Mohon tunggu...
Edi Hermawan
Edi Hermawan Mohon Tunggu... -

Manusia yang terlahir dari keluarga sederhana yang saat ini masih bernaung di dunia pendidikan dan kemudian Belajar memaparkan perjalanan kehidupan melalui goresan dalam sebuah tulisan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Darimana Asal Makanan yang Kita Makan

18 April 2012   06:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:29 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua mahluk hidup di bumi ini perlu makan dan minum demi kelangsungan hidup mereka entah itu manusia, tumbuhan maupun binatang walaupun jenis maupun nilai dan kandungan gizi yang di butuhkan itu berbeda tapi tetap pada satu kesamaan(membutuhkan makanan), berbicara tentang makanan kita sebagai manusia pasti selalu menginginkan untuk bisa mengkonsumsi makanan yang enak dan kaya akan kandungan gizi namun pernahkah kita memikirkan asal mula makanan tersebut? Asal disini bisa saya jelaskan terlebih dahulu, Asal makanan yang saya maksud bukan asal dari proses pertanian yang menghasilkan makanan tersebut tapi darimana asal uang yang kita gunakan untuk membeli sumua makanan yang telah kita konsumsi selama ini,

Pernah tidak kita bertanya pada diri sendiri, halal tidak makanan yang bakal saya makan ini ? Nah… ini mungkin pertanyaan yang harus kita ingat sebelum mencicipi nikmatnya santapan yang bakal kita nikmati karna setiap makanan yang kita makan itu akan masuk ke dalam tubuh dan kemudian diproses oleh organ tubuh kita sesuai tugasnya masing-masing, setelah itu fungsi dari makanan yang kita konsumsi ini pun membagi diri sesuai ketentuan ada yang berbaur menjadi daging, darah dan sebagainya. Sehingga aktifitas keseharian kita di tentukan oleh apa yang telah menyatu dengan organ tubuh tersebut, bahkan organ terpenting yang menjadi penentu terhadap semua keputusan alias HATI juga tak luput dari pengaruh makanan yang kita konsumsi setiap harinya.

HATI yang tulus akan menuntun kita untuk tetap melangkah kearah yang positif karna organ tubuh yang satu ini mungkin di ciptakan oleh sang khalik sebagai organ terpercaya. olehnya itu kesempurnaan dari perannya pun harus tetap kita jaga agar tetap mengarahkan kita ke jalan yang sebenarnya, Namun apakah hati kita ini masih tetap setulus dan sebersih Hati yang sebenarnya? Hal ini hanya mampu di jawab dan dirasakan lewat analisa dari berbagai perilaku yang telah kita lakukan selama ini karna semua akan tergambar lewat perilaku tersebut, Makanan yang halal akan menuntun tubuh kita kearah positif namun sebaliknya makanan yang asal usulnya Haram akan lebih besar peluangnya utuk mengantarkan atau menjerumuskan kita ke hal-hal Negatif.

Melihat apa yang saya tulis di atas tiba-tiba muncul pertanyaan di benak saya,

Apakah hati para koruptor masih sama seperti kodrat hati yang sebenarnya?

Mengingat perilaku kesehariannya yang mengandalkan perilaku hidup mewah namun asalnya tidak benar, limpahan materi yang dimilikinya hanyalah sebatas symbol kemewahan yang menurut saya sebenarnya kekayaan yang bersifat hampa, mengapa saya katakan demikian, karna harta hasil korupsi itu hanyalah materi yang di hasilkan melalui jalan pintas yang merugikan banyak pihak dan dampaknya akan di alami oleh orang-orang yang seharusnya berhak, rakyat sengsara, bahkan tak jarang kita dengar ada warga masyarakat yang meninggal kelaparan, Kekayaan yang seperti inikah yang ingin di banggakan? Tertawa bahagia dibalik penderitaan jutaan warga masyarakat akibat ulah konyol sang koruptor.

Itulah mungkin penyebab sehingga sehingga sampai sekarang Rakyar Indonesia tercinta kita ini masih berada pada garis kemiskinan yang disebabkan hanya karna kerakusan sebagian pejabat kita yang selalu ingin memamerkan kemewahan yang sebenarnya bukan menjadi haknya.

Beberapa waktu lalu saya nonton TV dan menyaksikan berita yang menyatakan bahwasanya perekonomian masyarakat saat ini sudah meningkat sekian persen (namun saya lupa berapa persen yang di sebutkan dalam berita tersebut, maklum memori ingatan saya spesifikasinya rendah hehehe….) namun berita itu munghin hanya sebatas teori di atas kertas yang tidak disertai dengan realita di lapangan, saya tidak usah menceritakan bagaimana nasib dan status semua masyarakat karna pasti semua sudah tahu karna aktifitas keseharian kita identik dengan pemandangan yang tidak sedap kata para pejabat kita.

Kata tidak sedap inilah yang membuat saya heran, pemerintah melarang segala bentuk aktifitas dari pengemis sementara mereka tak mampu makan kalau tidak menempuh jalan tersebut,banyaknya pengemis yang berkeliaran di pelosok negri kita ini merupakan bukti nyata bahwasanya masih banyak rakyat miskin di Indonesia sehingga bisa saya katakan bahwa inilah gambaran dari negeri kita, keberadaan pengemis tak bisa kita pungkiri walaupun sering disebut-sebut meresahkan warga dan mengganggu arus lalu lintas, bagi pengemis yang berada di jalan raya tersebut namun apakah kita harus membiarkan mereka mati kelaparan hanya dengan alasan merusak pemandangan?

Ini bukan jalan keluar yang tepat untuk meniadakan pengemis tapi jalan yang tepat ialah dengan membenahi system pemerintahan demokrasi kita ini, Kata dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat ini perluh pembuktian,rakyat bukan hanya butuh sekedar janji dan buaian belaka namun rakyat berharap agar segala aspirasi mereka mampu di serap oleh para wakil-wakilnya yang katanya memperjuangkan nasib mereka walau terkadang terkhianati olehnya, ketika sang pejuang sudah tak peduli lagi dengan mereka, maka dimana lagi masyarakat harus mengadu?? Haruskah kita berucap bahwa “Siapa suruh MISKIN” ini kan tentu tidak logis menurut saya.

Mengapa anda masih bertahan dengan egoisme di dalam diri?, bukankah semua aparatur pemerintahan di pilih untuk menjalankan system pemerintahan dan berusaha untuk menjadikan masyarakat kalangan bawah menjadi sejahterah, namun apa yang kita lihat saat ini? Seakan semuanya hanya mementingkan pribadi masing-masing, kesejahteraan yang dinantikan oleh rakyat dengan terbukanya lapangan kerja pun toh nyatanya hanya sebatas angan dan harapan karna yang menikmati segala bentuk fasilitas maupun kemewahan yang ada hanyalah pejabat beserta family, itulah mungkin alasan mengapa orang berlomba-lomba untuk menjadi seorang penguasa, bahkan tak jarang mereka mengorbankan orang lain demi kepentingan mereka, saling menjatuhkan sudah lumrah di mata mereka (katanya itu hanya permainan Politik saja”.

Jadi sampai kapan negeri ini menjadi milik penguasa? Kapan masyarakat mampu mencicipi indahnya kemerdekaan, indahnya menjadi tuan di negeri sendiri (seperti kata Bung Karno), nikmatnya kehidupan halal, yang jauh dari hal-hal yang merugikan bangsa dan masyarakat banyak dan berjalan di atas jalan yang sudah di tentukan oleh Syariat Agama?

Semoga kedepannya negeri ini mampu memiliki sosok pemimpin yang sesungguhnya, bukan hanya omong kosong namun pemimpin yang benar-benar nyata yang bertanggung jawab terhadap rakyat dan tugasnya, semoga ini bukan hanya sekedar mimpi layaknya di negeri dongeng namun mampu menjadi sebuah realitas, Amin…

Ditulis di Makassar 18 January 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun