Mohon tunggu...
Mila Sariyanti
Mila Sariyanti Mohon Tunggu... -

Hidup ini tidak hanya sekedar torehan hitam yang ada di atas kanvas, tetapi butuh banyak warna yang harus diusap untuk mengindahkan tinta hitam yang terlanjur banyak ditorehkan..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penantian

1 Maret 2014   17:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara desusan ombak sudah semakin berisik dan kekuatannya pun sudah melebihi kekuatan tubuhku tuk berpijak di muka bumi ini. Semangat ku tuk menunggu mu semakin lama tak kunjung menghilang dari benakku. Namun semakin menjadi-jadi bagai kobaran api yang menyulut kayu bakar.Tapi apakah kau masih datang?. Semua yang aku impikan, bayangkan dan gambarkan adalah semua yang berkaitan denganmu. Air, pasir pantai, dan langit biru yang mewarnai lautan menjadi saksi bisu bahwa aku tetap setia menunggumu disini. Tak sedikit aku meneteskan air mataku untukmu, tak sedikit aku lelah karena menunggu dan tak sedikit waktu untuk aku membayang dan mengkhayalmu didalam benakku. Hari ini masih sama dengan hari yang sebelumnya, aku hanya menemukan sekumpulan kehidupan pantai yang tenang, tak sesosok orangpun yang aku temui disini. Kuputuskan aku tuk kembali ke rumah indah ku. Dengan peran yang berbeda aku menjadi seorang kakak yang harus ceria karena adikku yang menderita sakit kanker harus aku rawat dengan segenap jiwa dan ragaku. Tinggal di sebelah pantai hanya dengan seorang adik adalah bukan hal yang indah. Kami berdua selalu berharap agar keluarga kami kembali utuh seperti dahulu. Namun hanya dengan tawa dan canda selalu tersirat dalam setiap hari-hari kelabu kami. Sesaat aku membuka pintu, adikku terkapar didepan foto ayah dan ibu. Seketika itu aku menggendongnya dan kemudian membawanya ke rumah sakit. Namun bagai petir yang menyambar pohon yang kokoh. Aku tidak memiliki sejumlah uang yang harus aku bayarkan kepada pihak rumah sakit. Aku hanya bisa terdiam dan melangkahkan kakiku untuk mencari bantuan. Akupun menyusuri jalanan setapak ini bersama dengan tetesan air hujan yang ikut berduka karena musibah yang terjadi padaku. Namun setelah kulangkahkan kakiku tidak ada seorang pun yang dapat membantu aku tak terkecuali kepala pimpinan dimana tempat aku bekrja. Aku pun segera kembali ke rumah sakit. Tapi tak ada tubuh adikku yang terbaring diatas ranjang pesakitan itu. Sesegera aku berlari dan bertanya kepada suster yang merawat adiku. Namun tiada satu orangpun yang tahu keberadaan adikku. Aku semakin sesak dan tak tertahan. Kusempatkan diriku untuk duduk sejenak dan memikirkan dimana keberadaan adikku. Tak lama kemudian seorang anak kecil memberikan aku bunga. "Kakak yang cantik ini bunga yang cantik untuk kakak, kecantikan kakak tidak pantas kakak  lumuri dengan air mata, Namun senyuman yang bisa membuat kecantikan kakak semakin cantik". Aku hanya bisa tersenyum dan mengucapkan terimakasih kepada gadis kecil itu. Aku pun segera kembali ke istanaku, namun sudah ada banyak orang yang mengerumuni rumah ku. Aku hanya bisa berlari dan masuk kedalam rumah. Menatap wajah mereka seakan mereka menjerit dan merasa kasihan terhadapku. Setelah seorang menghampiriku, dia kemudian memelukku sambil berkata,"Kau yang sabar ya nak, ini adalah cobaan untukmu". Adikmu meninggal bukan keinginannya, ia pergi bukan karena ia membencimu. Namun ia pergi karena mencintaimu, dia sangat sayang kepadamu. Hanya boneka kecil ini yang dititipkan dia untuk diberikan kepadamu. Serentak dunia ku hancur, semua menjadi hitam dan tak ada lagi kebahagiaan yang terlintas dalam kehidupanku. Hal yang membuat aku tetap bertahan dalam hidup yang sulit ini hanyalah adikku seorang. Adikku yang cantik meninggalkan dunianya dengan wajah yang tenang dan penuh kegembiraan. Tak henti-hentinya aku menciumi fotomu seusai kepergianmu. Setahun semenjak kejadian itu, aku mulai bangkit dari keterpurukan. Aku adalah Melati, nama yang sangat indah diberikan kepadaku agar aku tetap berhati bersih, ceria, dan selalu menolong terhadap sesama adalah nama yang indah yang aku miliki. Setiap hari aku bekerja menjadi seorang sekertaris disebuah perusahaan dikotaku. Paginya aku harus membantu seorang nenek tua renta untuk berbelanja sayuran. Namun hal yang tidak bisa kulupakan dan kutinggalkan yaitu pantai ini, pantai yang menjadi tempat curahan hati, rindu dan duka kulakukan seusai aku mengemban tugasku sebagai manusia. Dan engkau Robi, aku akan selalu mengingat mu, meski kau sekarang sudah melupakan aku. Aku yang ceria dan cuek terhadap perasaan cinta membuat aku menjadi hidup dalam kesendirian yang tidak mengenal apa itu arti cinta yang sesungguhnya. Robi adalah teman kecilku yang selalu berjanji akan selalu menjaga dan melindungiku. Tapi, kenapa samapai sekarang kau tidak kunjung melindungiku ketika badai ombak terus menerus mengguyur tubuhku?. Suatu ketika, aku bertemu dengan seseorang yang baik dan selalu menyayangiku. Dia mencoba tetap membuat aku tersenyum, menjadi sandaran ketika aku sakit dan mau menjadi apapun hanya demi aku. Dia adalah Matahari. Namanya seindah paras dan akhlaknya. Aku belum bisa menerima sinarnya tuk menyinari hatiku sebelum aku tahu Robi memang benar-benar bukan untukku. Setiap hari kutuliskan surat kepadanya dan ini adalah surat ke-450 yang kukirim selama 10 tahun dan tiada balas. Hari ini adalah hari terakhir aku menunggumu, tapi bukan hari terakhir aku mencintaimu. Hanya satu yang aku minta darimu, aku hanya ingin melihatmu tersenyum padaku dan kuucap terimakasih telah mewarnai hidupku. Hari ini suratmu tidak aku kirim lewat pantai, namun kuletakkan ditempat dimana kita melukiskan kebersamaan kita dahulu. Sejak itu aku mulai jarang pergi kepantai. Dan kubuka hatiku untuk orang yang selalu ada didekatku, dia memang benar-benar seorang matahari. Senyumannya mengingatkan ku pada Robi dan perkataannya pun hampir mirip dengan Robi. Namun, matahari pun sepertinya menunggu seseorang yang benar-benar ia cintai. Akupun sadar dan tak pernah mengharap dia kembali lagi tuk menyinariku. Kubuka lembaran kenangan masalalu dan teringat ucapannya, "Tunggu aku dibulan dimana kita dipertemukan untuk 10 tahun yang akan datang, aku pasti menunggumu meski harus sampai mentari menyapaku kembali". Serentak aku berlari menuju pantai dan  kulihat seseorang duduk ditempat dimana aku dan Robi dulu bercanda. Tak tahan aku pun merangkulnya dan setelah dia menoleh kepadaku, ternyata dia adalah matahari. Matahari yang selama ini    menjaga dan melindungiku adalah Robi. Kehadirannya 5 bulan terakhir ini memang hanya untuk menguji kesetiaan cintaku padanya. Akupun menangis dan tersenyum. Bunga itu tetap menjadi saksi bisu kisah cinta kita meski kita tidak berada dalam dunia yang sama.

Hanya sepatah kata yang bisa ku sampaikan kepadamu, "Meninggalkanmu bukan kemauan ku, keinginanku hanya menunggumu dan selalu mencintaimu, memilikimu adalah suatu hal yang terindah dalam hidupku, namun Tuhan memiliki rencana lain agar aku berkumpul dengan adikku untuk melihatmu dibalik bintang yang bersinar indah diatas langit yang indah. "Cinta adalah suatu hal yang terindah dan mengenalmu adalah suatu karunia yang terhebat dalam hidupku, walau pada akhirnya aku tidak akan pernah memilikimu".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun