BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru seyogianya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa. Model belajar akan membahas bagaimana cara siswa belajar, sedangkan model pembelajaran akan membahas tentang bagaimana cara membelajarkan siswa dengan berbagai variasinya sehingga terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.
Pembelajaran adalah hal utama dalam pendidikan. Proses belajar akan mencapai hasil yang optimal apabila terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 yaitu “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,cakap,kreatif,mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Mengingat tujuan nasional tersebut, kami berusaha menyajikan makalah yang berkaitan dengan membangun anak menjadi manusia kritis, dan kreatif, serta pemecah masalah melalui pembaharuan pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana pembaharuan strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang bertujuan?.
2.Bagaimana pendidikan menjadikan anak kritis, kreatif, dan problem solver?.
3.Bagaimana teori Hemisphere dalam perkembangan intelek dan kreativitas?.
4.Bagaimana menjadikan anak kritis?
5.Bagaimana menjadikan anak kreatif?.
6.Apa yang dimaksud dengan problem solver?.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pembaharuan Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran Yang Bertujuan
Dinamika kehidupan yang terus berkembang membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu terhadap kehidupan keluarga. Banyaknya tuntutan kehidupan yang menerpa keluarga beserta dampak krisis yang ditandai dengan bergesernya nilai-nilai dan pandangan tentang fungsi dan peran keluarga menyebabkan terjadinya berbagai perubahan mendasar tentang kehidupan keluarga. Struktur, pola hubungan, dan gaya hidup keluarga banyak mengalami perubahan. Kalau dulu biasanya ayah berperan sebagai pencari nafkah tunggal dan ibu sebagai pengelola utama kehidupan di rumah, maka sekarang banyak di antara keluarga (khususnya di kota-kota) yang tidak lagi seperti itu.
Di tengah hiruk pikuk problem amoral dan kekerasan remaja saat ini, sudah saatnya pendidikan kita berorientasi pada pembentukan karakter. Yaitu pendidikan yang dasar pemikirannya bertumpu pada nilai-nilai moral-spiritual. Pendidikan yang menjadikan anak sebagi subyek dan bukan obyek. Memang saat ini banyak yang berdalih bahwa apa yang dilakukan oleh orang tua dan guru adalah demi kepentingan anak-anak. Namun kenyataannya banyak yang bergeser menjadi “demi kepentingan sekolah dan orang tua” sehingga harus mengorbanka nilai-nilai moral-Spiritual.
Metode pembelajarandapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Sedangkan Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik untuk mencapai tujuan yang bersifat implementatif.
Salah satu contoh dari pembaharuan pembelajaran adalah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual (kontekstual teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru menggunakan metode pembelajaran antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yakni konstruktivisme (contruktrivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling) dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).
B. Pendidikan Menjadikan Anak Kritis, Keatif dan Problem Solver
Berpikir kritis (Dalam Gunawan, Adi W, 2007) adalah kemampuan untuk melakukan analsis, menciptakan dan menggunakan kreatia secara objektif, dan melakukan evaluasi data. Berpkir kritis melibatkan keahlian berpikir yang meliputi: Berpikir kritis (Dalan Johonson, Elaine B, 2008) merupakan sebuah proses penting, terarah, dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, melakukan penelitian ilmiah dan sebagainya. Berpkir kreatif merupakan kegiatan mental yang memupuk ide-ide asli da pemahaman baru. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara yang terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang solusi yang orisinal.
Memang kita akui saat ini lembaga-lembaga pendidikan sudah mengembangkan system pendidikan yang berorientasi pda bagaimana anak didik mampu menemukan sendiri pengetahuan-pengetahuan baru. Jadi proses pendidikan masa lalu seperti menuang air di dalam botol sudah banyak di tinggalkan. Namun demikian, kita sebagai orang tua tidak boleh berdiam begitu saja membiarkan seratus persen pendidikan anak pada sekolah-sekolah. Kita juga harus mampu berbuat sesuatu yang barangkali sekolah tidak cukup waktu membimbing anak-anak secara satu persatu. Dalam hal berpikir kritis misalnya.
Penggunaan berpikir kritis adalah salah satu keterampilan yang paling berharga yang bisa kita sampaikan kepada anak-anak kita. Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi pengembangan keterampilan dalam memecahkan masalah akademik dan seumur hidup. Hal yang paling penting adalah bagaimana anak selalu dibuat dalam keadaan gembira dan tidak ada pemaksaan. Buatlah kondisi sedemikian rupa agar anak bersenang-senang. Ketika anak-anak menikmati diskusi dengan orangtua dan guru mereka, mereka akan senang belajar. Membangun sekolah dengan misi memercikkan kasih sayang kepada setiap individu untuk menjadi siswa yang seumur hidup punya kreativitas dan pola pikir kritis dengan menjaga nilai-nilai moral. Kreativitas dan pola pikir kritis, itulah kunci yang ditanamkan utama. Pementasan drama musikal itu hanya sebagian kecil kreativitas yang sukses digali, melalui pementasan perhatian anak akan lebih banyak lagi terhadap pertunjukan seni dan musik. Pembangunan karakter juga sangat penting. Contohnya, disiplin, rajin, kerja keras serta kontrol diri pada anak. Model pembelajaran yang mendorong siswa lebih aktif juga turut andil mencetak siswa berpikir kritis. Murid tak lagi terpaku pada buku-buku. Justru anak-anak yang aktif bertanya dan mengungkapkan pendapatnya, dengan bahasa Inggris fasih. Kala ada pertanyaan dari sang guru, hampir semua murid berebut menjawab.
Anak prasekolah, tengah berkembang pesat rasa ingin tahunya. Ia akan banyak tanya, bahkan terkesan bawel. Saat itulah sebenarnya orang tua mengasah sikap kritisnya. Semakin dini anak diasah sikap kritisnya akan semakin baik. Pokoknya, sejak anak mengenal komunikasi sudah bisa diasah. Adapun caranya, sama seperti pengembangan sikap yang lain, yaitu diasah lewat interaksi dalam keluarga. Pada waktu makan, misalnya, tumbuhkan diskusi antar keluarga agar anak mulai bisa membahas masalah yang telah dialami pada saat ini.
Guru hanya memfasilitasi dan mendukung potensi yang ada dalam diri anak. Guru dilarang mengarah-arahkan dan memberi bimbingan, sebaiknya guru hanya menyampaikan gagasan atas suatu masalah, dan keputusan terakhir diserahkan pada anak, dan jika anak tersebut menolak gagasan guru, justru hal tersebut yang diharapkan. Anak tidak boleh dibentuk dan dicetak, jika demikian ini dilakukan berarti kita telah membunuh hak anak untuk berkembang, yang boleh dibentuk dan dicetak adalah batu bata.
Sedangkan untuk problem solver, dibutuhkan peranan orang tua bagi pendidikan anak menurut Idris dan Jamal (1992) adalah memberikan dasar pendidikan, sikap, dan ketrampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasan-kebiasan. Selain itu peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah. Dengan kata lain, ada kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah (Bandingkan dengan Peters, 1974)
C.Teori Hemisphere dalam Perkembangan Kreativitas dan Intelek
Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakarkreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri mengarah kepada cara berfikir konvergen (convergen thinking), sedangkan otak belahan kanan mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).
Berkenaan dengan teori belahan beserta fungsinya ini Erick Jensen dalam bukunya Brain Based Learning mengemukakan bahwa belahan otak kiri memproses informasi secara berurutan dan bagian kanan memproses informasi secara keseluruhan. Seorang ahli edari Universitas Chicago bernama Jerry Levy menegaskan bahwa kedua bagian otak memang terlibat hampir dalam setiap aktivitas, dan waktu serta derajat keterlibatannya merupakan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada salah satu belahan dapat mempengaruhi perkembangan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat yang sama dibagian yang jauh dibelahan otak yang lain.
1.Perkembangan otak kiri
Pemikiran bahwa satu sisi otak adalah logis dan satu sisi lagi kreativ sudah ketinggalan jaman. Para peneliti bertahun-tahun melakukan penelitian dan menemukan fakta bahwa para musisi memproses musik sampai pada tingkat yang lebih besar di bagian otak kiri, sementara mereka yang bukan musisi memprosesnya lebih pada belahan otak kanan. Paradoks ini menunjukan kompleksitas dari fungsi fungsi otak kita.
Pelajar yang dominan pada otak kiri biasanya akan, Memilih sesuatu yang berurutan, belajar lebih baik dari bagian-bagian kemudian keseluruhan, lebih memilih sistem membaca fonetik, menyukai kata-kata, simbol dan huruf, lebih memilih membaca subjeknya terlebih dahulu, mau berbagi informasi faktual yang berhubungan, lebih memilih instruksi yang berurutan secara detail
2.Perkembangan otak kanan
Bagian kanan otak dapat mencerna berbgai macam hal secara logis. Menggambar, mengarang, dan melukis mungkin tampak seperti aktivitas belahan otak kiri, namun para seniman memperlihatkan aktivitas bilateral. Dalam mrencanakan karya seni mereka mengikuti logika dan aturan mereka sendiri tentang bentuk, warna dan suara. Untuk memastikan terjadinya pembelajaran optimal, kita harus memfasilitasi aktivitas pembelajaran yang melibatkan kekuatan dari kedua belahan otak. Idealnya upaya yang kita lakukan haruslah berfokus pada pembelajaran seluruh bagian otak.
Pelajar yang dominan pada otak kanan biasanya akan: merasa lebih nyaman dengan sesuatu yang acak, menyukai gambar, grafik dan diagram, lebih memilih atau mengalami subjeknya terlebih dahulu, lebih memilih yang spontan, mnginginkan pendekatan yang tak terbata, paling baik belajar dari keseluruhan kemudian kebagian-bagian.
a.Kreativitas
1.Perkembangan Kreativitas
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Barron (1982: 253) mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Guilford (1970: 236) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah cirri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya, menjadi sesuatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan mencari alternatif pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen.
Perkembangan kreativitas juga merupakan perkembangan proses kognitif maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut Jean Piaget (McCormack, 1982) ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut.
a)Tahap Sensori-Motoris
Menurut Piaget, pada tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi, pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang, dan belu memiliki kemampuan berbahasa.
Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling tinggi pada tahap ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi transisi dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada umur ini, anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan dapat menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak ada.
b).Tahap Praoperasional
Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami masalah dalam berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya. Pada akhir tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping itu, anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan hewan. Adapun penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan manusia.
c).Tahap Operasional Konkret
Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah semakin berkembang. Faktor-faktor memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah sebagai berikut
1)Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental
2)Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana
3)Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri
4)Konsep tentang ruang sudah semakin meluas
5)Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang
6)Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
d).Tahap Operasional Formal
Dilihat dari perspektif ini, perkembangan kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal. Artinya, perkembangan kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
2.Faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas
Kreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis, tetapi membutuhkan rangsangan dari lingkungan. Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan faktor yang menghambat. Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut, situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan, situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan, situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu, situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian, situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan, kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya, posisi kelahiran, perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolahnya, dan motivasi diri.
Sedangkan faktor-faktor yang menghambat berkembangnya kreatifitas adalah sebagai berikut, adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui, konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial, kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan, stereotip peranseks atau jenis kelamin, diferensiasi antara bekerja dan bermain, otoritarianisme, tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
3.Upaya Membantu Perkembangan Kreativitas Dan Implikasinya Bagi Pendidikan
Sesungguhnya anak-anak kreatif kedudukannya sama saja dengan anak-anak biasa lainnya. Namun, karena potensi kreatifnya itu, mereka sangat memerlukan perhatian khusus di sini bukan berarti mereka harus mendapatkan perlakuan istimewa, melainkan harus mendapatkan bimbingan sesuai dengan potensi kreatifnya agar tidak sia-sia. Kelemahan pendidikan selama ini dalam konteksnya dengan pengembangan potensi kreatif anak, menurut Gowan (1981),adalah kurangnya perhatian terhadap pengembangan fungsi belahan otak kanan.
Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada fungsi-fungsi pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
D. Menjadikan Anak Kritis
Salah satu tujuan dari pendidikan adalah mampu menjadikan anak kritis baik dalam berpikir kritis dalam menyelesaikan atau memecahkan permasalahan maupun kemampuan mengkomunikasikan atau menyampaikan pikirannya secara kritis. Kenyataannya pelaksanakan pembelajaran kurang mendorong pada suatu kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga pendidik lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman pendidik tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Anderson et al., 1997).
Menjadikan pemikiran baru oleh para pendidik untuk mengoptimalkan kemampuan peserta didiknya terutama dalam hal berpikir secara kritis. Kemampuan berpikir kritis ini akan memberikan arahan dalam melaksanakan pekerjaan dan berpikir. Lebih dari itu, berpikir kritis membantu dalam mengkaitkan suatu pokok permasalahan dengan lebih akurat. Untuk mencapai suatu pendidikan yang mampu menjadikan anak berpikir kritis diperlukan keterbukaan dari semua pihak.
Kemampuan anak berpikir kritis adalah dengan mengembangkan kemampuan intelektualnya. Dalam kaitannya dengan kemampuan intelektual, Bloom memberikan sumbangan ide yang cukup bermakna dalam kemampuan intelektual ini, yaitu membagi kemampuan intelektual dari tingkatan yang sederhana menuju tingkatan yang komplek antara lain pengetahuan atau pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan dalam menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada taksonomi Bloom merupakan tingkatan keterampilan yang lebih tinggi. (Cotton, 1991).
Eric Jensen merincikan beberapa keterampilam yang harus ditekankan pada tingkat abstraksi sebagai bagian dari perkembangan dalam mengajari kemampuan memecahkan masalah dan berpikir kritis, yaitu : mengumpulkan informasi-informasi dan sumber-sumber yang berguna.Suatu informasi yang diperoleh akan berguna padi seseorang untuk melakukan upaya mengganggulangi atau mengatasi dampak-dampak negatif dari suatu permasalahan. Mengembangkan fleksibilitas dalam bentuk dan gayaPengolahan informasi yang diperoleh dalam berbagai bentuk dan melibatkan beberapa sudut pandang.Mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan berkualitas tinggi. Menimbang bukti sebelum menarik kesimpulan. Menggunakan metafora dan model. Mengonsepkan strategi(diagram, daftar, keuntungan dan kerugian, penjabaran, dll). Berhubungan secara produktif dengan ambiguitas, perbedaan, dan kebaruan. Mencari kemungkinan dan probabilitas(meletuskan ide secara cepat dalam kelompok, membuat formula, survai, sebab akibat). Keterampilan debat dan diskusi. Identifikasi kesalahan, ketidaksesuaian, dan ketidaklogisan. Mengkaji pendekatan-pendekatan alternatif (mengubah kerangkareferensi, berpikir di luar kotak, dll). Strategi-strategi hipotesis – pengujian. Mengembangkan objektivitas. Generalisasi dan deteksi pola (identifikasi dan mengorganisasikan informasi, menerjemahkan informasi, aplikasi lintas batas). Peristiwa-peristiwa yang berurutan. (Brain Based Learning, 2008: 280).
Sistem pembelajaran yang bersifat menghafal, di rasa kurang efektif untuk peserta didik. Menghafal pada dasarnya, hanya untuk jangka waktu pendek. Ketika satu minggu berlalu, maka peserta didik perlu mengingat kembali. Dengan pembelajaran yang bersifat menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi suatu masalah, maka menjadikan peserta didik berpikir kritis untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini, menuntut perhatian pendidik. Diharapkan pendidik dapat selektif dalam memilih soal sehingga pola pikir anak didiknya berkembang.
Cara penilaian dengan telaah yang lebih dalam, mendorong peserta didik untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar hanya menghafal. Jadi, pertanyaan yang diberikan pendidik harus ditelaah lebih dalam seperti penerapannya dalam kehidupan, contoh-contoh dari materi pelajaran, dan lain-lain. Ini akan lebih meningkatkan peserta didik berpikir kritis daripada guru memberikan pertanyaan yang jawabnya dapat dengan mudah dicari di buku-buku sumber.
Dalam pembelajaran pendidik lebih memusatkan pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir mereka. Pembelajaran seperti ini akan menantang bagi peserta didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
Selain kemampuan berpikir kritis, pendidik harus mengimbangi dengan meningkatkan perkembangan bahasa peserta didik. Hal ini tak terlepas dari kemampuan berpikir dipengaruhi oleh bahasa yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan meningkatkan kemampuan bahasa, berarti pendidik juga meningkatkan pola pikir kritis peserta didik.Keterampilan bahasa ini berhubungan dengan menyampaikan pikiran peserta didik tersebut. Selain menekankan pada keterampilan bahasa diperlukan pula rasa percaya diri yang cukup. Pendidik memberikan motivasi agar menambah kepercayaan diri. Disamping itu, pendidik juga perlu memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengungkapkan pikirannya. Apabila keterampilan berpikir kritis sudah dapat dilaksanakan maka akan menjadi hal yang cukup mudah untuk mengkomunikasikan pikirannya ini. Hal ini karena idenya sudah terkonsep.
E. Menjadikan Anak Berpikir Kreatif
Makna kata berpikir kreatif sendiri sesungguhnya berkisar pada persoalan menghasilkan sesuatu yang baru dari hasil berpikirnya. Suatu ide atau gagasan tentu lahir dari proses berpikir yang melibatkan empatunsur berpikir: alat indera; fakta; informasi; dan otak. Arti kata berpikir kreatif di sini harus diarahkan pada proses dan hasil yang positif, tentu untuk kebaikan bukan untuk keburukan. Berpikir kreatif juga perlu dibenturkan dengan kesesuaian, konteks dengan tema persoalan, nilai pemecahan masalah, serta bobot dan tanggung jawab yang menyertainya. Dengan demikian, tidak setiap kebaruan hasil karya dapat dengan serta-merta disebut kreatif. Yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah landasan konseptual yang menyertai karya tersebut.
Di dalam makna berpikir kreatif untuk menyebut suatu karya baru atau kebaruan yang diutamakan adalah aspek kesegaran ide dalam karya tersebut, bukan sekadar ulangan atau stereotip. Kreatif bisa juga ditinjau dari nilai orisinalitas dan keunikan cara penyampaiannya; bisa juga merupakan sebuah alternatif "cara lain", walau inti pesan sebenarnya tidak berbeda dengan apa yang pernah ada sebelumnya.
Pada dasarnya anak-anak yang berpikir kreatif bersifat ekspresionis. Ini karena pengungkapan ekspresi itu merupakan sifat yang dilahirkan dan dapat berkembang melalui latihan-latihan. Ekspresi ini disebut dengan spontanitas, terbuka, tangkas dan sportif. Ada 3 ciri dominan pada anak yang berpikir kreatif: (1) spontan; (2) rasa ingin tahu; (3) tertarik pada hal-hal ; faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Dengan demikian, peran pendidik sebenarnya lebih pada mengembangkan anak untuk berpikir kreatif.
F. Problem Solver
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses penambahan informasi dan daya upaya untuk menimbulkan kreasi- kreasi akan kemampuan baru. Proses pembelajaran yang kita berikan harus mengarahkan dan melatih siswa untuk menghadapi masalah baik masalah pribadi maupun kelompok di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah untuk dipecahkan sendiri. Dalam menyampaikan bahan pelajaran kita menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam usaha mencari pemecahan atau jawaban oleh siswa. Disini siswa dapat menemukan kombinasi aturan- aturan yang dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah yang baru. Siswa didorong untuk berfikir secara sistematis dan kritis. Selain itu siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan nyata. Dalam memecahkan masalah siswa diajak untuk melihat proses pemecahn masalah tersebut. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat penting bagi siswa dan masa depannya.
Ada beberapa langkah untuk membuat anak menjadi problem solver antara lain: (1) siswa harus dapat merumuskan masalah, disini siswa diharapkan dapat menentukan masalah yang akan dipecahkan. (2) siswa menganalisis masalah, disini siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. (3) siswa merumuskan hipotesis, langkaha ini siswa harus dapat merumuskan berbagaikemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. (4) siswa akan mengumpulkan data, siswa akan mencari dan menggambarkan informasi yang di perlukan dalam memecahkan masalah. (5) Pengujian hipotesis, siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. (6) siswa harus merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, siswa akan menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Siswa dapat dikatakan sebagai problem solver apabila siswa dapat melakukan hal- hal sepertisiswa dalam belajar tidak hanya sekedar mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami pelajaran tersebut secara penuh. Selanjutnya siswa mempunyai kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta dapat mengembangkan kemampuannya dalam membuat keputusan secara objektif. Selain itu siswa juga memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah . dan yang terakhir yaitu siswa dapat memahami hubungan antara apa yang dipelajarinya dengan kehidupan kenyataan dalam kehidupannya(hubungan antara teori dengsn kenyataan).
Problem solver sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran karena dengan adanya problem solver ini maka pembelajaran akan semakin hidup dan semakin menggairahkan. Selain itu, siswa juga dapata mengembangkan kemampuan untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan yang baru.
BAB III
PENUTUP
Metode Pembelajarandapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik untuk mencapai tujuan yang bersifat implementatif.
Guru berperan sebagai fasilitastor dan mendukung potensi yang ada dalam diri anak. Guru dilarang mengarah-arahkan dan memberi bimbingan, sebaiknya guru hanya menyampaikan gagasan atas suatu masalah, dan keputusan terakhir diserahkan pada anak, dan jika anak tersebut menolak gagasan guru, justru hal tersebut yang diharapkan.
Teori Hemisphere merupakan suatu teori yang menekankan pada fungsi penggunaan otak secara seimbang antara otak kanan dan otak kiri. Tahab perkembangan kreativitas ialah meliputi tahap sensori-motoris, tahap praoperasional,tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.Intelek merupakan daya upaya atau potensi untuk memahami sesuatu hal yang menggambarkan ekmampuan seseorang dalam berfikir atau bertindak secara abstrak, kesanggupan mental untuk memahami, mengamati, menghubungkan suatu kemampuan secara efektif. Pembahasan tentang intelek tidak akan terlepas dari intelegensi.Intelek dan kreatifitas memilki perbedaan namun keduanya saling terkait. Karena kedua hal tersebut dijadikan kriteria untuk menentukan bakat seseorang. Namun kita sebagai pendidik bisa mengoptimalkan perkembangan keduanya dengan mengetahui susunan otak dan teori belahan otak dan bagaimana mengoptimalkannya.
Secara umum dalam menjadikan anakkritis diperlukanInteraksi dari peserta didik, proses pembelajaran yang bersifat menganalisis,mensintesis dan mengevaluasi, cara penilaian dengan telaah yang lebih dalam,pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional, dan pendidik harus mengimbangi dengan meningkatkan perkembangan bahasa peserta didik Kemampuan menyampaikan pikiran diperlukan keterampilan dalam bahasa(berbicara) dan rasa percaya diri yang cukup.Pendidik perlu memberikan motivasi dalammenumbuhkan rasa percaya diri pesertadidik,lebih dari itu pendidik senangtiasa memberikan kesempatan kepada pesertadidik untuk mengungkapkanpikirannya.
Empat Cara Mengembangkan Anak untuk berpikir kreatif yaitu membangun kepribadian, menumbuhkembangkan motivasi, mengendalikan proses pembentukan anak kreatif(persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai, mengatur kegiatan, memelihara iklim kreatif agar tetap terpelihara) dan mengevaluasi hasil dari berpikir kreatif.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses penambahan informasi dan daya upaya untuk menimbulkan kreasi- kreasi akan kemampuan baru.Problem solver sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran karena dengan adanya problem solver ini maka pembelajaran akan semakin hidup dan semakin menggairahkan. Selain itu, siswa juga dapata mengembangkan kemampuan untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan yang baru.
Pendidikan merupakan suatu upaya dalam meningkatkan taraf hidup manusia yang lebih baik. Melalui pendidikan yang menekankan fungsi otak secara seimbang dan meningkatkan kreatifitas dan kemampuan kritis anak akan mengantarkan anak menjadi pribadi yang lebih berguna. Diperlukan peran semua pihak yang terkait dalam diri peserta didik untuk dapat mencapaik keberhasilan dan mengembangkan kemampuan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
http://dinnykaa.blog.com/2005/07/27/agar-anak-tetap-kreatif/
http://pondokibu.com/parenting/tumbuh-kembang-anak/menumbuhkan-kreativitas-anak/ Di unduh tanggal 20 okt 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H