Oleh Santi Rizkiyanti*)
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan dan diapit oleh dua samudera raksasa. Tidak heran apabila sektor kemaritiman turut menyumbang dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia (selain sektor pertanian), hal ini didukung dengan besarnya SDM yang menggeluti sektor tersebut, baik nelayan maupun industri. Namun dalam realitanya, sumbangsih dari sektor tersebut masih belum besar atau dapat dikatakan masih belum sesuai dengan intensitas potensi dan SDM yang tersedia. Misalnya hasil tangkapan laut yang tidak sebanding dengan luas laut dan jumlah nelayan Indonesia. Salah satu faktor yang mendasarinya adalah masalah finansial atau permodalan bagi pelaku dalam sektor tersebut.
Perbankan yang ditunjuk sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana bagi masyarakat masih belum tertarik untuk meningkatkan aliran dana untuk kredit kemaritiman, perbankan menilai sektor tersebut terlalu berisiko untuk kredit. Akhir-akhir ini, OJK berupaya untuk mendorong perbankan baik konvensional maupun swasta untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor maritim.
Perbankan Harus Perkokoh Prinsip Kehati-hatian
Kebijakan OJK untuk mendorong kredit perbankan pada sektor maritim hingga 50 persen dinilai cukup berani untuk meningkatkan sektor kemaritiman di Indonesia, karena sektor besar tersebut sebelumnya masih memberikan kontribusi yang kurang optimal dalam perekonomian. Sejumlah bank (BUMN dan swasta) pun mulai berkontribusi untuk menyalurkan kredit matirim, sebut saja BNI yang telah memeperluas penyaluran kredit ke sektor tersebut sebesar 1,6 triliun. Selain bank BUMN, bank swasta seperti PT Bank Permata Tbk. juga turut berpartisipasi dalam program kredit maritim tersebut.
Hal yang terpenting dalam program ini adalah perbankan harus tetap perkokoh prinsip kehati-hatian dalam mengalokasikan dana kredit tersebut, agar permasalah kredit (banyak terjadi kredit macet) yang melilit sektor maritim tidak terjadi kembali. Pengawasan dan perbaikan pelayanan bank dalam mengenalkan produk kredit maritim kepada publik juga menjadi penentu dalam kelancaran penyaluran dana.
Kebijakan Harus Senada Dengan Kemampuan
Kebijakan otoritas moneter (OJK) untuk mendorong perbankan dalam menggenjot penyaluran kredit maritim tetap harus sesuai dengan kemampuan perbankan, khususnya dari segi manajemen aset dan liabilitas serta operasionalnya. Keberhasilan suatu kebijakan umumnya bertumpu pada koordinasi dan partisipasi antar pihak yang terkait, dalam hal ini adalah perbankan dan masyarakat (nelayan ataupun pelaku usaha perikanan). Perbankan harus memiliki kemampuan dalam meralam potensi dari sektor maritim, hal ini ditujukan untuk menekan terjadinya risiko berupa kredit macet dan sebagainya. Masyarakat harus memanfaatkan peluang atas kebijakan tersebut, dengan melakukan kredit dalam pengadaan atas peralatan melaut (seperti jaring, mesin, perahu) yang nantinya dapat meningkatkan produktivitasnya.
Pada dasarnya kebijakan tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai empat sasaran pengembangan kelautan dan perikanan Indonesia. Pertama, meningkatkan stok pangan nasional untuk komoditas perikanan. Kedua, meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petambak. Ketiga, menigkatkan industri pengolahan dan pemasaran perikanan. Keempat, pemenuhan gizi rakyat Indonesia yang berasal dari ikan. Sehingga untuk mengakualisasikan kebijakan yang efektif dan efisien, OJK beserta lembaga pemerintah dan perbankan serta masyarakt harus saling bekerja sama.
*) Mahasiswi Konsentrasi Moneter, Jurusan IESP, Universitas Jember, Angkatan 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H