" Agh, yang bener lo, trus siapa yang beli?
Parjo hanya menatap sekilas wajah Mardi, sambil sesekali ia pejamkan matanya. Dan terkadang matanyapun nampang menerawang ke atas pohon di samping gardu.
" Gaya lo kayak dukun aja Jo, mikir apaan sih?
" Pokoknya kalo lo pengen kaya instan, lo wajib nurutin saran gua tadi. Lo cari burung hantu sedapatnya, trus lo bikin sate. Mumpung malam belum larut, cepetan!
" Trus jualnya ke siapa?
" Lo cari persimpangan, tuh di bawah pohon asem sono tuhkan sepi, nah lo gelar aja lapak lo di situ. Nanti ada yang datang, lo jual deh dengan harga setinggi-tingginya, misalnya satu tusuk sejuta apa lima juta.
" Gila lo, mana ada sate satu tusuk segitu harganya.
" Mau kaya gak? Pokoknya lo tenang aja, pokoknya ada yang bayar, tapi lo wajib berani menatapnya, jangan kabur!
Tak berapa lama kemudian Mardipun segera mengambil perlengkapan berburunya, sementara Parjo menyiapkan perlengkapan untuk mengolah bumbu satenya. Dua jam kemudian, akhirnya Mardi datang membawa tiga ekor burung hantu yang sudah terikat. Mereka segara membersihkanya dan dicincang untuk dijadikan sate.
" Udah siap Di, gua tunggu di rumah, lo pergi sendirian. Ingat jangan kabur bila ada yang datang!
" Beres bro.