Mohon tunggu...
Dewi Sumardi
Dewi Sumardi Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel dan ibu Rumah Tangga

IRT. \r\nMenulis untuk berbagi manfaat. \r\n Buku : 1. Let's Learn English Alphabethical A-Z, oleh nobel edumedia 2. Buku Keroyokan "36 Kompasianer Merajut Indonesia", oleh Peniti Media 3. Buku Keroyokan "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia" oleh Peniti Media 4. Novel "Duka Darah Biru", penerbit Jentera Pustaka 5. Novel "Janji Di Tepi Laut Kaspia' oleh penerbit BIP 6. Novel " Ada Surga Di Azzahra" oleh penerbit Jentera Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Remaja 19 Tahun Membunuh? Inilah 8 Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Anak

10 Maret 2014   17:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:05 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]

Pembunuhan yang melibatkan anak-anak remaja kembali terjadi, dan yang membuat bertambah miris pembunuhan tersebut dilakukan dengan rencana. Korban disetrum, disumpal mulutnya dengan koran dan dipukuli sampai meninggal dunia. Mayat remaja putri bernama Sara tersebut ditemukan dalam keadaan sudah membiru di Tol Bintara KM 49, arah Cikunir, Bekasi. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh sepasang kekasih, Hafitd ( mantan kekasih korban) dan Sifa (kekasih baru Hafitd). Sebuah kenyataan yang pasti sama-sama menyakitkan dari kedua belah pihak, orang tua dari anak yang membunuh, apalagi yang dibunuh ( Naudzubillahi mindzalik, Aku berlindung kepada Allah dari yang demikian itu). Alasan pembunuhan tersebut karena Hafitd dendam dan sakit hati kepada Sara yang tidak mau lagi ditemui pelaku, sedangkan Sifa karena cemburu kepada Sara. Ya Allah, sebuah alasan yang terlalu sederhana untuk berakhir dengan penyesalan panjang karena menjadi seorang pembunuh. **** Kenapa akhir-akhir ini tak sedikit remaja yang tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang kejam? Menyakiti (dan bahkan membunuh) menjadi sesuatu yang sepertinya biasa saja dilakukan. Apa yang menjadikan jiwa anak menjadi seperti itu? Sebagai Ibu Rumah Tangga seorang anak usia belasan tahun, saya sangat prihatin dan sedih membaca berita pembunuhan tersebut. Dalam tulisan kali ini, saya ingin memberikan sedikit opini, beberapa faktor yang "mungkin" bisa mempengaruhi pribadi anak : 1. Contoh Orang Tua Orang tua adalah kunci utama pribadi seorang anak karena orang tua, khususnya Ibu adalah Madrasah( sekolah ) yang pertama bagi anak-anaknya. Seorang anak yang menyaksikan orang tuanya kerap memaki (terhadap pasangannya, anak-anaknya atau mungkin orang lain), bukan tak mungkin akan tumbuh menjadi anak yang pemarah. Seorang anak yang sering mendapati orang tuanya menyakiti (memukul, menendang dan lain-lain), bisa membuatnya berpikir bahwa semua yang dilihatnya itu adalah sesuatu yang wajar, biasa dan boleh dilakukan. Hal yang tentu saja sangat mempengaruhi perkembangan pribadinya. *** 2. Guru yang suka menyakiti Guru adalah "penolong" orang tua dalam mendidik anak di Sekolah. Guru yang baik bukan berarti tak pernah marah( baca : mengingatkan) ketika anak didiknya berbuat kesalahan. Tapi memberitahu anak didik bahwa apa yang dilakukannya salah bukan dengan menampar, memukulkan penggaris kayu panjang atau penghapus ke badan anak didik, tapi dengan memberikan nasehat dan mendekatinya dengan kasih sayang. **** 3. Kurikulum Sekolah Siapa orang tua yang tak mau mempunyai anak yang jago matematika, hebat dalam menghafal, piawai di Fisika, mahir di Ilmu Komputer, dan pintar berbahasa. Pasti semua orang tua ingin mempunyai anak-anak yang bisa bersaing dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Jaman yang semakin menuntut ketrampilan dan kepandaian seseorang agar bisa terjun di dunia pekerjaan seperti yang diinginkan. Dan Sekolah menjadi tempat bagi anak untuk mendapatkan semua itu. Tapi apakah anak hanya perlu menjadi pandai saja? Tentu saja tidak. Kecerdasan otak anak harus berjalan lurus dengan Kecerdasan Emosi anak. Dalam kurikulum sekolah selain Ilmu Pengetahuan, anak juga harus diajarkan tentang etika, budi pekerti, kemandirian, empati, dan kasih sayang. **** 4. Televisi Orang Indonesia termasuk penikmat media televisi terbesar. Sebagian waktu luang di rumah pasti digunakan untuk melihat televisi. Oleh karena itu tontonan yang bermanfaat pasti sangat dibutuhkan untuk perkembangan jiwa anak-anak kita. Tapi sayangnya tak banyak tayangan di televisi yang bisa membantu anak menjadi pribadi yang baik, justru sebaliknya banyak sekali tayangan yang memberi contoh tak baik kepada para pemirsanya. Seperti sinetron-sinetron remaja yang mengumbar tentang kebencian, tentang intrik yang terkadang diakhiri dengan pembunuhan. **** 5. Pergaulan Anak Tak jarang kita mendapati seorang anak baik, berasal dari keluarga yang baik tetapi harus menjadi kejam karena salah dalam bergaul dan memilih teman. Solidaritas dalam berteman terkadang membuat anak melakukan perbuatan buruk. Misalnya anak yang ikut terlibat dalam tawuran sekolah karena berdiri atas nama solidaritas teman. Tak lagi berpikir bahwa memukul, menendang dan lain-lain adalah perbuatan yang menyakiti orang lain. Sedang untuk kasus pembunuhan Sara, dendam cinta menjadi penyebabnya. **** 6. Uang untuk membesarkan Anak. Semua orang tua tentu berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan lain-lain. Alangkah berkahnya jika uang yang digunakan untuk membesarkan anak-anak didapat dari jalan yang benar, dari usaha yang halal. Kita sering temui, orang tua yang bekerja sebagai seorang petani bisa mendidik anak-anaknya menjadi orang yang berguna. Di sisi lain, kita jumpai orang tua yang mendapatkan uang dari cara yang tidak baik ( korupsi, memeras dll) akan menghasilkan anak-anak yang berperilaku buruk dan merusak masa depannya. **** 7. Kepedulian terhadap agama anak Sebagai orang tua sudahkah kita memberikan pendidikan agama yang baik pada anak-anak kita? Banyak orang tua yang jarang mengajak anak-anak untuk beribadah bersama, atau bahkan tak peduli apakah anaknya menjalankan ibadah dalam agamanya dengan baik atau tidak. Memang tidak mudah untuk menanamkan kepada anak bahwa beribadah adalah hal yang wajib dalam agama, perlu ketegasan dan yang paling utama contoh dari orang tua. **** 8. Komunikasi dengan anak. Tak jarang didapatkan orang tua yang tak pernah "menyempatkan diri untuk ngobrol, sharing dengan anak. Komunikasi dengan buah hati tak perlu harus dengan suasana yang formal, yang membentang jarak orang tua dengan anak. Justru dengan suasana yang santai dan bersahabat akan membuat anak merasa nyaman untuk bercerita apa saja dengan orang tua. Ketika dia menceritakan tentang kemarahan, mungkin orang tua punya kesempatan untuk mendinginkan hatinya, mengajaknya berpikir positif agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. **** Itulah delapan faktor yang mempengaruhi pribadi seorang anak dari kacamata seorang Ibu Rumah Tangga. Tak perlu kita mencaci dan memaki ketika melihat kejadian yang buruk menimpa orang lain, karena kejadian itu bisa menimpa siapa saja. Yang paling penting menjadikan hal-hal tersebut untuk pembelajaran kita sebagai manusia yang penuh dengan salah, khilaf dan kekurangan. Semoga keluarga kita dijauhkan dari segala keburukan. - Salam Kompasiana -

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun