Ketika aku memilih judul ini mengisyaratkan ada semangat baru yang muncul, yakni semacam bahwasanya ada perlawanan dari kata emansipasi itu. di seluruh penjuru dunia perempuan tengah menghadapi musuh yang sama. “Menjauhkan mereka dari peran utama mereka yang sesungguhnya!”adalah ungkapan yang sangat cerdas dalam membaca kondisi sekarang oleh ibu Amelia Idrajaya Januar dan ibu Dina Y. Sulaeman sebagai peserta Women and Islamic Awakening Conference yang di gelar di Tehran pada Juli 2012 silam.
Musuh itu tidak terlihat namun terpatri dalam pandangan setiap manusia yang berupa ideologi yang menyesatkan. Perempuan-perempuan pada zaman sekarang banyak yang menghabiskan waktunya untuk mengejar karier setinggi-tingginya yang ujung-unjungnya ditebus dengan mengabaikan keluarga, semangat untuk menuntut persamaan (bukan kesetaraan) dengan pria, dorongan untuk tergila-gila konsumenrisme dan mode, melepaskan diri dari aturan-aturan agama yang puritan, dan lainnya merupakan ide-ide yang sebenarnya membuat perempuan terjajah.
Inilah yang digunakan oleh Barat sebagai bentuk penjajahan untuk merusak generasi bangsa. Mereka menggunakan perempuan untuk merusak tatanan sosial yang pada akhirnya akan merusak perempuan itu sendiri yang menimbulkan kezaliman serta eksploitasi sebagai bentuk kehancurannya. Padahal ketika keadaan seperti ini dibalik, perempuan bisa membangu peradaban yang mengesankan karena perannya yang sangat penting. Ayatullah Ali Khamenei pemimpin tertinggi Republik Islam Iran atau disebut sebagai rahbar(berbeda dengan presiden) menyatakan bahwasanya Barat banyak menggunakan konsep-konsep yang berkenaan dengan wanita dan seluk-beluk kehidupannya, namun mereka tidak sama sekali menyinggung pentingnya peran wanita dalam keluarga.
Peradaban yang selama ini terbentuk tidak lepas dari peran wanita di dalamnya. Kebangkitan Islam atau sebuah negara dimulai dari keluarga, karena keluarga adalah struktur masyarakat terkecil, sebagai penopang tegaknya sebuah Negara. Yang harus dididik pertama kali adalah perempuan; yaitu para ibu sebagai tiang Negara. Sebagai contoh ketika Iran Negara pasca revolusi mengalami banyak embargo dimana-mana, sangat sadar akan posisi perempuan yang dapat memajukan kiprah bangsa yang pada akhirnya menjadikan Iran sebagai Negara yang independen serta bisa dibilang Negara maju dan berpendidikan.
Ketika Ahmadinejad berpidato dalam konferensi Wanita dan Kebangkitan Islam mengatakan “ perubahan sosial membutuhkan kiprah perempuan. Ketika seorang perempuan bergerak, suami dan anak-anaknya akan bergerak bersamanya. Kebangkitan Islam hanya bisa diraih jika kaum muslimah sadar akan posisinya yang tepat dan meraih posisi itu. Ibu cerdas, beriman, dan sadar akan tugas utamanya, akan melahirkan generasi-generasi pejuang yang akan memperbaiki kondisi umat Islam.”
Meski penulis belum memasuki tahap menjadi madrasah pertama setidaknya penulis bisa berbagi pengetahuan yang sedikit ini untuk perempuan-perempuan serta calon ibu yang akan mengemban misi berat dan suci ini. Jika ada yang berpikir, penulis dijadikan alat oleh ideologi Iran, seperti yang dialami oleh ibu Sirikit Syah (peserta konferensi Wanita dan Kebangkitan Islam, di Iran), maka penulis pun mengatakan jawaban yang sama yakni “kami muslimah tidak keberatan! Muslimah memang alat yang mesti digunakan sebaik-baiknya demi keutuhan dan kejayaan Islam dan untuk meraih kembali martabat umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H