Mohon tunggu...
Dewi Sumardi
Dewi Sumardi Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel dan ibu Rumah Tangga

IRT. \r\nMenulis untuk berbagi manfaat. \r\n Buku : 1. Let's Learn English Alphabethical A-Z, oleh nobel edumedia 2. Buku Keroyokan "36 Kompasianer Merajut Indonesia", oleh Peniti Media 3. Buku Keroyokan "25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia" oleh Peniti Media 4. Novel "Duka Darah Biru", penerbit Jentera Pustaka 5. Novel "Janji Di Tepi Laut Kaspia' oleh penerbit BIP 6. Novel " Ada Surga Di Azzahra" oleh penerbit Jentera Pustaka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Benarkah UN SMP Bocor?

9 Mei 2014   18:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:41 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

artikel yang berhubungan : Benarkah UAN Masih satu-satunya cara untuk mengukur tingkat kepandaian siswa?

Kemarin sore  saya membaca status dari anak perempuan dari  teman kecil sekaligus masih kerabat saya yang sekitar dua bulan lalu meninggal dunia. Status dari Media Sosial Facebook tersebut berbunyi: " Ma, aku pengen curhat tentang masa-masa UN, tentang 2 bulan terakhir ini. Biasanya kalo aku curhat Mama selalu dengerin aku, tapi sekarang?? Nggak ada pendengar sebaik Mama. Andai Mama bisa balik lagi. Miss you Ma ".

Sedih saya membaca status itu. Terbayang usia remaja yang lagi galau-galaunya dan butuh teman bicara, harus kehilangan orang yang paling dekat dengannya.  Akhirnya saya komen di statusnya bahwa saya siap mendengarkan curhatnya. Saya dan ibunya berteman semenjak kecil sampai akhirnya kami jadi bersaudara karena ada pernikahan di antara kerabat kami.


***
*

Ima, nama panggilan gadis yang duduk di kelas tiga salah satu Sekolah Menengah Pertama tersebut akhirnya mau inbox ke saya untuk mencurahkan unek-uneknya. Dia menceritakan bahwa dia jengkel dan kecewa karena teman-temannya banyak sekali yang membeli  bocoran jawaban UN.
Banyak??
Ya Allah kaget juga saya, sudah sebegitu tidak percaya dirikah anak-anak Indonesia sekarang sampai mengerjakan Ujian Nasionalpun "banyak" yang mengandalkan dan mempercayakan diri pada bocoran jawaban.

Menurut Ima, sebagian teman-temannya banyak yang membeli bocoran kunci jawaban dari teman-teman mereka sendiri yang menjadi bandar dengan harga 60 ribu rupiah per mata pelajaran. Tragis sekali,  sebuah bisnis haram yang sudah digeluti anak berusia sekitar 14-15 tahunan.
Saya hanya membayangkan, tanpa membaca soalnya lagi, mereka hanya langsung konsentrasi dengan lembar jawaban, jadi kegiatannya hanya melihat bocoran kunci jawaban dan memindahkannya ke lembar jawaban yang diberikan pengawas.


****

Ima juga bercerita sebelum UN dilaksanakan, beberapa temannya sudah dipanggil oleh Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah karena disinyalir memperjual belikan bocoran jawaban Ujian Nasional tersebut, tapi kenyataannya pada hari pelaksanaan Ujiannya masih terjadi juga kecurangan tersebut.

Ketika saya tanyakan tentang kemungkinan teman-temannya menjual  bocoran Kunci Jawaban palsu alias bohong-bohongan saja, Ima bilang bahwa 70 persen dari jawaban tersebut sudah pasti benar. Saya tidak tahu bagaimana caranya untuk mengecek bahwa bocoran kunci jawaban tersebut adalah aseli bukan bohong-bohongan artinya apakah benar UN memang bocor sehingga banyak dijual bocoran kunci jawaban atau itu hanya trik-trik orang untuk meraup uang dengan memperdaya "sebagian"  siswa-siswi SMP yang karena ketakutan tidak lulus  untuk mencari jalan pintas.


****

Sebagai Ibu Rumah tangga yang awam saya hanya ingin membandingkan sebetulnya lebih besar mana antara manfaat dan mudharatnya mengadakan Ujian Nasional bagi anak-anak indonesia, ketika kita menemukan kenyataan di lapangan bahwa :

1. UN memang  bertujuan baik yaitu Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, propinsi atau kotamadya/kabupaten, tapi "mengukur" apakah harus dengan memberikan soal UN yang sama dan seragam dari Sabang sampai Merauke. Sementara pemerataan fasilitas pendidikan rasanya masih jauh dari kata sama dan seragam.

2. Tujuan Pendidikan Nasional disebutkan antara lain " mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur".

Sementara di otak siswa, guru dan ortu hanya terpatri kata "lulus" tanpa ingin tahu pendidikan seperti apa yang sudah didapat selama duduk di bangku Sekolah. Bagaimana mau menerapkan budi pekerti dan keimanan kalau akhirnya banyak sekali kecurangan yang didapatkan demi mencapai kata "lulus".

3. Bimbel-bimbel untuk mengantar siswa lulus UN  bertaburan bak jamur di musim penghujan dan harganya banyak yang fantastis sampai jutaan (atau puluhan juta??), sementara tak semua orang tua mampu untuk memasukkan anaknya ke Bimbel tersebut. Dan bukan tidak mungkin didapatkan kenyataan ada anak-anak yang memaksa ortunya untuk mengirim mereka ke "bimbel mahal" karena malu dengan teman-temannya. Jadi akhirnya bimbelpun jadi ajang gengsi siswa dan orang tua.

4. Tingkat depresi yang cukup tinggi juga bisa dialami siswa, guru maupun orang tua, mulai dari persiapan untuk  menghadapi UN, ketika melaksanakan UN sampai ketika kelulusan UN. Dan di setiap tahun, selalu ada berita yang menyedihkan tentang siswa yang bunuh diri karena tidak lulus UN. Bahkan ada juga yang bunuh diri meski belum pengumuman kelulusan karena tekanan batin yang berlebihan.


****

Semoga saja pemerintah bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk pendidikan Nasional. Para pakar pendidikan pasti lebih tahu sistem apa yang "paling tepat" diterapkan bagi siswa-siswi Indonesia. Bukan sistem coba-coba yang mengorbankan generasi penerus bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun