Mohon tunggu...
Rahmah Fitroh
Rahmah Fitroh Mohon Tunggu... -

Mahasiswi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Fakultas Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pandangan Filsuf Barat tentang Manusia

11 Mei 2014   01:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:38 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bagaimanakah pandangan beberapa filsufbarat tentang manusia ? Mari kita baca beberapa penjelasan dari beberapa para filsuf barat.

Plato antara Rasio dan Pancaindra

Salah satu pemikiran tentang Plato adalah pandangannya tentang realitas. Menurutnya, realitas terbagi atas dua dunia, yaitu dunia yang terbuka bagi rasio dan dunia yang hanya terbuka bagi pancaindra. Dunia pertama terdiri atas idea-idea, sedangkan dunia berikutnya ialah dunia jasmani. Yang terpenting dalam teorinya adalah tentang ide-ide, yang merupakan upaya permulaan yang mengkaji masalah tentang universal yang hingga kini pun belum terselesaikan.

Aristoteles tentang Hilemorfis

Pandangan Aristoteles tentang jiwa manusia adalah dianggap sebagai prinsip yang memberi kehidupan kepada makhluk hidup. Semua organisme, baik tumbuhan maupun hewan dianggap memiliki jiwa, yakni jiwa vegetatif dan jiwa sensitif. Jiwa vegetatif adalah semua organisme mampu menyerap makanan dan bereproduksi. Dan begitu pula pada hewan yang memiliki jiwa tambahan, yakni jiwa sensitif yang kadang-kadang disebut jiwa hewani, adalah semua hewan mempunyai kemampuan yang lebih kompleks, misalnya daya penggerak, sensasi, ingatan, dan imajinasi.Makhluk hidup yang dipandang paling tinggi derajatnya adalah manusia, karena dianggap memiliki jiwa rasional. Dengan jiwa rasionalnya, manusia mampu berpikir secara sadar, membuat norma sosial, serta menyusun kebijakan-kebijakan moral.

Menurut pandangan Aristoteles dan pengikutnya, jika ditinjau dari titik pandangan ilmu pengetahuan modern tentang pendekatannya, mereka mengira fungsi jiwa bisa dipandang sebagai faktor utama, yang bisa menjelaskan seluruh fenomena kehidupan. Akan tetapi, fungsi jiwa tersebut tidak bisa menjelaskan dirinya sendiri berdasarkan unit-unit yang lebih dasar. Organisme-organisme hidup misalnya, dipercaya mampu bereproduksi, bergerak, dan berpikir karena mereka memiliki jiwa-jiwa vegetatif, hewani, dan rasional.

Rene Descartes tentang Kebenaran dan Keraguan

Menurut pandangan Descartes, jiwa tidak pernah tampak secara langsung dalam kesadaran kita, seperti halnya pengalaman inderawi. Descartes yakin bahwa jiwa itu ada, ia tidak pernah mengalami totalitasnya sama sekali. Akan tetapi, keyakinannya ini mendorongnya untuk menyelidiki ide-ide lain yang meskipun “nyata”, tetapi tidak dapat dihadirkan hanya oleh satu pengalaman inderawi semata-mata. Ide-ide tersebut diantaranya adalah “kesempurnaan”, “kesatuan”. Descrates berkesimulan bahwa ide-ide seperti itu, yang tidak bergantung dari pengalaman indrawi yang spesifik, tetapi dapat disentuh dan ditimbulkan oleh pengalaman, dan tentu diperoleh dari hakikat jiwa yang berpikir.

Tubuh tanpa jiwa menurut Descartes adalah hanya akan menjadi otomat belaka, yang digerakkan secara mekanis oleh stimulus eksternal dan kondisi-kondisi hidrolik internal atau “emosional” jadi, tanpa kesadaran. Dan sebaliknya, jiwa atau roh tanpa tubuhmemang bisa mempunya kesadaran, tetapi ia hanya memilki ide-ide bawaan saja. Tubuh, bagaimanapun juga menambah kekayaan isi pada kesadaran jiwa, sedangkan jiwa menambah rasionalitas dan kehendak pada sebab-musabab perilaku.

Frierich Nietzsche

Menurut pandangan Friedrich Nietzsche, tujuan dari kerja keras manusia bukanlah demi peningkatan kualitas hidup umat manusia, melainkan demi perkembangan individu-individu unggul yang lebih baik dan lebih kuat. Umat manusia tidak ditingkatkan atau diperbaiki, karena dalam kenyataan tidak ada umat manusia, itu adalah abstraksi yang ada adalah sarang semut individu-individu. Manusia unggul tidak dilahirkan oleh alam, tetapi dengan proses biologis. Maka, amatlah absurd jika membiarkan individu-individu yang lebih tinggi derajatnya melakukan perkawinan karena cinta.

Energi, intelek, dan kehormatan atau kebanggaan diri ini semua membuat manusia unggul. Namun semuanya itu harus selaras yaitu dengan gairah-gairah akan menjadi kekuatan, hanya jika mereka dipilih dan dipadukan oleh suatu tujuan besar, yang mampu membentuk berbagai keinginan yang masih kabur ke dalam kekuatan satu kepribadian.

Semoga bermanfaat :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun