Mohon tunggu...
Riza Mariani
Riza Mariani Mohon Tunggu... Buruh - Maju terus meski perlahan

Berusaha untuk tak mengejar nilai yang lebih rendah dari menusia :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sastra: Pelarian yang Sangat Indah

4 Januari 2016   13:09 Diperbarui: 5 Januari 2017   17:06 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang pasti tahu apa itu sastra, iya tahu. Okeh! Tapi apakah kalian sudah tahu bagaimana satra itu? Mungkin bagi sebagian orang menganggap bahwa sastra itu dekat dengan puisi, betul! Ada juga yang menganggap dekat dengan cerpen, betul! Atau sebagian lagi menganggap bahwa sastra itu pantun, gurindam, pantun, novel, dan sebagainya, betul, betul, betul..hehe. kita beranjak dari anggapan umum selama ini, menurut saya sastra itu sebuah pelarian yang menyenangkan dan sangat indah, ketika kita tidak lagi terikat dengan aturan-aturan penulisan ilmiah. Bahasa sastra yakni bahasa yang bebas, bebas kau putar-balikkan segampang memutar telapak tangan, namun sastra juga perlu penalaran perasaan yang mengagambarkan berbagai ragam sketsa kehidupan di sekitar. Daiches (1964) seorang kritikus mengacu pada Aristoteles yang melihat sastra sebagai suatu karya yang “menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang tidak bisa disampaikan dengan cara yang lain”, yakni suatu cara yang memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya.

Saya sendiri mulai tertarik dengan sastra sejak mulai membaca roman-roman melayu, seperti; tetralogi roman mas Pramoedya, kisah-kisah epos kerajaan zaman dahulu, syair-syair Hamzah Fansuri, dan sebagainya. Kebanyakan dari karya mereka menggunakan bahasa sastra, sehingga dari sini saya mulai bisa membedakan mana bahasa sastra dan mana bahasa non-sastra. Jika diperhatikan perbedaan antara keduanya begitu berbeda, coba kau perhatikan antara puisi dan tulisan-tulisan berita yang ada di koran maupun majalah dinding; berupa artikel atau berita resmi begitu sangat berbeda. Yang satu menggunakan baasa yang mendayu-dayu indah dan satunya lempeng dan bersifat baku. Lebih enak mana?hehe

Sastra juga bisa berubah dari zaman ke zaman, orang Melayu dulu mengenal pantun hingga sampai pada zaman modern pantun masih banyak digunakan oleh orang, namun dengan sajak dan bentuk-bentuk yang lebih bebas dan bervariasi. Sastra juga terikat dengan konteks kebudayaan pada masanya. Bagaimana bisa? Okeh contoh; orang Melayu suka menggunakan pantun karena merupakan bagian penting dari tradisi dan ritual, seperti ritual perkawinan. Selain dari itu ada juga sastra yang terkait dengan ritual keagamaan seperti qasidah.Dalam agama Islam Al-Quran yang memiliki nilai sastra yang tiada tandingannya sampai sekarang.  

Fungsi sastra itu sendiri sangat banyak jika kita ingin memperlajarinya. Filsuf seperti Friedrich Nietzshe juga mengawali penulisan filsafat dengan bentuk sastra. Hingga mempengaruhi filsuf-filsuf setelahnya pada abad ke-20. Memang dalam menulis kita tidak harus diwajibkan untuk mengikuti kaidah atau etika kepenulisan seperti karya ilmiah, menulis dan menulis itulah tugas kita. Perlu adanya kita mencontoh semangat Khalil Gibran, “Kalau karya Anda nantinya tidak dapat digolongkan ke dalam jenis manapun, biarlah ahli sastra dan ahli ilmu membuat kategori baru untuk karya hebat Anda” kata Sir Banta Ahmad.

Sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan makna terhadap kehidupan (kematian, kesengsaraan, maupun kegembiraan), atau memberikan pelepasan ke dunia imajinasi. Bagi sebagian banyak orang sastra menjadi jembatan atau sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran lepas dari baik atau buruknya pesan yang hendak disampaikan. Disisi lain sastra juga memiliki kemampuan sebagai sarana kritik sosial. bagaimana tidak? Coba kita lihat bagaimana sekelompok demonstran menggunakan puisi dalam aksinya, ada juga yang menggunakan teks orasi yang syarat dengan nilai-nilai sastra. Bayangkan jika orasi atau puisi yang dibacakan oleh kelompok demonstran tersebut lempeng, dapat dipastikan tidak akan bisa membangkitkan semangat bagi yang mendengarnya, dan satu lagi, nggak greget! Ada pula kita lihat bahwasanya banyak pengamen-pengamen yang ada di angkot atau di angkutan umum lainnya menyanyikan sajak-sajak lagu yang benada protes tetapi dibungkus dengan bahasa-bahasa kemanusiaan yang sekali lagi syarat dengan nilai sastra.

Mungkin saja sebagian dari kalian pasti pernah mendengar nama Soe Hok Gie aktivis angkatan 66  bukan? Lihat saja bagaimana ia menuangkan perasaan-perasan dan sudut pandangnya tentang kekecewaan terhadap pemerintahan Soekarno pada zaman itu, begitu menyentuh! Selain itu puisi-puisi romantis yang diciptakannya juga demikian membuat hanyut dalam sajaknya, oh sastra! Sastra juga dapat masuk dalam ranah politik, pada masa konfrontasi tahun 1950-an banyak slogan yang bertuliskan “Amerika kita setrika, Inggris kita linggis!” ini merupakan suatu bentuk ekspresi dari pemimpin besar revolusi Bung Karno yang mengandung makna perjuangan yang begitu puitis.

Jadi, asik kan dengan sastra? Sastra begitu demikian dekat dengan kehidupan kita, semua bisa maenjadi lebih bermakna dan indah jika disandingkan dengan sastra. Tentu saja bukan berarti kita harus meninggalkan tradisi ilmiah yang telah ada, namun ada saatnya dimana kita harus menggunakan sastra dan ilmiah pada tempatnya. Apa yang sudah dibicarakan di atas menunjukan bahwa kehidupan manusia sehari-hari sudah tidak dapat dilepaskan dari kesusastraan, meskipun kegiatan “bersastra” tersebut dilakukan tanpa sadar, dan sekalipun kesusastraan itu sendiri sedikit mendapat tempat dalam kehidupan sekarang. Selamat bersastra.. J

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun