Mohon tunggu...
Fahmi
Fahmi Mohon Tunggu... Bankir - Suka baca hoby menulis

Pecinta Literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sarjana Harus Berani

5 Desember 2015   21:34 Diperbarui: 5 Desember 2015   21:50 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di kutip dalam Badan Statistik Nasional (BSN) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2015 sebesar 5,81 persen menurun dibanding TPT Agustus 2014 (5,94 persen), dan meningkat dibandingkan TPT Februari 2014 (5,70 persen). 

Selama setahun terakhir (Februari 2014–Februari 2015) kenaikan penyerapan tenaga kerja terjadi terutama di Sektor Industri sebanyak 1,0 juta orang (6,43 persen), Sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 930 ribu orang (5,03 persen), dan Sektor Perdagangan sebanyak 840 ribu orang (3,25 persen). 

Penduduk bekerja di atas 35 jam per minggu (pekerja penuh) pada Februari 2015 sebanyak 85,2 juta orang (70,48 persen), sedangkan penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam per minggu sebanyak 7,5 juta orang (6,24 persen). 

Pada Februari 2015, penduduk bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 45,19 persen, sementara penduduk bekerja dengan pendidikan Sarjana ke atas hanya sebesar 8,29 persen.

Dari statistik pekerja menurut BSN justru di dominasi oleh mereka yang berpendidikan SD, walaupun dalam kategori pekerja kasar namun setidaknya mengurangi angka pengangguran, sarjana yang notabennya lebih berkualitas karena sudah dibekali berbagai macam bidang keilmuan untuk terjun di masyarakat dan harus siap mempertanggung jawabkan kemandiriannya justru hanya 8,29 persen. Padahal dalam tiap tahun di setiap kampus mengeluarkan ribuan sarjana, lalu kemanakah mereka ?

Menelisik lebih jauh psikologi seorang sarjana ketika sudah lulus, rupa-rupanya mereka terbebani oleh kesarjanaannya untuk memulai bekerja dari bawah, karena masyarakat menganggap, mereka yang sudah sarjana tidak patut jika harus kerja kasar atau hanya sekedar berdagang kecil kecilan, rata-rata masyarakat kita berfikir bahwa seorang sarjana seharusnya menempati pejerjaan diperkantoran, dengan baju rapi dan berdasi. Hal inilah yang menyebabkan para sarjana takut untuk memulai, padahal otaknya sudah penuh dengan berbagai macam inspirasi untuk masa depannya.

Jika maenset masyarakat kita tidak dirubah, maka selama itulah para sarjana akan terus dirundung ketakutan, apalagi sarjana saat ini banyak yang abal-abal, sarjana omong kosong, ketika mereka berproses sebagai mahasiswa, kehidupannya cenderung hedonis dan menghabiskan banyak waktunya hanya sekedar untuk pacaran, padahal tuntutan seorang sarjana bukanlah mencari kerja akan tetapi menciptakan pekerjaan.

Menurut Kholis, ketua Asosiasi Pedagang Bakso di kabupaten Jember mengatakan bahwa sarjana saat ini tidak lebih baik dari manusia pra sejarah, jikalau manusia pra sejarah lebih berani hidup dengan berburu, dalam artian tidak menggantungkan dirinya pada perusahaan, institusi atau kepada orang lain, berbeda lagi dengan fenomena sarjana saat ini, mereka di sibukkan dengan mencari kerja, lalu apa gunanya toga yang pernah ia pakai ? "Sampah" kata Kholis

Sudah seharusnya sarjana angkat bicara, bukan menjadi buntut tuannya, para dosen harus lebih banyak memberikan pekerjaan yang rumah, agar tidak terlalu banyak waktu yang terbuang untuk nyampah. 

Sarjana harus berani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun