Mohon tunggu...
Farid Muhammad
Farid Muhammad Mohon Tunggu... penikmat kopi dan buku -

read, share, happy...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjadi Satu di Sembilan Belas Dua Delapan

28 Oktober 2013   09:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:56 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini, adalah momentum paling bersejarah bangsa. Karena 84 tahun silam, bangsa ini pernah berjanji bersama. Tanpa peduli besarnya jurang perbedaan diantara mereka. Itulah SOEMPAH PEMOEDA.

Jika ditelaah, bukan saja beda bahasa, namun juga beda latar keilmuan, paham pikiran, bahkan gerakan perjuangan, yang kelak terkuak di kemudian. Mohammad Yamin, sang peramu rumusan sumpah pemuda, adalah asal Padang Panjang, seorang pujangga handal dunia sastra Indonesia dekade 1920-an. Amir Sjarifuddin, adalah pemuda Tapanuli, seorang ahli hukum kenamaan, aktif dalam berbagai diskusi dan aksi radikal terhadap kolonial. Mohammad Roem, pemuda asal Temanggung Jawa Tengah, sang diplomat  ulung. Johannes Leimena, pembantu VI kongres pemuda, adalah asal Ambon, dan seorang dokter ahli. Juga hadir diantaranya sebagai anggota kongres, adalah SM. Kartosoewirjo, pemuda asal Cepu Jawa Tengah,  dan Van der Plaas sebagai wakil Pemerintahan Belanda.

Mereka para pemuda ini jelas-jelas berbeda latar pendidikan dan visi kebangsaan. Terkuak di kemudian hari, misalnya, Amir Sjarifuddin, pemuda yang pindah agama ke Kristen ini ternyata berhaluan kiri, terkait erat dengan politik Musso 1936, dan diduga kuat menjadi dalang pemberontakan PKI di Madiun 1948. Mohammad Roem, meskipun memiliki nasionalisme yang tinggi, namun tidak tercerabut dari akar keislamannya yang kuat. Ia bahkan pernah berkonflik dengan Soekarno karena terlalu 'dekat' tokoh-tokoh PRRI, bahkan dipenjarakan dengan tuduhan percobaan pembunuhan Soekarno dalam peristiwa Cendrawasih 1962. SM Kartosoewirjo bahkan terlibat secara frontal dengan pemerintahan Soekarno, mendirikan NII 1949, dieksekusi di pulau Ubi dengan membawa paham Islami sampai mati. Berbeda 100 derajat dengan Kartosoewirjo, Van der Plass justru melanggengkan cengkraman Kolonial di berbagai peristiwa politik tanah air. Ia bahkan berada di semua gerakan pemberontakan; mengendalikan jaringan Amir Sjarifuddin dlm pemberontakan PKI di Madiun, membuka jalur pasokan senjata dari jalur Dr. Soemitro untuk gerakan PRRI-Permesta, bahkan menjadi "guru" bagi Soeharto dalam gerakan 30 September. Mungkin hanya Mohammad Yamin dan Johannes Leimena yang relatif konsisten dalam visi dan misi kebangsaan Indonesia, sampai akhir hayatnya.

Hebatnya, mereka yang berbeda haluan itu pernah "duduk satu meja" di tahun sembilas dua delapan. Berjanji mengikrarkan sumpah untuk bersatu melawan penjajahan. Tanpa pandang perbedaan. Tanpa peduli haluan gerakan dan pemikiran. Namun seiring waktu berjalan, mereka pun berbeda pandangan, berkonfrontasi, bahkan saling berperang.

Persatuan dengan demikian masih harus terus diperjuangkan. Ia bukan hadiah langsung jadi dari Tuhan. Melainkan sebuah cita-cita yang harus terus diupayakan. Meskipun harus dengan jatuh bangunnya sebuah peradaban.

Soempah Pemuda Sembilan Belas Dua Delapan adalah "janji" yang harus ditunaikan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun