Mohon tunggu...
Qinimain Zain
Qinimain Zain Mohon Tunggu... profesional -

Scientist & Strategist (QPlus Management Strategies - Consultant)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masalah (Kedaluwarsa Teori Sastra – Afasia Sastra) Indonesia

12 April 2016   04:00 Diperbarui: 12 April 2016   14:40 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Science Valley 63: (Kedaluwarsa Teori Sastra – Afasia Sastra) Indonesia

Lalu, apa masalah (kedaluwarsa teori sastra – afasia sastra) Indonesia (dan dunia)?

PESIMIS, melihat kesulitan dalam setiap kesempatan. Optimis, kesempatan di setiap kesulitan (L.P. Jacks).

FEELING IS BELIEVING. Kali ini, membahas buku Bahasa Puisi Penyair Utama Sastra Indonesia Modern (Rachmat Djoko Pradopo, 1985) sebagai acuan, dengan tambahan buku SEJUMLAH MASALAH SASTRA (Satyagraha Hoerip. Ed, 1982), buku TERGANTUNG PADA KATA (A. Teeuw, 1980), buku Berkenalan dengan cipta seni (S. Suharianto, 1982), buku Metodologi Penelitian Sastra (Wuradji, dkk, 2001) dibandingkan dengan (R)Evolusi Ilmu - Paradigma Baru Milenium III, yang berpatokan pada syarat keteraturan atau sistem ilmiah ilmu TQZ Scientific System of Science.

Mari mulai membahas buku Puisi Penyair Utama Sastra Indonesia Modern (Rachmat Djoko Pradopo, 1985), khusus puisi Sutardji Calzoum Bachri dan buku lainnya.

Paradigma Lama: Bab I Pendahuluan. Buku III Bahasa Puisi Sutardji Calzoum Bachri (Hal 1-6, 56-88) dan buku lainnya.

“Pemahaman bahasa puisi sangat penting dalam memahami karya sastra, khususnya puisi. Meskipun demikian hal ini sangat penting, sampai sekarang dalam penelitian kesusastraan Indonesia modern, penelitian bahasa puisi secara khusus dapat dikatakan belum ada. Kalau pun ada, penelitian yang mungkin dapat digolongkan dalam penelitian bahasa puisi dapat dikatakan belum memuaskan (1)...Bahkan, tampaknya tinjauannya kurang sistematis atau kurang disusun berdasarkan penggolongan jenis atau corak bahasa puisinya...Pada umumnya peninjauan puisi Indonesia modern yang sudah ada lebih dititikberatkan pada tinjauan isi pikiran, pandagan hidup penyair, serta masalah-masalah yang dibeberkan dalam sajaknya.. Dalam penelitian puisi, faktor kebahasaan sangat penting, bahkan dapat dikatakan terpenting karena kepuitisan utama dalam sajak terletak dalam bahasanya (2)... Penelitian ini menggunakan metode struktural, yaitu metode analisis terhadap struktur bahasa puisi ke dalam unsur-unsur pembentukannya (4).

Sutardji Calzoum Bachri banyak sekali mempergunakan penyimpangan dari tata bahasa normatif dalam sajak-sajaknya untuk mendapatkan arti baru dan eksprevitas karena kepadatannya atau “keanehannya”, yang pada umumnya belum pernah dicoba secara intensif oleh penyair-penyair sebelumnya....(1) Penghapusan Tanda Baca, (2) Penggabungan Dua Kata atau Lebih, (3) Penghilangan Imbuhan, (4) Pemutusan Kata, (5) Pembentukan Jenis Kata (Rachmat Djoko Pradopo, 1985: 57-63).

Urusan cari-mencari definisi puisi beserta norma-norma (yang pasti) estetikanya, memang selalu susah. Masalahnya karena dalam sastra pada umumnya, puisi khususnya, lebih besar berisi “hukum kemungkinan-kemungkinan” belaka, daripada hukum kepastian-kepastian. (188)...Namun demikian semua orang tahu dan secara akrab pula mengenal “puisi” dan bukan puisi, walau tanpa usah bisa menerangkan secara definitif apakah itu. Karena itu pada hemat saya setiap kritikus harus tidak ragu-ragu mengatakan pendapat: “Ini sajak dan yang itu bukan. Ini bagus dan itu jelek.” (189)...Saya menduga di sinilah letak dilema kritik perpuisan modern pada umumnya. Bahwa orang-ortang yang terlampau meminta rasionalisasi dari dalam seni, dihinggapi semacam “kompleks linguistik”, yang maunya agar semua standar dan harus bisa dianalisa dengan logika linguistik (Ilmu Bahasa) (189) (Dami N. Toda, 1977: 188-189).

“Walau bagaimana pun juga kata adalah alat, yang juga oleh Sutardji sendiri dipergunakan, dipermainkan untuk mengadakan komunikasi...Yang kedua: kata tanpa pengertian tidask mungkin, dalam arti kata tak beperngertian kehilangan ciri nya yang khas basaha, menjadi bun yi saja (A. Teeuw, 1983: 147-148).

“Tentang Puisi Tanpa Kata. Apakah sesungguhnya puisi itu? Penulis yakin tak seorang profesor pun akan dapat menjawabnya dengan tepat. Dan sekiranya ada orang dengan segala ikhtiar berusaha mau mendefinisikannya, penulis cenderung menilainya sebagai perbuatan orang yang mencari-cari kerja belaka...Hanya tidak dapat dibantah oleh siapa pun adalah adanya kenyataan bahwa setiap benda memiliki ciri-ciri yang hakiki, yang membedakannya dari benda–benda lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun