Mohon tunggu...
Boil
Boil Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bekerja dalam soenyi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mabuk Kepayang

24 November 2011   16:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:14 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku menatapmu, tapi aku buta.
Sejak pagi menghidangkanku secangkir kopi lumayan manis.
Padahal jendela belum sempat untuk aku buka.

Aku masih membasuh wajahku.
Tubuhku masih telanjang usai percintaan menghadap barat tadi malam.
Apakah aku masih dimabuk kepayang...?
Hingga tak ku dengarkan rintahan janda bersama kedua anaknya yang merengek lapar.

" Agh...

Tak habis pikir olehku, teramat bodoh dan sama sekali tak menalar otak ini.

Kemarin lusa ku puji kekasih, aku kunjungi rumahnya di Jazirah Arab.
Namun saudara empat rumah di sampingku, menjerit dan merintih bak kucing kurap.

Apakah hujan di atas sajadah menutup mataku tentang para bidadari hingga aku lupakan mereka?
Mungkin aku dibuai mimpi yang mengajaku berleha-leha di taman firdaus.

" Ohh, tidak tidak...

Jendela harus segera ku buka, agar genit mataku dapat menikmati sapa manja para Tuhan yang menjelma.
Lalu biarlah aku buka pintu rumahku dan segera kuterima tamu-tamu istimewaku tanpa cela.
¤¤¤¤¤
banjarbaru 251111
bvb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun