Mohon tunggu...
pratama
pratama Mohon Tunggu... Administrasi - Mudah dan Menikmati

Pencerita dan Penikmat Kamu, iya berdua dengan kamu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Parto, Cinta dan Effelin #PartoStory

18 Mei 2014   03:48 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:25 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Oleh : Agung Pratama

Tak seperti biasa awal semester ini, Parto rajin sekali ke fakultasnya. Padahal kalau awal semester dahulu, ia sangat jarang ke fakultasnya. Dan malah sering main ke fakultasku. Kenapa ia sekarang, rajin sekali. Apalagi akhir-akhir ini, ia sering membaca buku kuliah. Terus di tambah, ia sangat baik kepada teman-temannya kala datang ke kosannya. Ada yang di beri kue, di bikini teh, sampai di belikan brownise. Brownise itu jenis, jenis kue yang apalah gitu. Sebagai sahabat ada rasa khawatir. Bukan khawatir tentang dianya, tapi khawatir uang saya yang di pakainya sebagai sahabat kosnya. jarang-jarang Parto bisa bolong apalagi masalah uang.

Sampai-sampai kepikiran, kok bisa setan hinggap di dia yah. Hadeuh, pikir Naryo sembari melamun di atas kasurnya. sampai bingung menduga-duga apa yang di lakukan Parto akhir-akhir ini.

Naryo adalah sahabat sekosan parto, walau tak sedusun. Ikatan mereka mungkin lebih kental dari susu bendera. Walaupun mereka jarang minum susu. Apalagi harga susu naik, anak kos seperti mereka makin menjerit. Namun mereka cukup miris, tak ada demonstrasi tentang turunkan harga susu. Begitulah walau sendiri menjerit, hal umum harus di utamakan dari urusan perut. Kembali lagi ke kondisi Parto akhir-akhir ini, tingkat bahayanya sudah semakin meningkat karena royal terhadap uang, rajin ke kampus, berbaju rapi, dan senantiasa menebar senyum. Terkadang untuk dekat pun, saya sering ragu karena belum dekat senyumnya panjang kalau tak meminjam uang, pasti minjam baju dan celana untuk esoknya. ##??

Sama seperti hari ini juga, pagi-pagi sekali parto ke kampusnya dengan menggunakan sepeda butut pemberian ayahnya. Sepatu barang satu-satunya yang tak pernah ia pinjam kepadaku. Mungkin sepatu itu penuh historis dan kenangan di sepeda ini, baginya. Karena merasa ada yang berbeda dengan sikap Parto. Tentu sebagai sahabat sejati, walau tak berjanji mengikuti sampai mati. Naryo pun ikut prihatin dengan kawannya ini. Terusiklah hatinya, untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan parto, sebagai sahabatnya. Begitu pun dengan pagi ini, walau mereka mandinya sama-sama pagi. Ada yang berbeda dengan mereka. Parto siul-siul sendiri dan nyanyi sendiri di dalam kamar mandi. Sedangkan Naryo hanya mengusap dada dengan praduga bermacam-macam tentang kondisi sahabatnya.

Setelah masuk jam mata kuliah pagi di fakultasnya, Naryo buru-buru ke fakultas Parto. Walau harus rela meninggalkan mata kuliah yang kedua. Demi sahabat, walau hanya bolos mah nggak masalah bagi Naryo. Toh nilai juga bukan segala-galanya dalam hal mencari pekerjaan. Tiba di fakultas Parto, Naryo memarkir sepedanya di parkir fakultas Parto. Sembari mengendap-ngendap, ia tanya ke sana kemari. Di mana posisi Parto, dengan teman Parto yang ia kenal. Dapatlah informasi bahwa parto lagi di kantin. Mendengar hal itu pun Naryo langsung melesat ke kantin fakultas Parto.

Masih sambil mengendap-ngendap, ia melihat Parto dengan Effeilin makan bareng. Dalam hatinya ia bergumam, “waduh ! bolehlah Parto, walau jauh termasuk dari kategori ganteng. Ia bisa berbicara dengan Effeilin, di kantin”. Wajah miris, karena uang yang di gunakan parto tak lain dan tak bukan uang sakunya.

Dari hasil menyadap mereka yang lagi berbicara, sambil mengendap-ngendap. Dapat di ketahuilah, bahwa parto mengajak jalan effeilin malam minggu ini di sebuah taman kampus pukul 8. Namun cukuplah, baginya untuk dapat mendengar informasi dari kedua sejoli itu yang lagi sedang asyik makan walaupun posisi mereka cukup dekat.

Sekedar informasi dari seluruh mahasiswa kampus ini, keterlaluan apabila tidak mengenal Effelin. Apalagi selain jago bidang akademik fakultasnya, terlebih juara model tingkat nasional menjadi daya tariknya, serta mempunyai wajah cantik yang anggun dan menawan bagi mata lelaki yang memandang. Dalam pikiran Naryo, dunia ini memang penuh misteri “Seorang Parto dapat makan bareng dengan effelin dan mengajak keluar malam effelin”. Senyum bangga dan iri pun terpampang di bibir Naryo.

**Malam Hari**

Kala duduk sembari di temani kopi hangat, sendirian tanpa ada teman yang lainnya menjadi hal yang rutin di malam minggunya. Sedangkan Parto sudah pergi untuk bertemu dengan janjiannya. Terlintas dalam benaknya bahwa kenapa orang-orang senantiasa menghabiskan pacaran atau berduaan dengan pasangannya di malam Minggu. Bukankah itu diskrimani, lantas yang jomblo ini harus bagaimana. Dari pada pikiran tidak karuan, lebih baik tidur sajalah pukul sudah jam 9 malam.

yo, yo,,,, yo,,, buka pintunya ! Seru Parto dengan nada panik, dan ia lihat jam di kamarnya ternyata tengah malam. Berjalan menuju pintu sembari mengusap mulut yang penuh dengan tinta peta dari kasurnya.

“Kenapa to, ? Bukankah kamu membawa kunci duplikat”. Pintu kosan terbuka.

Samar-samar ia melihat wajah sahabatnya, lantas Parto memeluk Naryo dengan pelukan yang menderu. Tak terasa air mata Parto sudah bercampur aduk dengan air liur di lengan bahunya. Untuk menghindari agar tak membuat tersinggung, Naryo pun menenangkan Parto yang sudah banjir air matanya. Lantas ia tanya, “ada apa to, ?”

“Begini, seharusnya malam ini indah karena langit pun penuh dengan bintang”. Ungkap Parto.

Intinya saja ? Ucap Naryo.

Effeiline itu ternyata hanya memainkan saya, karena melihat saya yang jarang ke kampus, dan sering tak masuk kuliah. Lantas ia taruhan dengan seorang dosen agar mengubah saya, dan imbalan akan di terima effeilen apabila berhasil. Mengusap matanya

Lantas ? Seru Naryo.

Ini kan masalah hati, bukan masalah taruhan itu. Saya pikir effeiline melihat ketulusan dan kepastian yang saya berikan kepadanya. Karena kondisi itulah saya sebagai laki-laki cukup sakit mendengar ucapan effeilen menerangkan itu. Bukan permintaan maaf, namun tawa yang keluar dari mulut effeilin sedangkan saya hanya diam. Dan itu yang menyakitkan.

Sudah, ambil hikmahnya saja dan syukuri apa yang telah terjadi. Saya percaya kok kepada kamu, bahwa ketulusanmu itu ikhlas. Dan juga hari sudah malam, lebih baik kita tidur dan nanti subuh jangan lupa untuk shalat. Malam ini pun penuh haru, untuk Parto.

Sembari melangkah ke kamarnya, lantas ia berucap ke Naryo. “yo, bajumu nggak di cuci yah, kok rasanya gitu”

Agar tak menambah kelabu lantas ia menjawab, “IYA”...#??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun