Mohon tunggu...
Boil
Boil Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bekerja dalam soenyi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Lelaki dan Sembilan Matahari

31 Juli 2012   17:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:23 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

aku menatap sekeliling, lagi-lagi hanya gelap dan senyap. sepertinya waktu masih terus menggelinding mengejarku, aku tersudut oleh maki, mereka telah mencabik-cabik segenggam darah berwarna coklat tua di dadaku. rasaku berdarah, tersobek ujung lidah mereka yang begitu runcing dan tajam.

langkahku sedikit gontai, terkadang aku jatuh, namun aku masih berdiri dengan hati. walau terseok-seok aku harus berjalan dalam lorong gelap yang penuh dengan mayat hidup dan hantu-hantu yang memenuhi dinding-dinding kusam yang bisu.

kedua bola mataku segera kulempar ke langit, bulan sabit mencoba tersenyum padaku. sayup kudengar bisiknya di telinga.

" sembilan matahari segera membunuh aku.

ada sedikit oase dalam bisiknya, mencoba mengetuk pintu hatiku dan menamba luka dengan secangkir asa.

" ramadhan, diriku belum terkapar, walau raga telah terbiasa dengan lapar. dan sembilan matahari telah membunuh aku.
.
..
...

~¤~
banjarbaru 31juli12
bvb

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun