Mohon tunggu...
mufid fiddin
mufid fiddin Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya adalah pribadi yang sangat suka dengan kebijaksanaan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pentingnya Kemersaan di Usia Tua

3 Desember 2014   02:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:12 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

di suatu siang, aku sedang duduk santai di depan ruang fisioterapi sebuah rumah sakit swasta ternama di pekanbaru. Kebetulan di depan tempat saya duduk adalah lift dan tangga manual di sebelah kanannya. Tempat saya duduk ini adalah ruangan paling bawah dari gedung berlantai lebih dari lima tingkat itu.

Sambil asik bermain smart phone yang saya miliki, tiba-tiba masuk sepasang suami istri yang mungkin usianya sudah memasuki di atas empat puluh tahunan. Sepertinya mereka akan menjenguk saudara atau sahabat yang sedang sakit.

Saat pasangan itu sudah sampai pas betul di depan lift, dan istrinya telah menekan tombol yang tujuan ke atas gedung, namun terlihat dari layar petunjuk perjalanan lif baru saja menuju atas gedung. Mereka terlambat. Untuk menunggu lif itu turun kembali ke lantai dasar, tentu dibutuhkan waktu beberapa menit.

Lantas sang suami terlihat tidak sabar. Ia mengajak istrinya untuk menaiki tangga saja. Tetapi istrinya sedikit keberatasan, “capek loh naik tangga!”, ujar istrinya.

“mau berapa lama ditunggu liftnya itu baru jalan ke atas!” sambut suaminya dengan nada yang kurang lembut sambil menuju arah tangga. Aku hanya memperhatikannya dari tempat dudukku.

Istrinya pun tak bisa menolak. Dengan wajah yang sedikit kecewa, istrinya mengikuti di belakang dengan jalan perlahan. Sekilas terlihat sepertinya si istri sedang kurang sehat untuk berjalan dengan cepat. Namun sang suami aku perhatikan tidak begitu perduli. Suaminya tetap saja berjalan dengan cepat menuju lantai dua dengan meniti anak tangga. Si istri terlihat sangat perlahan meniti anak tangga itu. Terlihat seperti tidak ada kemesraan sebagai suami istri. Si suami bukan menggandeng sang istri, malahan berjalan melenggang seperti tanpa beban. Sehingga dalam meniti anak tangga itu si istri tertinggal jarak yang lebih dari 7 anak tangga. Kasihan istrinya.

Renungan: mungkin rasa jenuh dalam sebuah komunikasi keluarga, menjadi titik dasar kemesrhaan itu tidak terlihat. Kita bisa ingat, di saat-saat para remaja memadu kasih, begitu banyak janji-janji, kemesraan, keharmonisan, dan keromantisan yang terbangun. Tetapi kebanyakan pula, di saat yang sudah membangun keluarga dengan menikah, kemesraan itu semakin hilang setelah bertambahnya usia.

Salah satu fakta yangsering aku temukan dari mengamati dalam lingkunganku mengenai ini adalah ketika melihat dua sejoli yang belum menikah, mereka terlihat begitu mesrah. Tetapi setelah menikah dan memiliki anak, lambat laun kemesraan itu pudar, bahkan sampai keluar kata “urus itu anakmu” dengan nada yang ketus dari suami kepada istri.

Cerita di atas mungkin bisa dijadikan salah satu contoh tentang pudarnya kemesraan setelah berkeluarga. Padahal, kemesraan dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan untuk membangun ssebuah keluarga kecil yang penuh kebahagiaan dan kedaiaman. Semoga saja cerita itu dapat mengingatkan yang sudah menikah untuk terus menjaga kemesraan dalam keluarga, dan bagi yang belum menikah dapat menjadi catatan penting yang harus selalu diingat untuk mendapatkan keuarga yang bahagita setelah menikah. Semoga saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun