Mohon tunggu...
Rohayati Aya
Rohayati Aya Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer/A wife/A mother

S.KPm, IPB 2012 M.Si, IPB 2017 Pernah bekerja di lembaga pendidikan tinggi dan kementerian

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Before The Flood: Refleksi Kehancuran Dunia akibat Global Warming

7 November 2016   09:57 Diperbarui: 7 November 2016   14:50 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: http://inhabitat.com/watch-leonardo-dicaprios-riveting-new-documentary-before-the-flood-for-free-this-week/

Before The Flood adalah sebuah judul film yang diproduksi oleh National Geographic diperankan oleh Leonardo Dcaprio. Merupakan sebuah film dokumenter yang menceritakan perjalanan seorang aktor sekaligus aktivis lingkungan yang baru-baru ini diangkat menjadi Duta Perdamaian PBB. Sebagai Duta Perdapaian PBB sekaligus aktivis lingkungan, Leo sangat antusias dengan permasalahan Global Warming. Padahal, Global Warming sendiri di negara asalnya dianggap sebagai isu hoax. Bahkan saat kampanye presiden, Trump dengan terang menegaskan ketidaksetujuannya terhadap isu tersebut. 

Orang-orang Amerika, digambarkan sebagai orang yang memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Karena itu, jika global warming dibenarkan maka mereka harus mengurangi tingkat konsumsinya. Dan itu memicu reaksi yang keras dari masyarakat sehingga sangat berpengaruh pada suara yang diberikan mereka terhadap calon presiden. 

Global warming sendiri bagi Leo sangat mengancam kehidupan manusia di masa yang akan datang. Jika tidak segera ditindaklanjuti akan terjadi perubahan cuaca yang sangat ekstrim. Sedikit demi sedikit perubahan cuaca itu sudah sangat terasa, seperti mencairnya es di kutub yang menimbulkan kenaikan air laut. Mencairnya es di kutub diduga diakibatkan oleh suhu di bumi yang semakin panas. 

Kenaikan suhu bumi dipicu oleh banyak hal yaitu polusi udara akibat asap kendaraan, asap pabrik, rumah kaca, penambangan batu bara besar-besaran, pengeboran minyak di lepas pantai, pembakaran hutan secara liar, dan lainnya. 

sumber: inhabitat.com
sumber: inhabitat.com
Ketertarikan Leo pada lingkungan didasari atas sebuah buku bergambar yang diberikan oleh Ayahnya saat ia masih kecil. Dalam buku tersebut terdapat tiga panel yang menggambarkan kehidupan manusia dari masa ke masa. Panel pertama menggambarkan pertemuan Adam dan Hawa, di mana dunia ini ibarat taman eden. Panel Kedua menggambarkan manusia yang sangat rakus tanpa mempedulikan akibatnya. Panel terakhir menggambarkan dunia seperti neraka, di mana manusia terancam kehidupannya dan mengalami kehancuran. 

Leo melakukan perjalanan ke negara yang memiliki penduduk besar dan diduga menjadi salah satu pemicu terjadinya global warming. Cina adalah negara yang ia kunjungi pertama. Dengan populasi penduduk yang besar, Cina merupakan salah satu negara yang membuang emisi gas karbondioksida terbesar. Hal itu dipicu dari banyaknya pabrik di Cina yang belum memenuhi standar. Salah satunya yaitu pabrik-parbik tersebut tidak memiliki filter untuk membuang limbah. Asap-asap dibiarkan membumbung ke langit, limbah cair dibiarkan mengalir ke sungai, dan itu sangat mengancam kesehatan manusia serta ekosistem laut. Namun baru-baru ini, masyarakat Cina sadar akan bahaya yang akan terjadi sehingga mereka mulai membuat panel surya. 

Negara kedua yang dikunjungi adalah India. India memiliki populasi penduduk yang besar, setiap harinya jalanan di India dipadati dengan kendaraan bermotor. Sebagai negara berkembang, India masih terancam dengan masalah kemiskinan. Di mana banyak penduduk di sana yang belum menggunakan listrik untuk penerangan dan gas sebagai bahan bakar memasak. Untuk memasak mereka menggunakan sistem biomasa yaitu dengan membakar kotoran sapi. Padahal mereka dipekerjakan sebagai penambang batu bara, namun mereka sendiri belum akses terhadap sumber energi. 

Salah seorang aktivis lingkungan di India mengatakan bahwa, orang-orang Amerika sangat aneh. Mereka mengatakan bahwa banyak orang India miskin karena belum akses dengan sumber energi namun mereka justru meminta orang-orang untuk mengurangi energi. Kesimpulannya, orang-orang kaya adalah sumber dari terjadinya global warming. 

Negara ketiga yang dikunjungi adalah Indonesia. Beberapa tahun ini, sering terjadi pembakaran hutan di wilayah Sumatera, Indonesia. Hutan-hutan itu dibakar kemudian dialihfungsikan untuk penanaman kelapa sawit secara besar-besaran. Asap dari pembakaran liar itu menimbulkan masalah kesehatan bagi orang-orang yang tinggal di sekitarnya. Tidak hanya itu, ekosistem di dalam hutan itu pun sangat terancam. Seperti halnya orang utan, gajah, dan macan tidak lagi memiliki rumah. Semakin menipisnya hutan di Indonesia, semakin sedikit pula penyerapan terhadap emisi gas karbondioksida di bumi. 

Hasil produksi kelapa sawit dijual sangat murah dan itu sangat menguntungkan para investor. Kebanyakan investor adalah perusahaan-perusahaan Amerika yang memproduksi makanan dan sering kita temui di supermarket. Untuk itu, sebaiknya kurangi konsumsi makanan yang menggunakan bahan kelapa sawit. Dengan semakin sedikitnya tingkat konsumsi kemungkinan barang-barang tersebut akan ditarik dari pasaran. 

Isu Global Warming di Amerika telah dibungkam selama beberapa tahun. Bahkan banyak pejabat-pejabat pemerintahan Amerika yang disuap oleh investor perusahaan. Alasannya agar perusahaan tersebut masih tetap eksis dan tentu memperkaya diri tanpa melihat akibat yang akan terjadi. Bahkan para ilmuwan yang percaya global warming sangat direndahkan di sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun