“The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn…”(Alvin Toffler, penulis dan futuris)
Saat ini kita hidup di sebuah tempat yang tak sebatas Pulau Jawa atau Sumatera, negara Indonesia maupun benua Asia. Kita hidup di sebuah kampung yang bernama bumi. Apa yang terjadi di belahan bumi ini, dapat diketahui pada saat bersamaan di belahan bumi lainnya. Sudah tidak ada lagi sekat-sekat yang mampu membendung arus informasi, terlebih lagi dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Ada sekitar 800 satelit komunikasi yang selalu mengorbit di sekitar bumi, satu sama lain saling menyerap dan melepas informasi setiap waktu. Hal ini mengakibatkan kita dalam kondisi keberlimpahan informasi (abundance of information). Jika dulu orang sulit mengambil keputusan karena minimnya informasi, saat ini orang sulit mengambil keputusan karena berlimpahnya informasi.
Tepatlah apa yang disampaikan Alfin Toffler tentang buta huruf abad 21, bahwa bukanlah mereka yang tidak mampu membaca dan menulis namun mereka yang tidak mampu belajar dari keberlimpahan informasi.
Dunia bisnis adalah bidang yang paling cepat memanfaatkan perkembangan TIK karena terkait secara langsung dengan cost and benefit. Dengan adanya sebuah teknologi baru, sebuah proses produksi/pemasaran dapat lebih efektif dan efisien. Dunia pendidikan pun harus mampu memanfaatkan perkembanganTIK dalam pembelajaran. Mengapa? Karena dunia pendidikan akan mengisi aktivitas di dunia bisnis.
Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh menyampaikan bahwa peningkatkan pengetahuan & teknologi, khususnya di bidang TIK, akan memperkuat daya saing Indonesia di mata dunia (http://www.tempointeraktif.com).
Indonesia dengan keberlimpahan sumber daya manusia dan alamnya mempunyai daya tarik yang menggoda negara-negara lain. Mereka menjadikan besarnya jumlah penduduk sebagai konsumen dan melimpahnya sumber daya alam sebagai material untuk proses produksi.
Sudah saatnya kita mampu mengelola sumber daya alam sendiri, dari dan untuk kepentingan bangsa. Memang sesuatu yang tidak mudah, namun harus kita coba. Salah satu cara yang strategis adalah dengan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berkarakter positif namun juga mempunyai kemampuan untuk belajar di tengah-tengah keberlimpahan informasi.
Kita harus mampu menciptakan dan mengembangkan masyarakat pembelajar (learning society) yang secara aktif menularkan semangat belajar kepada yang lainnya. Masyarakat pembelajar dapat dimulai dari dunia pendidikan. Dunia pendidikan harus mampu memanfaatkan perkembangan TIK dalam pembelajaran agar output dari sekolah sesuai dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan nilai-nilai moral universal yang menjadi jati diri bangsa. Guru menjadi figur yang mempunyai peran sangat signifikan untuk mempercepat akselerasi tersebut.
Insya Allah dengan bergandeng tangan, bersinergi kita mampu menciptakan dan mengembangkan masyarakat pembelajar berbasis TIK dan nurani ihsani. Jangan sampai dunia pendidikan memproduksi manusia-manusia yang bergelar namun tak terpelajar. “They are schooling, but not learning. They are reading, but learning nothing.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H