahkan urusan dunia daripada urusan spiritual, maka ia telah menyelamatkan dunia dari banyak kebejatan, dan ia secara otomatis telah memberikan singgasana yang maha kuat bagi agama didalam Qalbunya. Dan seorang mantan pemimpin Turki yaitu Kamal Ataturk juga pernah berkata Bahwa “saya memerdekakan agama islam dari ikatannya negara, agar supaya agama Islam bukan tinggal agama yang memutarkan tasbih didalam masjid saja, tetapi akan menjadi suatu gerakan yang membawa kepada Perjuangan, dan saya tidak ingin agama dijadikan perkakas dalam keperluan – keperluan politik, serta saya tidak ingin pemerintah campur tangan didalam bagian – bagian yang paling suci dari hak – hak manusia dalam agama”.

Memang barangkali sudah boleh dikatakan secara adil bahawa maksud dari pemimpin – pemimpin besar tersebut, bukanlah maksud – maksud jahat yang akan menindas agama Islam, merugikan agama Islam, atau mendurhakai agama Islam, tetapi justru ingin dan akan menyuburkan agama Islam itu, atau setidaknya memerdekakan agama Islam itu dari ikatan – ikatan yang menghalangi ia punya kesuburan, yakni ikatan – ikatannya pemegang Negara, ikatan – ikatannya pemerintah, dan ikatan – ikatannya pemegang kekuasaan yang zalim dan sempit pikiran. dan intinya yaitu “Islam dipisahkan dari Negara, agar supaya Islam merdeka, dan Negarapun merdeka. Dan agar supaya Islam berjalan sendiri, sehingga Islam subur dan Negarapun ikut subur”. Buat apa kita bangga punya Negara Islam, kalau ekonominya kocar – kacir, sosialnya kacau balau, Politiknya busuk, keagamaannya mengap – mengap. Buat apa kita bangga mempunyai “Negara Islam” kalau Negara Islam itu praktek kehidupan Internasional dan kehidupan sehari – harinya jadi pembicaraan orang, tertawaan orang, dan jadi cemoohan orang. Bukankah itu benar.???

Oleh karena itu, bagi saya sudah saatnya kita tidak mencampur adukkan agama dengan Negara agar dua – duanya subur. Bagi saya, jika kita mau menjadi orang yang beragama, kita harus mengabdikan diri untuk kepentingan masyarakat. Pada syariat saya menemukan bagaimana sebenarnya agama sudah seharusnya diabadikan pada kepentingan kemanusiaan bukan Negara.

Dengan menyaksikan segala realitas yang terjadi dewasa ini, saya sempat menemukan beberapa orang bahkan organisasi maupun klompok – kelompok lain dalam masyarakat yang tidak menerima pendapat – pendapat semacam ini, bahkan wajah ini pernah mendapat Justifikasi “Kafir, tak bertuhan dan tak beragama”. Selain itu, bahkan ada yang mempertanyakan eksistensi keimanan saya.  Hidup dinegara seperti ini memang sangat membingungkan, mengklaim diri sebagai Negara Demokrasi, tapi memotong lidah orang – orang yang memiliki pendapat berbeda dari mayoritas yang lain.

Rasa – rasanya tak ada untungnya berdebat panjang lebar dengan mereka, dengan segala pertanyaan sekaligus pernyataan mereka tentangku, Aku hanya ingin mengatakan pada mereka bahwa, inilah bukti pengabdian saya kepada Tuhan,  bukti saya tunduk, bukti saya menyerahkan diri pada Tuhan “Inna Sholati Wa Nusuki Wa  Mahyaya Wa  Mamati  Lillahi Rabbil Alamin”. Disinilah saya menemukan diri sebagai seorang yang religius. Meski tidak harus menggunakan bendera Islam. Saya memegang esensi dari ajaran Islam.

Dalam banyak hal, Saya skeptis terhadap orang yang membawa bendera Islam, tak terkecuali para tokoh-tokoh agama maupun para ustad-ustad yang berjalan dari masjid – kemasjid kemudian tak sedikitpun menyentuh lapisan bawah masyarakat yang sejatinya memerlukan siraman – siraman rohan dari mereka. Menurut saya, mereka hanya memakai islam sebagai tunggangan untuk kepentingannya sendiri. Kalau memang mereka benar – benar memperjuangkan Islam, maka seharusnya mereka membela buruh, dan membela petani dan kaum miskin lainnya dimanapun mereka berada. Karena mayoritas umat Islam itu ada disana. Bukannya memakai bendera Islam, tetapi kerjanya ngumpulin kekayaan untuk diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun