Gb. 1 Pemandangan Panderman. Disumberkan dari blogdetik.com
Kalau anda pecinta alam atau climber’s sejati, pastinya tak asing dengan nama Panderman.Konon, sebutan nama Panderman diambil dari guratan yang tertulis pada sebuah batu berlambang baca “Van Der Man”. Dan secara tidak sengaja ditemukan oleh penduduk daerah kaki gunung saat menjelajahi gunung tersebut. Sebagian lain mengatakan nama tersebut diabadikan lewat seorang berkebangsaan Belanda yang menyatakan kekagumannya pada gunung tersebut. Tak bisa dinisbikan kedua pendapat tersebut, karena fakta yang ada gunung tersebut kerap kali dikunjungi wisatawan luar negeri yang sebagian berasal dari kota kincir angin tersebut. Terlepas dari empirisme sebuah sejarah, panderman adalah satu bukti kekayaan alam kita yang senantiasa menjaga alamnya.
Ya, kami sekelompok anak kost yang menamakan diri kami sebagai seorang pecinta alam kala itu mengokohkan niat kami untuk bersetubuh dengan alam. Berbekal nekat kami mengadakan pendakian menuju Panderman. Diperparah lagi dengan keadaan yang pada saat itu pada penghujung bulan.Sudah jauh-jauh hari kami merencanakan akan menghabiskan waktu liburan kami untuk mendaki ke Panderman.Singkat cerita, kami memberanikan diri mendaki hanya bermodalkan uang seratus ribu hasil iuran patungan kami. Salah satu diantara kami sebut saja Paul telah melalangbuana mengitari bebukitaan menganjurkan kami untuk mengadakan patungan sebesar dua puluh ribu per kepala. Secara kalkulasi, dengan iuran tersebut mereka mampu bertahan hidup di sana dengan membawa bahan makanan mentah sisa persedian makanan kami. Dana iuran tersebut mereka pergunakan manakala menghadapi ujian tak terduga, seperti transportasi darurat, pengobatan, rokok dan uang masuk gerbang wisata Panderman.
Berangkatlah kami dari Jombang, Jawa Timur sekitar pukul 12.00. Sengaja kami berangkat siang hari supaya dalam pendakian kami memasuki gerbang langit menunjukkan gelapnya. Dan satu lagi fakta kebanyakan pendaki lebih memilih waktu malam hari untuk melakukan pendakian. Bukan lantaran menafikan keselamatan atau memancing bahaya, namun pada waktu malam hari lah dahaga pendaki bisa lebih terkurangi, karena sembunyinya terik sang mentari. Selain itu, begitu mahal harga sebuah keindahan panorama pada malam hari. Kami enggan untuk melewatkan kesempatan tak terperi tersebut. Kesunyiannya, ketenangannya dan kenaturalannya bisa terasa begitu dekat dengan kita. Membuat lidah kita tak hentinya dari berucap syukur.
Akhirnya, tepat adzan maghrib, yakni sekitar pukul enam sore kami menginjakkan langkah kami di gerbang masuk wisata Panderman. Lelah mengikuti lika-liku perjalanan yang lumayan memualkan perut kami, beristirahatlah kami pada sebuah warung makan dekat situ. Kami saling canda tawa memperbincangkan perjalanan. Ada yang terpingkal-pingkal karena dirinya tertinggal rombongan saat menaiki truk yang kami tumpangi di perjalanan,ada yang sebentar-sebentar tertawa sebentar-sebentar diam karena menahan mual yang yang masih terasa. Semuanya menjadi satu. Kontan saja, rute Jombang-Malang adalah terkenal akan lika-liku dan curamnya. Truk-truk besar pun jarang berhasil meneruskan perjalannnya menuju terminal batu yang letaknya berada lebih tinggi ketimbang Pujon dan lainnya.
Selesai rehat, kami segera melanjutkan perjalanan menuju puncak. Beberapa tanjakan dan tikungan kecil menghantarkan kami pada sebuah Pos Kampling yang pada setiap dindingnya banyak coretan titi mangsa kunjungan pendaki. Tak mau melewatkan kesempatan itu, beberapa diantara kami menulis satu per satu nama kami pada kentongan tua yang tergantung dekat pos. Dan nampaknya pos tersebut memang diperuntukkan bagi para pendaki yang hendak mengabadikan kunjungan mereka di gunung tersebut. Adapun, kedisfungsian pos tersebut menambah keyakinan kami bahwasannya boleh bagi kami mencoret-coret pos yang jauh dari kata layak tersebut.
Beranjak dari pos tersebut, kami menjumpai jalan setapak berpafing dihijaukan sekelilingnya oleh tanaman-tanaman umbi yang belum berbuah. Tanah merah masih menampakkan warnanya pada suasana yang mulai meredup. Pada waktu itu, kami sempat bertegur sapa dengan beberapa penduduk sekitar yang baru saja turun berladang. Berjarak lima meter dari pemandangan tadi, dikejutkan kami oleh salah satu keanehan yang sempat membuat kami terpisah menjadi dua blok. Jalan setapak yang sebelumnya kami lewati berujung pada sebuah tanda tanya. Tak ada bekas jejak kaki atau injakan sepatu manusia yang diharapkan bisa mengantarkan kami pada ketidaktersesatan. Cukup lama kami mencari bekas injakan manusia tapi tak juga kami temukan. Paul yang dipercaya sebagai kompas jalan terpaksa angkat tangan karena adanya perubahan beberapa posisi tanaman yang tidak lagi sama dengan keadaan terakhir ia berkunjung ke sana. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk membagi kelompok menjadi dua bagian dengan berspekulasi pada ingatan samar Paul. Satu rombongan berjalan ke arah timur dan lainnya ke arah barat.
Tak lama terdengar sahutan Paul dari arah timur, lebih tinggi dari rombongan satunya berada. Ia berhasil menemukan patok jalan yang ia tancapkan beberapa bulan lalu. Mendekat lah masing-masing dari kedua kubu menyatukan syukur yang dipanjatkan kepada alam berikut Pengusanya.
Sampailah kami pada sebuah genangan air sumber. Tak begitu lebar, hanya berupa genangan air dengan lebar beberapa inci. Mengalir bening dari atas rupa selokan. Gemericiknya begitu natural. Walet-walet beterbangan di cakrawala seakan-akan mengucapkan selamat senja atas kedatangan kami. Mendengar ungkapan Paul bahwasannya sumber genangan air yang kami temui pada waktu itu adalah sumber air terakhir di daerah situ. Setelahnya tak ada lagi sumber air.Segera lah kami mengisi penuh dirigen air yang sudah kosong habis diperjalanan.
Tanah demi tanah yang sangking seringnya diinjaki para pendaki rapi menganak tangga sepanjang jalan yang kami lewati. Bebatuan teratur membagi jalanan menjadi ruas jalan. Hujan pada malam sebelumnya melicinkan tanah merah yang kami tapaki. Kelok bukit, rumput-rumput yang meninggi sedikit menghangatkan tubuh kami yang mulai merasakan kedinginan.
Gb.2 Kami berpose di Latar Ombo
Tiba kami pada sebuah pemberhentian berjuluk Latar Ombo. Di situ kami kembali beristirahat. Ternyata tak hanya kami yang sedang beristirahat di tempat itu. Beberapa pendaki juga tengah melepaskan lalah mereka di situ. Belum mendekati puncak salah seorang diantara kami mengaduh kelelahan dan berujar iri melihat beberapa pendaki memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan hingga puncak dan bermalam di Latar Ombo saja. Di pemberhentian kami pada waktu itu, suasana pegunungan sudah terasa begitu indah. Pemandangan rumah penduduk yang mulai menyalakan lampu rumah mereka satu persatu seperti bintang yang bertaburan.
Itu belum seberapa, kami masih belum puas bila belum melihat pemandangan dari atas puncak. Akhirnya kami melanjutkan pendakian kami. Kembali kami susuri bebatuan yang menganak tangga semakin tinggi. Beberapa bebatuan yang kami injak licin, sehingga kami harus lebih berhati-hati. Angin malam melambai sesekali merabai tubuh kami. Gonggong anjing sesaat meregangkan bulu kuduk kami. Tapi kami tidak khawatir karena suara tersebut berasal dari anjing milik penduduk yang berada di pemukiman kaki gunung. Kunang-kunang bertaburan indah dengan kerlip tubuhnya yang menambah penerangan jalan kami, meski senter yang kami gunakan tidak lebih dari cukup.
Terdengaroleh kami suaramanusiaselain kami, nampaknya di adatempatpemberhentianlagi di tempat yang segera kami tuju.Dan benar, sekelompokpendakitengahberistirahat di WatuGede.Pemberhentian yang berdiamdi sanasebuahbatubesar, di sampingnyaterdapatdataranrumputdansemakbelukar. Belumcukuplelahsejatinya kami, namun demi talisolidaritas kami berhentidanberbincang-bincangsejenak.Di tempattersebut, persediaan air minum kami habis.Terpaksa kami memintabantuanmereka yang memilikipersediaanminum air lebihbanyak.Takbanyak kami menghabiskanwaktu di WatuGede, Hanyabertegursapa, kenalandanmelihat-lihatpemandangansekitar yang suasananyatidakkalahindahdenganLatarOmbo.Akhirnya kami berpisahdenganmerekadanmelanjutkanpendakianlebihduluketimbangmereka.
Semak, gelap, licin, bebatuan.Begitulahdeskripsipemandanganyang selalu kami jumpaidi kanankiriWatuGede.Keringat kami mulaibercucuran, tapitidak kami hiraukan.Hanyamenyanyi-nyanyimenghidupkansuasanamalam yang mulaimatidibunuhsepi.Temanku yang merasasangatketakutantakhentimengkomat-kamitkan mantra daribibirnya.Khawatirbahayamenimpakita.Tongkatdari ranting pohon yang kami dapatisejak di WatuOmbomasih kami pegangi, karenajalanansemakinmalamsemakintinggimenanjak.Tiba-tiba kami dikagetkanolehseseoranglelakituaberubanmelenggangsendirianmenyaliprombongan kami.Iahanyamenyapa kami serayamenyemangatikita “Semangat, puncaksudahdekat!”.
Sebagiandari kami terbengongmelihatkeanehantersebut.Padahal, sepanjangpendakian kami melewatibeberapaperistirahatantaknampaklelakituatersebut.Begitujelaswajahkeriputnya yang tidaksengajamenyenggolranselkukarenasempatmenyalipdanberdirisebentar di dekatku.Acuhdenganlelakitersebut, kami semakinbahagiamendengarkabarpuncaksudahdi depanmata.
Belumselesaihalangrintangkita, Sebuahtanjakanlerengyanglicinmenghadang kami.Takadapegangan di sampingnya.Sebelahkanannyajurangdansebelahkirinyahanyadindinglereng yang selalukami pegangiakar-akar yang tumbuhdarinya.Bila kami melepaskanpegangankitadariseserabutanakartersebutentahapa yang terjadiselanjutnya. Kami kebingungansetengahmati.Tongkatdari ranting pohon yang kami pegangisedariWatuOmboterlalukeciluntukmenapakilereng yang licinitu.Akhirnya kami mencarisesuatu yangbisa kami gunakansebagaipegangan. Sebuahpohonmati yang sempatmenghalangijalankecil kami beradatidakjauhdaritanjakantersebut kami angkatuntukdijadikanpegangan.Sebagianterpaksaturunkembalimengambilbatangpohon yang beradatidakjauhdarilerenglicintersebut.Sebagiannyalagimencariakalmelewatilerenglicinitudengancara lain.
Cukupberatmemangbatangpohonitu.Duatemanku yang menggotongnyasajaterengah-engahdansempatberhentibeberapalangkahmengistirahatkandiri.Belumlagi, sisijalangelap yang hanyabeberapacentidantakadasatudepaitubegitulicin.Sempattergelincirbeberapa kali,untungnyatidakjatuhdanterperosok.
“Mahadahsyat Sang MahaKaryamenciptakansemuaini.Lelah, engahdankeringat yang berkucuranmenyatukemudianmeleburmenjadisebuahkepuasantakterperi. ”
Kita sampai di puncakPandermanpukul 22.22.Angka yang masihkuingatdanakantetapteringatsepanjangpendakianku. Sesampainya kami di puncak, telahberdiriduatenda yang ternyataberasaldariLaskarPecintaAlam Semarang.TuguPandermanberdirikokohmenjulang di sana. SungguhindahpemandangankotaBatupadamalamharibiladilihatdariatas. Hawadingin yang terasajugabegitumenyamankan kami.Katak, jangkrikseakan-akanbersorakmenerakikeberhasilan kami.Kami berteriaksekencang-kencangnya.Udaramalam yang begitudingintak kami hiraukan.Rasanyahilangsegalalelahdanhambatan yang kami hadapisepanjangpendakian.
Kami taksegeramendirikantendakarenatenda yang kami bawatertinggal di truk yang kami tumpangidariJombang-Malang.Terpaksa kami menyulapbeberapa banner lusuh yang kami temukandekatperistirahatangerbangmasukwisatadanbeberapa banner pemberianteman-temanpendakilainnya.Alhasil, takadatendalayakhuniuntuk kami bermalam di sana, kami hanyamenggabung-gabungkanpotongan-potongan banner menjadisatuberbantukanbeberapa ranting danbatangpohon yang kami dapatkan di sekitar situ.Kami mulaimembagitugas, mencari ranting, mencari air danmendirikantenda.
Satulagikeajaiban yang kami temukan di sana. Takjauhdari situ, seoranglelakitua yang tadisempatmenyalip kami telahberdirisantaidekatperapian yang iabuatsendiri.Tak lama, iaberkemas, siap-siapturungunung. Kawanku yang sedangmencari air sempatdikejutkannyadanditawarinya air.Sebuahkejanggalan, sekian lama kawankumondar-mandirtakberhasilmendapatkan air.Lelakiberubanitumengulurkanduabotol air yang menurutnyasisaperbekalannya yang takterpakai.Sambilmengulurkantangandanberbincangalakadarnyalelakitersebutmengucapkanselamattinggaldanberpisahdengan kami.Menuruttemanku yang sempatdiajakngobrollumayan lama, lelakiitusudahseringnaikturungunung.Rumahnya yang berada di kaki gunungmembuatnyasempatmelakukanhal yang sudahtidaklayaknyadilakukan orang seumurannyasecararutinsetiapbulannya.Takhanyaitu, apiunggunbuatannyadanotomatistakterpakaidiberikankepada kami. Berterimakasihlah kami padanya.Karenanya kami takperlumengeluarkan energy lebihuntukmenyalakanapiunggun, kami hanyaperlumenambahkanbeberapapotongbatanguntukpersedianmalam yang masihpanjang.
Gb.3 Senja di Panderman
Gb. Lepasdariitu, kami memanfaatkanwaktu kami untukmelepaslelah, menikmatipemandangandenganbernyanyidanmembakarjagung yang kami bawadaribawah.Beberapapendakidarirombongansebelahikutbergabungmeramaikanapiunggun kami. Di situ kami salingberbagipengalamanmendaki.Gelaktawamenghidupkanmalam yang semakinsepi.Tak lama setelahitu, hujanturunrintik-rintikmemadamkanapiunggun kami. Apiunggun yang tadinyaberapimendadakmengasapkarenahujan yang turunperlahan. Kami bergegasmemasukitendareot yang kami rangkaidengan banner seadanyatadi.Begitujugapendakidarirombongansebelah rebut berbagitempat di tenda yang kedengarannyaberjubeltakmuat. Taktegamendengarkeluhanmereka, diajaklahsalahsatudarimerekamasukketenda kami.Taksalah kami membawa banner daribawah.Meskilusuhadanyabesarmanfaatnya.
“Kembalibersyukurlisaninimenyuarakankekaguman kami padapemandanganmahadahsyatPandermanpagihari.Malamberselimutdingin, pagibertamengembun. ”
Pagiharinya, seusaimelakukansolatfajar, kami duduksikapsamadimenghadapsurya yang mengintipmalunaik.MenghirupudaraPanderman di pagihari.Merasakansentuhanlembutbelaianhawasubuh.Di tengahsamadi, sekawanankeramembuyarkankonsentrasi kami.Merekasatupersatumengobrak-abrikbarang-barang kami.Sesaatsekelilingtendaberantakan. Ada yang menjilatigula, menuthuliberasdanbeberapamakananminumaninstan. Kami kuwalahanmensiasatimereka.Kedatanganmereka yang makinmengelompokmembuat kami kesulitanmengusirmereka.Untungnyatetanggatenda kami dariLaskarPendaki Semarang bergegasmengambil ranting pohonserayamemukul-mukulkannyapadatanahkearahmereka.Sebagiandari kami mengibas-kibaskankaindanapa-apa yang adapadagenggaman kami.Dalamwaktutakbeberapa lama, kawanankerakaburdaripandangan kami.Ternyatakolonikeraitumemangsudahcukup lama hidupmengoloni di dekatlereng. Dan beranakpinak di sana.
Gb.4 Kamisetelahbersusahpayahmengusirkawanankeradanbersiap-siapmeninggalkanPanderman.
Khawatirdatangnyakera-keratadi, kami segerapackinguntukturungunung.Membongkartenda, membersihkanbekasapiunggundanmengantongibeberapasampahkemudianmembawanyaturunbersama kami.Sesaatsebelummenurunigunung, kami menyempatkanberfoto-foto di sekitartuguPandermanbersamapendakialamlainnya.
Rintangan yang kami laluisaatmenurunigununglebihringankarenabebanbawaan yang adadalamtas kami sedikitberkurang. Selainituposisi yang landaimembuat kami sesekalimemanfaatkanwaktuuntukberselancar di atasbebatuandantanah yang licin.Kawan-kawandarirombonganLaskarPecintaAlam Semarang jugaturutsertaturunmenemani kami turungunung.
Kami melambaikantangankepadaPandermantepatpukul 06.00.Satuwaktu yang memisahkan kami denganpemandanganmahaindahtersebut.Dan kami lahsatudarisekianbanyakPanderman’ssejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H