Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, baik muslim laki-laki maupun muslim perempuan, begitulah sabda Nabi Saw. Bagi seorang muslim yang beriman maka pendidikan haruslah di tempuhnya. Mengingat pada zaman sekarang ini pendidikan tidaklah sulit untuk di jangkau baik dalam segi ekonomi maupun geografisnya. Dari segi ekonomi, pendidikan telah memberikan keringanan bagi mereka yang tidak mampu yakni dengan adanya sekolah gratis, atau bahkan beasiswa lainnya. Sedangkan dari segi geografis, pendidikan sekarang ini telah tersebar dimana-mana sampai ke pelosok desa sehingga jarak dari lokasi sekolah menuju rumah-rumah warga tidaklah jauh. Ada yang bisa dijangkau dengan berjalan kaki, sepeda, sepeda motor dan juga angkot.
Telah banyak sekolah yang di dirikan di sekitar pemukiman warga. Baik dari tingkat dasar (SD), tingkat pertama atau SMP, tingkat menengah (SMA) bahkan sampai perguruan tinggi. Adapun bagi kita seorang muslim, keberadaan sekolah-sekolah berbasis Islam pun tak sulit kita temui, dari MI, MTs dan MAN. Sebagai siswa maupun siswi yang bersekolah hanya tinggal memilihnya, dari yang dekat, agak jauh, jauh dan sangat jauh bahkan sampai keluar desa. Keberagaman sekolah yang ada sekarang, di dukung dengan berbagai fasilitasnya menjadi alternatif pilihan peserta didik untuk bersekolah. Mereka memilih sekolah sesuai dengan keinginan atau bahkan disesuaikan dengan bakat mereka.
Namun berbeda dengan siswi yang satu ini, saya beri nama dengan inisial S. S ini sempat berbagi cerita dengan saya tentang keinginannya melanjutkan SMAnya. S ini merupakan tetangga dekat saya, dia anak yang sangat manis dan pintar. Pendidikan SD nya ia tempuh di sekolah dasar di dekat rumahnya ditempat ayahnya mengajar yakni SD inpres 52 Mariyai. Sedangkan SMPnya ia tempuh di Mts Negeri Mariyai SP II yang jaraknya agak jauh dari rumahnya, yang kadang ia tempuh dengan berjalan kaki beramai-ramai atau bahkan dengan sepeda motor. Jelas saja ia memilih sekolah tersebut karena sekolah tersebut merupakan Mts satu-satunya di SP II. Selain itu juga ia mengikuti jejak kakaknya yang ke dua yang merupakan alumni dari Mts Negeri pula.
Setelah S ini menyelesaikan sekolahnya di Mts, S berencana melanjutkan sekolahnya ke sekolah dimana kakak pertamanya dulu pernah belajar disana. S, yang merupakan anak ketiga ini wajar saja jika ia senang mengikuti jejak para kakaknya, karena S dan kedua kakaknya sama-sama perempuan. Saling bertukar pengalaman dan bertukar cerita sudah menjadi hobi mereka. Sepertinya S tertarik dengan pengalaman kakak pertamanya yang menyelesaikan studinya di pondok pesantren GONTOR. Ia mengatakan ia ingin seperti kakak pertamanya yang lihai berbahasa Inggris dan Arab. Pilihan yang baik tentunya, karena GONTOR tidak diragukan lagi kualitas dan fasilitasnya. Makin terkenal lagi setelah muncul novel “Negeri Lima Menara” yang di tulis oleh alumni GONTOR sendiri, bahkan sudah difilmkan. Filmnya akan menambah daftar film islami yang mampu memotivasi peserta didik dalam meraih cita-citanya dari bangku sekolah.
Sekarang S sudah berada di GONTOR sana, semoga berkah mengikuti jejak kakaknya. Menjadi anak yang lihai berbahasa Inggris dan Arab pula dan juga dapat mencapai cita-cita yang diharapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H