Mohon tunggu...
Sarma Manurung
Sarma Manurung Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Terlahir sebagai perempuan merdeka dan memilih untuk tetap menjadi perempuan merdeka ..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Ramadhan

5 Agustus 2013   09:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:36 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1375670665849442898

Panggil aku Supri. Umurku menjelang 15 tahun. Seharusnya aku sudah SMA, tapi karena sesuatu hal, sekarang aku masih kelas 9 SMP. Aku tinggal di sebuah perkampungan di daerah Tangerang bersama ibu dan kedua adik perempuanku. Ayahku bekerja di daerah Serang dan pulang sebulan sekali. Kontrakan kami ini dekat dengan sebuah mesjid. Karena itulah, ibuku selalu mengingatkan kami untuk beribadah. Sudah sejak SD aku diwajibkan ikut sholat Jumat oleh ibuku.

Tiap hari aku melewati sebuah gereja Katolik. Letaknya tidak jauh dari kontrakan kami, sekitar 1 kilometer. Meski dengan sepeda yang melaju, aku bisa mendengar suara orang bernyanyi dari gereja itu. Maklum saja, letak gereja itu di areal perumahan.

Pada sore-sore tertentu, aku bermain bola di dekat gereja. Bersama teman-teman dekat rumahku, kami sengaja pergi kesana. Kami suka bermain bola, tapi di jaman sekarang, tempat bermain bola sangat sedikit. Ada tempat futsal sih, tapi kan harus membayar. Karena itulah, tempat parkir gereja itu menjadi tempat favorit kami. Tempatnya luas dan sejuk.

Pak satpam mengijinkan kami bermain kapan pun, yang penting sedang tidak ada acara di gereja. Setelah bertahun-tahun, aku sudah hapal kegiatan di gereja. Tiap pagi ada misa pagi. Sekali sebulan, hari Kamisnya jadi waktu bagi para suster dan frater-frater berdoa di gereja. Sekali sebulan, hari Jumatnya gereja penuh untuk Jumat-an. Sabtu-Minggu tidak baik bermain bola di gereja, karena sepanjang hari ada kegiatan. Mulai dari kawinan, misa, sampai seminar-seminar.

Selain kegiatan-kegiatan sepanjang tahun itu, adalagi kegiatan sekali-sekali. Aku pun sudah hapal polanya. Bulan Januari, gereja itu merayakan Natal, merayakan lho… Natalnya sih 25 Desember. Biasanya ada makan-makan, dan ribuan orang akan makan bersama, siapa saja boleh ikut. Sebagian besar temanku, tidak mau ikut makan bersama, katanya belum tentu makanannya halal. Tapi aku dan segelintir lainnya tetap kesana, kami pilih makanan yang pasti halal. Hmm… misalnya buah-buahan, kue-kue kering, biskuit kemasan, es krim, dan apa saja yang menurut kami halal.

Pada saat Paskah, biasanya ada lomba-lomba. Lomba mewarnai, lomba menghias dan mencari telur, dan lain-lain. Aku suka melihat anak-anak sekolah minggu ikut lomba, lucu-lucu. Oiya, aku pun pasti kebagian bingkisan Paskahnya. Semua anak memang kebagian, yang penting mengantri, akan dikasih.

Saat Natal adalah hari yang tidak terlalu menyenangkan bagiku. Tiap tanggal 24-25 Desember areal gereja selalu penuh. Beberapa hari sebelum misa Natal, sudah banyak atribut. Mulai dari spanduk-spanduk dan pos polisi. Jalanan juga akan macet total. Maklum saja, di tanggal itu, mendadak ada banyak orang bertobat. Setelah berbulan-bulan tidak misa, biasanya mereka akan misa di malam Natal. Karena itu, tiap malam Natal, aku malas keluar rumah.

Oiya, di dekat gereja juga ada poliklinik. Tempatnya luas. Bukanya tiap hari Rabu, Jumat dan Minggu. Siapa saja boleh ikut, yang penting termasuk keluarga prasejahtera. Aku kurang paham istilah itu. Menurut tebakan ibu, itu artinya keluarga miskin. Kami sekeluarga selalu berobat kesana karena dekat dengan rumah. Sebenarnya ada Puskesmas, tapi jauhhh dan jauh lebih ramai dari poliklinik ini.

Menjelang Lebaran, selalu ada baksos. Orang-orang gereja akan membagikan kupon untuk masyarakat di sekitar gereja. Nantinya di tukar dengan paket sembako di parkiran gereja. Satu keluarga dapat satu kupon. Tapi biasanya, keluargaku akan dapat 3 kupon karena ada tetangga kami yang tidak pernah mau mengambil jatahnya. Kalau ibuku sih selalu bilang “Pri, kamu ambil ya.. jangan langsung tiga… ngantri 1, anter ke rumah, ngantri lagi, anter ke rumah, ngantri lagi, trus pulang  …”. Hahaha… itu lah ibuku, penuh taktik.

Hari ini, sudah mulai libur sekolah. Pagi tadi, aku bersama teman-teman bermain bola di dekat gereja. Setelah lelah, kami pulang. Kulihat ibu sedang memasak kue-kue untuk persiapan lebaran. Kedua adik perempuanku ikut membantu. Lirikan adikku seolah mengatakan “mas, gantian… aku udah capek”. Akhirnya, setelah mandi aku mengganti posisi adikku.

Sambil membentuk-bentuk adonan, kami ngobrol-ngobrol.

“bapak pulang kapan bu ?”

“paling dua hari sebelum Lebaran”

“ooo.. untung aja ada tepung ya Bu… kalo ngga, kita bisa kelabakan bikin kue pas bapak pulang bawa duit … hahaha”

“Iya. Allah Maha Baik. Tepungnya banyak pula, karena paketnya 3”

Hahaha… kami berempat tertawa lepas.

“Bu, kenapa kalo mau Natalan, deket mesjid ngga ada baksos ?”, adikku bertanya.

“Ngga biasa. Lagian kalo mau Natalan, di gereja udah ada baksos, tapi untuk yang katolik aja, itu kata temen ibu lho…”

Aku mulai termenung. Banyak sekali yang kudapat dari gereja. Kapan kira-kira aku membalasnya ? Bukankah kebaikan harus dibalas dengan kebaikan ? Tapi, kalau benar kata ibu bahwa gereja punya uang banyak, lalu aku harus membalas dengan apa ? Kalau pun nanti aku sudah jadi pengusaha sukses, tapi kan mereka tidak butuh uangku ?.

“ibu ngga pernah kepikiran untuk bales kebaikan gereja ?”

“Hmm.. pernah. Malah, ibu pernah nanya itu ke bu Margareth… temen ibu yang orang gereja itu ..”

“trus, apa kata bu Margaret ?”

“katanya, ibu harus nyekolahin kalian sampai tinggiiiiiiii … supaya pinter… supaya cerdas… supaya pengetahuannya luas. Kalau orang ilmunya banyak, bisa mikir sendiri, gimana cara bales kebaikan orang lain ..”

Aku agak kecewa dengan jawaban ibuku. Aku sudah berpikir keras, tapi malah disuruh sekolah dulu supaya bisa mikir. Aneh…

Sore harinya, kami bermain bola lagi. Kebetulan ada pastor lewat. Karena masih mengingat kejadian siang tadi, akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Mungkin karena sudah bertahun-tahun sering berpapasan, pastor itu pun sudah tau kalau aku bukan anak gereja. Dia memberi jawaban yang kira-kira mirip dengan jawaban ibu. Aku pun mulai jengkel.

“saya ini ngga pinter romo … saya ini pernah tinggal kelas. Belum tentu saya bisa sekolah tinggi, makanya saya nanya sekarang. Saya harus ngapain ? sekarang romo …”. Aku sedikit memaksa.

“Hmm … kamu pernah liat orang-orang yang ngamanin pas misa Paskah sama Natal ?”

“pernah romo … polisi …”

“iya. Sebagian. Sebagian lagi orang-orang  di sekitar gereja. Orang-orang yang kami anggap utusan Tuhan untuk melindungi umat yang beribadah. Kalau kamu sudah besar, bantulah kami ”

Aku langsung teringat ke Bang Mu’ih yang biasa jadi temanku berangkat sholat Jumat. Dia pernah cerita kalau dia sering jaga gereja ketika misa besar. Dia juga pernah bentak orang-orang yang ngomel karena macet. Dia juga berani marahin orang-orang gereja yang parkir sembarangan. Dia jagoan menurutku.

Aku pulang ke rumah. Langsung menemui ibuku yang sedang menyiapkan hidangan buka puasa.

“Bu, aku udah tau caranya !!!”

“Opo toh ?”

“Aku ngga sabar nunggu Natal ..”

“oalah nak … ngga boleh gitu … Lebaran nak, Lebaran …”

“iya … kita mau Lebaran sebentar lagi. Tapi, aku udah ngga sabar nunggu Natal. Mudah-mudahan habis Agustus, bisa langsung Desember !!”

Itu janjiku di bulan Ramadhan ini …

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun