Mohon tunggu...
Riza Mariani
Riza Mariani Mohon Tunggu... Buruh - Maju terus meski perlahan

Berusaha untuk tak mengejar nilai yang lebih rendah dari menusia :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Sumber Radikalisme Sekaligus Solusi?

15 Oktober 2019   22:58 Diperbarui: 15 Oktober 2019   23:10 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Martabakku belum habis, masih beberapa buah lagi, kemudian mataku tertuju pada dua berita hangat di smartphoneku pada bulan oktober 2019 ini. Berita pertama mengenai penusukan brutal kepada menteri Menkopolhukam Wiranto pada kunjungannya di Padeglang oleh oknum yang tidak diketahui. Kedua tentang seorang Dandi Kendari yang dipecat lantaran istrinya membuat status "menghina menteri Wiranto" dalam tragedi penusukan tersebut. Ironi bukan? Namun bukan itu yang ingin saya bahas disini, hanya alur cerita saja, hehe. Yuk langsung saja ke inti.

Pada dua bulan yang lalu saya membantu pelaksanaan acara diskusi kebangsaan yang dihadiri oleh beberapa tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh di Indonesia. Acara tersebut tidak hanya serius, namun urgent mengingat topik yang dibahas pun menjadi sangat sentral di negara +62 ini, yakni mengenai radikalisme atau ekslusifisme beragama.  Dari beberapa tokoh, ada yang konsen di bidang penanggulangan terorisme, ada yang konsen dalam ketahanan negara, hingga masalah pendidikan. Untuk masalah pendidikan, tokoh yang hadir dalam diskusi ini adalah Mbak Najeela Shihab, putri dari abi Qurasih Shihab seorang ulama dan mufasir yang dihormati di Indonesia.

Mbak Najeela seorang aktivis pendidikan, yang fokus utamanya memberikan pendidikan untuk keluarga dan anak ini, dalam kesempatan itu menerangkan bahwa pendidikan di Indonesia masih mengkhawatirkan. Putri dari Abi Quraish ini menyampaikan fakta bahwa "sektor pendidikan salah-satu bidang yang partisipasi publiknya paling besar, namun kapasitas publiknya sangat rendah. Oleh karena itu mengapa kemudian pemerintah yang katanya menaruh dana besar dalam sektor pendidikan, hasil yang dilihat hanya remang-remang?" katanya serius.  

Pendidikan hal yang kompleks, bukan hanya di ruang sekolah, lingkungan, orang tua, tetangga, pemerintah, guru, dan fasilitas publik juga harus turut andil dalam menciptakan praktik baik dalam mendidik, bukan hanya mengucurkan dana besar, setelah itu apa? Ketika dana sudah habis apa hal tersebut akan tetap berajalan? Inilah yang menjadi ironi bagi kita semua.

Aku terus menyimak perbincangan yang penting ini, hingga aku menemukan satu fakta yang mencengangkan dari ketua Badan Nasional Penanggulanagan Terorisme, data menunjukan di tahun yang aku lupa sama sekali  80% PNS  terpapar radikalisme, dan 70% dari PNS adalah guru!  Wow siapa yang bisa menjamin kalau dari 80% itu berapa porsentase guru yang terpapar radikalisme? Mendengar  kabar ini bak menelan pil pahit, ketika kita tengok kembali kondisi wajah pendidikan kita yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.

"Kita tak pernah tau dari data tersebut orangnya yang mana saja atau sekolah yang mana saja? Semoga saja BNPT mengeluarkan rilis daftar nama yang terpapar radikalisme itu, supaya bisa segera dan gampang untuk kami tindaklanjuti," sambung mbak Najeela.

Mendengar semua itu kita harus semakin waspada untuk memilih guru dan yang baru menjadi guru harus bisa mendeteksi paham-paham radikalisme. Terutama pada zaman sekarang akses untuk belajar atau mengakses paham tersebut sudah banyak dimana-mana. Ajakan-ajakan yang syarat dengan ekslusifisme beragama seperti "Jihad" sudah banyak sekali mengalami pendangkalan makna. Belum lagi gadget menjadi jalan tol sebagai subsidi untuk kita bisa terpapar radikalisme.

Oleh karena itu pendidikan bagai sisi mata uang, bisa berdampak positif atau berdampak negatif sekalipun. Terpenting, pendidikan bukan hanya tugas guru di sekolah, namun juga orang tua, pemerintah, dan lingkungan sekitar harus bisa menjadi pendidik bagi sekitarnya. Kita bisa memulai praktik-praktik baik untuk anak-anak kita yang sedang mengalami masa pencerapan ilmu, pun untuk orang dewasa terkhusus para pendidik juga tidak luput dari hal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun