Perempuan tua menatap langit dibalik jendela kereta, awan hitam masih saja bergelayut. Apakah hujan dan badai akan segera reda dan meninggalkan cerahnya sore dibatas cakrawala berhias pelangi.
"Duhay Langit, wajahmu selalu kurindu
.Dengan tatap yang penuh harap, ia bermunajad, dan sesekali tanganya menyeka butiran-butiran air mata yang semakin berlinangan.
" Duhay Yang maha indah, kereta terakhirku penuh dengan ular berbisa, namun kekasihmu memberikan sebuah cinta-Mu tuk perjalanan terakhirku.
Dengan senyum yang terkulum diantara kerut-kerut wajah yang masih ayu, terbasahi air dari kelopak mata sayunya.
" Wahay langit, baiklah, hujan pasti akan segera reda, dan mereka telah menantiku digerbang berikutnya, sebelum stasiun terakhir bersama bidadari-bidadari kecilku.
Hujan dengan perlahan memberi tanda tuk reda, sang perempuan masih duduk dengan tenang namun penuh harap. Tuk sebuah cinta dan kepada misterinya.
- sekian -
------------------------
pinggir trotoar ngedat-ngedit gak jelas
bvb
keterangan : copas dari notes fb pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H