Aku percaya bahwa tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua sudah tercatat dalam skenario-nya. Begitu juga tentang pertemuan pertama kita. Bahwa diantara milyaran manusia yang ada di dunia, Tuhan memilih aku dan kamu untuk berkenalan, bahwa Tuhan juga yang menaruh rasa di hati kita, lalu tumbuh untuk sesaat dan hilang entah kemana.
Kamu ingat perkenalan pertama kita dibawah terangnya langit Kampung Lumbung kota Batu? Kata orang, ini “Love at The First Sight”. Iya kamu, pria bermata sendu, berkulit bersih, berbadan tegap dan berponi samping. Kamu berhasil mencuri perhatianku. Aku dan kamu, pada awalnya mungkin tak pernah menyangka akan dipertemukan seperti ini. Aku dan kamu, pada awalnya mungkin tak pernah menyangka bahwa sesuatu yang awalnya kita sebut ‘pelarian’ akan bertahan sejauh ini.
Semesta kala itu menjadi saksi bahwa kita dipertemukan untuk saling jatuh cinta. Aku tak berani buru-buru memutuskan bahwa ini adalah cinta. Kita baru saja berkenalan, namun rasanya aku slalu ingin berada di dekatmu, juga di sampingmu. Kamu tau sayang? Semesta itu luar biasa. Mereka berkonspirasi sedemikian rupa agar aku dan kamu di jadwalkan untuk bekerja di hari yang sama. Aku tak menyangka bahwa berkenalan denganmu adalah konspirasi paling menakjubkan dalam hidupku.
Apa kamu ingat bahwa sehari setelah pertemuan pertama kita, kamu bersikeras datang ke kos ku untuk sekedar mengantarku mencari makan malam? Apa Kamu ingat bahwa setelah pertemuan pertama kita, kamu jadi sering datang ke kos ku untuk memberikan tumpangan ke tempat kerja? Apa kamu ingat setiap gerakan bibirmu yang selalu berucap bahwa aku cantik? Apa kamu juga ingat tentang jemari kita yang saling menaut kemana pun kaki kita melangkah? Atau apa kamu juga masih ingat tentang percakapan kecil kita tentang ‘rasa’ itu?
Kita berjalan mengarungi hari demi hari bersama. Berbagi tawa, berbagi pelukan dan berbagi kecupan. Tanpa kamu sadari, aku sering diam-diam menatapmu. Aku sering menatapmu lalu bertanya dalam hati apa semua ini pada akhirnya akan berakhir begitu saja? Aku sering menatapmu lalu terkurung dalam ketakutanku bahwa suatu hari nanti kamu akan pergi seakan tak pernah terjadi apa-apa diantara kita. Kamu tau sayang? Aku suka saat harus menghabiskan beberapa menit sebelum tidur untuk membaca pesan singkat darimu. Aku suka saat kamu datang terburu-buru hanya untuk mengkhawatirkan suhu tubuhku yang tiba-tiba melonjak naik. Dan aku juga suka dengan semua kecupan yang selalu mendarat di keningku di setiap akhir sholat kita.
Kamu, pria bermata sendu yang selalu menatapku sayang. Pria bermata sendu yang slalu memperlakukan ku semanis mungkin. Pria bermata sendu yang tatapan matanya adalah satu-satunya keteduhan yang selalu ingin ku lihat setiap hari. Terimakasih sudah pernah ada. Terimakasih sudah pernah singgah dan berbagi warna. Terimakasih telah membawakan sesuatu yang kupikir itu cinta. Maafkan salahku yang pernah berharap bahwa hubungan kita bisa lebih dari ini, maafkan salahku yang pernah berharap bahwa hubungan kita bisa berjalan lebih jauh dari ini. Kini semua berakhir tanpa ucapan pisah, dan tanpa lambaian tangan. Berjanjilah.. bila suatu hari nanti semesta berkonspirasi lagi untuk mempertemukan kita, kumohon tersenyumlah dan berucaplah dalam hati bahwa wanita ini pernah teramat sangat menyayangimu.
Catatan yang akhirnya diterbitkan,
Dari wanitamu yang akhirnya menyerah dalam ketidakjelasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H