TUJUH ALASAN MENGAPA TINGKAT KEPERCAYAAN
PUBLIK KOTA CIREBON TERHADAP KEPEMIMPINAN
PEMKOT CIREBON MEROSOT TAJAM
Tulisan ini hadir dihadapan pembaca sekalian, setelah menyikapi respon atas hasil survey yang menyimpulkan rendahnya tingkat kepercayaan publik Kota Cirebon terhadap Kepemimpinan Pemkot Cirebon di bawah Nasrudin Azis yang menggantikan Walikota Cirebon sebelumnya yakni Ano Sutrisno (alm).
Hasil survey tersebut menyimpulkan bahwa 80% publik Kota Cirebon menaruh sikap tidak percaya terhadap Nasrudin Azis mampu melanjutkan agenda perubahan yang lebih baik untuk Kota Cirebon, sebagaimana janji kampanyenya bersama Ano Sutrisno saat pilkada Kota Cirebon 2012 lalu.
Penulis menilai, setidaknya ada 7 alasan penyebab turun drastisnya tingkat kepercayaan publik kota cirebon terhadap Nasrudin Azis (wawali kota cirebon) : pertama, icon pro perubahan sentralnya ada pada Ano Sutrisno (Walikota Cirebon, alm) bukan Nasrudin Azis, sehingga publik meragukan kapasitas dan kemampuan Nasrudin Azis mampu melanjutkan agenda pro perubahan; kedua, reposisi Nasrudin Azis menjadi Walikota Cirebon disinyalir kuat akan membuat agenda baru yang berbeda dengan icon pro perubahan yang sebelumnya didominasi Ano Sutrisno; ketiga, harus diakui bahwa pada pilkada 2012 yang lalu, elektabilitas Ano Sutrisno melebihi Nasrudin Azis, namun dengan kealpaan pasca Ano Sutrisno meninggal dunia maka sebagian besar menyebabkan pudarnya harapan dukungan dari pemilih Ano Sutrisno. Tentu ini tidak mudah secara otomatis bisa beralih ke Nasrudin Azis; keempat, saat Ano Sutrisno menjalankan fungsinya sebagai Walikota Cirebon, menjadi rahasia umum bahwa peran Nasrudin Azis sebagai Wakil Walikota Cirebon tidak begitu menonjol. Alih-alih Nasrudin Azis beserta timsesnya banyak terjebak dalam ruang black market kebijakan atau lebih dominan di ranah “panggung belakang Balaikota”. Sementara "ranah panggung depan" menjadi domain Ano Sutrisno (Walikota) dan kroninya. Ini melahirkan resistensi negatif terhadap agenda pro perubahan; kelima, konflik kepentingan antara Walikota Ano dan Wawali Azis pun menyebabkan capaian kinerja pemkot menjadi tidak maksimal yang berimplikasi munculnya reaksi negatif dari publik; keenam, di banyak sudut, kinerja birokrasi Pemkot Cirebon cenderung anti perubahan yang menghambat capaian kinerja; dan ketujuh, Nasrudin Azis dan koleganya telah banyak melakukan blunder politik jelang dan memasuki masa transisi kepemimpinan Pemkot Cirebon, hal ini ditandai dengan munculnya mutasi massal PNS (224 orang) dalam satu SK yang ditanda tangani oleh Nasrudin Azis sebagai Wakil Walikota Cirebon, dan maraknya isu-isu pergantian Wawali dengan menebar peluang jabatan Wawali ke banyak pihak dari parpol pengusung, parpol pendukung, pihak birokrasi bahkan oposisi. Tentu saja hal ini justeru resisten semakin menambah deret lawan dan konflik politik.
Hery Susanto, MSi Direktur Eksekutif KomunaL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H