Mohon tunggu...
Lucy Supratman
Lucy Supratman Mohon Tunggu... -

An ordinary woman who has an extraordinary life

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berkaca Pada Nilai Moralitas ‘Good Samaritan Law’ terhadap Insiden Balita Yue-Yue

27 Februari 2012   09:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:53 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Meringis! Ekspresi memilukan saat penulis menonton video cctv yang disiarkan berkali kali oleh media elektronik tentang balita Wang Yue. Ia, seorangbocah berusia 2 tahun yang tergolek sekarat sendiri di jalanan Foshan setelah dua kali ditabrak minibus.Dalam vidoe cctv tersebut, belasan pejalan kaki yang hilir mudik terlihat enggan bereaksi spontan mengulurkan tangannya untuk membantu, bahkan menengok pun tidak.Sekitar sepuluh menit kemudian, Chen Xianmei, seorang pemulung tua yang baru tiba disanalangsung mengangkat tubuh Yue yang berlumuran darah menuju rumah sakit.Yue mengalami kegagalan fungsi otak dan pendarahan yang hebat.Setelah seminggu koma, tanggal 21 Oktober lalu Yue akhirnya tidur dengan penuh kedamaian.

Kisah faktual Yuepastilah akan sangatlah mengusik batin setiap manusia yang mendengarnya.Dimanakah sisi humanisme masyarakat China? Suatu dekadensi moral sepertinya tengah terjadi disana.Hukum China yang diharuskan untuk membantu keseluruhan pengobatan bila membantu sesama yang mengalami suatu kecelakaan telah membuat apatis warganya.Menurut harian umum Global Times edisi 5 september 2011, diberitakan bahwa seorang priaberusia 88 tahun meninggal di dekat pintu keluar pasar.Para pejalan kaki disana pun tidak mengabaikan lelaki tua yang malang itu.Masyarakat khawatir akan hukum yang berlaku di China, bahwa sang penolong akan dimintai pertanggungjawaban atau dipaksa untuk membayar pengobatan/biaya kematian korban.Hilangnya norma manusiawi tersebut berawal dari cikal bakal kisah Peng Yu pada tanggal 20 november 2006 yang menjadikan masyarakat China trauma untuk mengulurkan bantuan.Saat itu seorang wanita tua di Provinsi Jiangsu jatuh dari bus karena menderita patah tulang.Dengan jiwa penolongnya, Peng Yu buru-buru membantu.Malang tak dapat dinyana, Yu malah dituduh bersalah karena memukuli wanita tua itu sampai terjatuh, bahkan harus pula membayar kompensasi sebesar 45.000 yuan padanya.Ada juga Yin Hongbin, sopir bus dari Provinsi Jiangsu yang menghentikan busnya setelah melihat wanita tua yang tergeletak di bawah sepeda. Setelah membantunya, wanita itu mengatakan kepada polisi bahwa supir bus telah menjatuh ia dengan sengaja..Masih menurut koran Global Time, 87 persen dari 2.425 masyarakat China tidak akan menawarkan bantuan jika mereka menemukan orang tua yang telah jatuh karena takut pemerasan, dan hanya 13 persen mengatakan mereka akan bersedia untuk menawarkan bantuan. Berpijak pada rentetan kasus diatas, menjadi wajarlah bila warga China berberat hati menawarkan bantuan karena hukum China yang memberlakukan seperti itu.Begitupun dengan kasus belasan pejalan kaki yang tidak mengindahkan balita malang Yue Yue yangtengah berlumuran darah meregang nyawa.Mereka khawatir akan dituntut oleh orangtua Yue Yue dan diminta untuk membayar biaya perawatan. Hingga akhirnya, beberapa kasus tersebut telah membuat mereka berpikir berkali kali untuk membantu sesama

Seorang professor sosiologi dari Universitas Fudan, Gu Xiaoming, berkata,”On one side, people are getting used to being selfish and care nothing for others. This eventually caused the Yueyue tragedy. On the other side, there is no law to protect or encourage those who actively lend a hand to others”. (Di lain pihak, masyarakat sudah terbiasa menjadi egois dan acuh tak acuh pada lingkungan sekitar.Hingga muncullah tragedi memilukan pada balita Yue Yue.Sedangkan di sisi lain, tidak adanya landasan hukum yang nelindungi atau mendukungi masyrakat yang gemar menolong sesama).

Manusia sebagai khalifah di dunia ini selayaknya bisa menjaga keharmonisannya melaui tiga aspek; habluminallah, habluminanas, dan habluminallam.Relasi yang tidak berimbang anatar ketiga aspek tersbut nantinya akan menimbulkan kerugian bagi manusianya sendiri.Ketidakpedulian pada sesama (habluminanas) akan mematikan rasa empati jiwa hati manusia itu sendiri perlahan-lahan.China yang perekonomiannya semakin berkembang pesat telah merubah masyarakatnya menjadi homo economicus/makhluk ekonomi.Hidup mereka selalu difokuskan pada pencarian materi dan pemenuhan kebutuhan hidup.Mahzhab Klasik menerangkan bahwa manusia homo economicus memandang hidupnya digerakkan oleh kepentingan pribadi atau motif untuk mendapatkan keuntungan.Mereka cenderung menjadi tidak sensitif terhadap konteksrelasi sosial di sekitarnya.Bila boleh kita menilik sebentar sistem hukum yang ada di Amerika Serikat, mungkin kita akan langsung mengacungi kedua jempol.Sistem hukum ini disebut “Good Samaritan Law”, hukum yang dibuat untuk melindungi ‘para heroik penolong’ dari segala tuntutan saat sedangmembantu mereka yang mengalami kecelakaana. Kita tidak perlu berpikir berkali-kali dengan tingkat kekhawatiran yang tinggi untuk dimintai tebusan atau bahkan dinilai sok sosialis.Hukum ini benar-benar mengkritisi manusia yang selalu bergulat dengan sifat individualistisnya.Perwujudan moralitas hukum ini terlihat dari cepatnya petugas polisi bertindak saat warga amerika men-dial nomor 911 (emergency unit number).Atau saat warganya meminta bantuan operator 911 untuk disambungkan pada petugas berwenang.Justru, bila mereka bertindak acuh mengindahkan warga yang tengah mengalami kecelakaan di jalan (misalnya), maka ia akan berhadapan dengan tuntutan hukum karena tidak melapor.

Manusia sejatinya adalah makhluk sosial yang saling bersinergi.Komunikasi efektif akan terjalin bila terdapat mesranya komunikasi antar manusia.Maka akan terciptalah rasa saling menjaga serta itikad ikhlas saling menolong diantara sesama.Berita di Koran Kompasbulan Oktober 2011 telah membuktikan masih adanya manusia sosial sejati yang bisa menjadi panutan kita semua.Harian Kompasmengabarkan seorang supir angkot yang rela membantu penumpangnya saat tengah dijambret.Ia yang hanya berpenghasilan Rp.20.000/per hari langsung sigap membela kebenaran walau nyawanya harus melayang.Begitu juga Chen Xianmei, seorang nenek kurus berprofesi pemulung yang memiliki niat tulus menolong Yue Yue ke rumah sakit.Namun para tetangganya malah mencibir Chen yang mencari popularitas dan tetap saja akhirnya tidak bisa menyelematkan Yue Yue setelah seminggu dirawat intensif.Padahal Chen langsung menyerahkan seluruh hadiah (USD 18.000 atau Rp.158 juta) dari Pemerintah China sebagai penghargaan heroiknya bagi perawatan Yue Yue kepada ibundanya.

Penulis sadar bahwa di tengah melejitnya tingkat kompetisi ekonomi yang semakin tinggi, manusia semakin saling bersaing menjadi pemenang tanpa menggunakan hati nuraninya.Tetapi, apa hal tersebut yang akan diwariskan pada keturunan kita?Sebuah generasi sukses yang tidak bermoral.Derajat ketidakpercayaan antar manusia ditengarai menjadi sebab mereka lebih peduli pada diri sendiri. Jangankan untuk saling percaya, fenomena saling bertegur sapa pun bisa menimbulkan penilaian yang negatif.Khawatir dihipnotis, khawatir dimiintai bantuan, atau beragam kekhawatiran asosial lainnya.Penulis sering mengalami kejadian serupa di tengah realitas kehidupan kita.Saat itu penulis tengah duduk dengan nyamannya di sebuah bus yang lama kelamaan semakin padat penumpangnya.Kemudian naiklah ibu setengah baya yang usia kandunganya sudah tua.Dia berdiri disamping penulis sambil berpegangan ke atas besi bus (busholder).Saking berhimpitan dengan penumpang lain, membuat sang ibu terus mengelus-elus perutnya karena menahan sakit bertubrukan dengan penumpang lain.Penulis merasa iba dan langsung berdiri mempersilakan ia duduk di kursi milik penulis walaupun destinasi tujuan penulis masih jauh.Dengan isyarat anggukan senyum ramah, secepat kilat kursi penulis diduduki penumpang muda yang berdiri di belakang wanita hamil itu.Hey, dimanakah naluri ke-manusian-nya?

Allah telah memberikan manusia naluri untuk memilih antara jalan kebaikan atau keburukanmelalui akal pikirnya.Manusia menjadi mulia dihadapanNya bergantung pada kualitas amalan salehnya saat di dunia. Pada dasarnya, manusia rindu dan condong pada kebeanran.Sejalan dengan apa yang dikatakan Plato, manusia sebenarnya terus mencari kebenaran karena ia memiliki kekuatan cinta yang dimanifestasikan melalui sang baik/good, justru karena ia baik.Sang baik adalah kekuatan cinta manusia yang paling dirindu oleh idea (realitas yang bersifat rohani).Manusia akan mendapatkan kebahagiaannya melalui sifat baik/virtue karenaselalu tertarik oleh sesuatu yang baik.Idea sang baik dengan sendirinya adalah dasar dari sifat baik/virtueyangdengan sendirinya menarik manusia untuk melakukan sifat baik.Semakin manusia mau untuk mendekatinya, semakin tertariklah ia.

Sebagai konklusi dari tulisan ini, penulis sebagai ibu dari seorang anak akan terus mengajarkan moralitas idea sang baik bagi perkembangan intelegensia kepekaan sosialnya.Pembelajaran sifat tenggang rasa dan saling menolong antar sesama haruslah dimulai dari keluarga inti terlebih dahulu.Yang hasilnya akan si anak aplikasikan ke dalam peer group-nya hingga menjadi panutan masyarakat saat kelak ia dewasa.Konsep jati diri manusia sosial berkualitas ini akan terus dieksistensiskan pada generas-generasi selanjutnya.Karen Horney, seorang Psychologistera 1942)mengatakan bahwa manusia sosial berkualitas adalah orang yang telah mampu menyeimbangkan dorongan-dorongan dalam dirinya, sehingga dapat mewujudkan tingkahlaku yang harmonis. Ia mampu berhubungan dengan lingkungannya, mampu menciptakan suasana aman dan harmonis. Karakternya tidak agresif, tidak mengasingkan diri dari lingkungannya, dan hidupnya tidak pula bergantung pada orang lain.

Sebagai fitrah manusia sosial dan seorang muslim sejati, ukhuwah islamiyah sebaiknya harus semakin diperkuat.Dalam al-Qur'an surat al-Maidah ayat 2 menjelaskan bahwa manusia harus membangun sifat sosial melalui aktivitas saling tolong menolong-menolong dalam melakukan kebaikan dan taqwa, namun dilarang saling tolong-menolong dalam berbuat maksia dan berbuat kejahatan. Semoga.*** (Lucy Pujasari Supratman, M.Si)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun