Hiruk pikuk politik dalam negeri memicu pandangan pesimis terhadap Indonesia. Pertanyaan yang sering muncul menyangkut kemampuan Indonesia bersaing dengan negara-negara lainnya di dunia? Pertanyaan ini tidak datang dari luar negeri, justru hadir di dalam negeri.
Intrik politik dan berbagai shownya di media (baik cetak elektronik maupun media sosial) membenarkan sikap pesimis terhadap masa depan Indonesia. Jika di luar negeri, sanjungan dan pujian selalu dialamatkan kepada Indonesia, hal yang bertolak belakang dengan pendapat para pelaku politik domestik. Mungkin karena sudut pandang masing-masing pihak berbeda, sehingga kredit poin yang diberikan juga berbeda-beda.
Ditengah miringnya pendapat orang di dalam negeri, saya ingin memberi perspektif yang positif terhadap Indonesia dan masa depannya. Saya ingin mengutip pendapat Dino Patti Djalal yang mengatakan bahwa ada empat hal yang bisa menduniakan Indonesia (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/13/15260642/Empat.Hal.untuk.Menduniakan.Indonesia .
Pertama, kata Dino, jangan lewatkan peluang sejarah. Dulu, Presiden Soekarno pernah menyatakan Jas Merah yaitu Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Kini dengan masa yang berbeda, ungkapan tersebut juga tidak boleh dilupakan bahkan harus dijadikan peluang untuk bisa menduniakan Indonesia.
Kedua, lanjut Dino, jangan pernah takut hadapi dunia. Saat ini, dunia sedang dihebohkan dengan isu pemanasan global. Sebagai salah satu negara yang masuk daerah khatulistiwa dan merupakan paru-paru dunia, justru isu tersebut harus dijadikan sebagai peluang untuk bisa memberikan manfaat ke dunia.
Ketiga, jangan merasa hebat dulu. Meski negara Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar ke-15 dunia dan terbesar kedua setelah China, Dino menyarankan agar masyarakat Indonesia jangan merasa hebat dulu.
Dan yang terakhir, jangan pernah melupakan bahwa Indonesia itu memiliki kekhasan. Dino menilai mengapa banyak orang asing melirik Indonesia, itu karena asing mengapresiasi budaya Indonesia. "Kita masih dianggap sebagai masyarakat yang berbudaya, mendukung pluralisme, terbuka dan demokrasi," tambahnya.
Pendapat Dino tentu masih bisa diperdebatkan, tapi sisi positifnya yang perlu diambil. Saya ingin menyinggung Demokrasi sebagai contoh melihat Indonesia. Coba bandingkan Indonesia dengan negara-negara yang paling demokratis sekalipun, Indonesia jauh melesat meninggalkan negara-negara demokratis terbesar diseluruh dunia. Indonesia memperlihatkan kemampuannya menjalankan demokrasi dengan benar dan tanpa konflik yang berarti. Indonesia dengan usianya yang masih muda dalam hal demokrasi, mampu tampil sebagai kampiun demokrasi nomor wahid.
Keterbukaan dan kemampuan mengelola demokrasi (ditunjukkan dengan pemilihan langsung oleh rakyat) patut diapresiasi. Di Amerika saja, pemilihan Presiden masih dengan memilih perwakilan terlebih dahulu. Tentu tanpa ingin membanding-bandingkan baik dan buruknya Amerika dan Indonesia. Ahmadinejad dalam forum demokrasi di Bali dengan gamlang mengatakan ingin belajar demokrasi dari Indonesia.
Demokrasi berhasil dilaksanakan ditengah komunitas muslin mayoritas. Mengapa hal ini perlu saya singgung, karena demokrasi dalam banyak diskursus di Indonesia masih sering dipertentangkan oleh sejumlah orang. Semoga demokrasi yang ada saat ini tetap terjaga dan meningkat kualitasnya. Dengan demikian kita masih tetap optimis melihat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H