aku adalah kata
yang tergores lewat jemari-jemari tanpa nyeri
berima tertangkap bias cahaya lewat sepasang kornea
selebihnya aku tetaplah kata-kata
Bejo, Paimin, Tukijo...
mereka terkadang menjadi aku
diantara Gibran dan Rumi
aku terilhamkan aksara mereka tentang arti cinta
aku mungkin telah menjadi sebait puisi
yang mungkin juga telah larut dalam samudera kata-kata
tapi aku tak pandai berenang
karenaku tak pernah mengunjungi sungai
walau di halaman belakang rumahku telah mengalir begitu derasnya
aksaraku egois
karenaku suka merasa-rasa
dan aku suka mengendap-endap mendekati senyap
karenaku teramat lelah merayu ramai
jiwa-jiwa telah kutikam lewat kedua tatapnya
menusuk dada mereka dengan serangkaian aksara yang ber-ironi
lalu kupergi dengan metafora jalang
dan tertawa dibalik senyum kecut bibir merah jambu
aku ingin sendiri
sambil menyeduh secangkir kopi
lalu kumainkan asap rokoku
dan kulemparkan aku didepan cermin
agar senyap teriak lantang dalam dada
tapi aku adalah kata
walau aku bukan Gibran maupun Rumi
dan terkadang al-Haz mengintrofeksiku
aku hanya bisa diam dikuasai langit
aku...
adalah setumpuk dosa
yang merasa-rasa dalam surga
dengan rasa-rasa yang semakin gemuk saja
ahh...
aku berdusta
ingin kurobek mulutku
dan biarkan jemari yang menggantikanya
dengan cinta tanpa cabang
---------------------------------
pinggiran trotoar 13062011
bvb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H