Mohon tunggu...
fahrurrozi mahinip
fahrurrozi mahinip Mohon Tunggu... -

Saya fahrurrozi ttl lombok tengah 10 januari 1994 kuliah di Fkip Unram

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik Itu Tidak Jahat Tetapi?

20 April 2015   18:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:52 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam era reformasi ini (tahun 2001 ke atas), dengan terbukanya media informasi, maka publikasi luas informasi perpolitikkan di Indonesia sudah menjadi hal yang lumrah. Hampir semua orang mengenal kata “politik” dan bahkan orang-orang tertentu merasa berprofesi langsung atau tidak langsung terpaut dengan politik. Manusia juga menghadirkan legenda politik yang muncul sesuai era-nya. Namun yang menarik, bahwa opini umum dari masa lalu ke kini, pendapat tentang politik itu masih amat beragam dan belum ada satu pandangan yang secara jernih menjabarkan arti kata politik yang sebenarnya. Juga termasuk penulis sendiri, mencoba menggali arti politik yang hakiki. Perbedaan pandangan tentang arti politik ini juga terjadi dalam pihak yang melembagakan politik itu sendiri, bahkan sering / dapat terjadi pertentangan pengertian dari masyarakat yang dapat menjadi amat runyam di tingkat nasional, daerah / lokal. Kita dapat berdebat siang dan malam untuk mencarikan kesepakatan arti politik, yang pada akhirnya bermuara kepada kesepakatan misi / perilaku bertindak, namun dihati yang terdalam masih mencari hakekat politik itu sendiri.

Pada masa dahulu kala, dari kitab-kitab suci berbagai umat di dunia ini, kita juga dapat terlihat bagaimana sebenarnya politik itu telah digunakan oleh para “utusan Tuhan” untuk menyampaikan pesanNya kepada umat manusia di muka bumi ini dan sekaligus membentuk dinamika kehidupan manusia bumi sampai masa kekinian umat manusia. Didalam kitab-kitab itu, dengan mudah kita melihat adanya politik kegelapan dan politik pembawa anugerah. Bagaimana Adam-Hawa digoda oleh politikus jahat, si ular yang memanipulasi pesan Tuhan agar mereka mendapatkan hikmat duniawi, sekaligus berakibat berakhirnya rejim surgawi Taman Eden. Bagaimana para raja, bangsawan, rakyat jelata terpengaruh oleh rejim-rejim politikus yang amat variatif dari masa ke masa. Bagaimana tukang tenung dan tukang sihir juga melakukan orkestra politiknya untuk menambah warna-warni politik dalam peradaban manusia, seperti cerita tentang Tukang Sihir Fira’un versus Nabi Musa, Cerita Rasputin si Raksasa di Rusia dan daya mistis suku Aztec di Amerika Latin sampai cerita pesona politik mistis raja-raja Indonesia, Inggris dan lain-lain yang melegenda dari masa lalu.

Cerita pewayangan, seperti Mahabrata dan Bharatayudha itu juga menyampaikan kiat-kiat politik para dewa, brahmana / pendeta, kaum pinggiran (punakawan), para bangsawan sampai para gendoruwo / raksasa dan hewan lainnya. Misalnya politik Prabu Arjuna Sasrabahu memikat Dewi Citrawati, menggunakan tenaga Raden Sumantri yang secara tersembunyi memanfaatkan adiknya Sukosrono yang buruk rupa, namun lebih sakti darinya untuk menyatakan bahwa ia sendiri yang memindahkan taman Sriwedari sebagai politik bukti pengabdiannya kepada Sang Prabu.Banyak tokoh politik memakai pakaian adat dengan atribut lengkap, yang mencirikan mereka berbeda yaitu sebagai perlambang bahwa mereka mewakili aspirasi masyarakat dengan budaya khusus. Dan tidak kalah, tokoh-tokoh tertentu memakai jubah atau aksesori keagamaan untuk menampilkan diri sebagai tokoh politik sektarian. Sampai-sampai tukang sulap juga merias dan menata wajah dan gayanya untuk memberikan nuansa psikologi politik.

Masyarakat tradisional-pun tak luput dari dinamika politik, misalnya politik menjadi nelayan yang menghasilkan ikan lebih banyak, yaitu dengan kiat-kiat membuat isu tentang sebuah danau yang penuh monster menakutkan bagi orang lain, atau juru kunci gunung berapi yang katanya mampu memberi keamanan kepada pihak lain yang ingin medekati titik sentral perhatian. Juga ada kiat memasang pondok sesajen di hutan larangan untuk mencegah orang lain berburu pada kawasan hutan itu.Yang menarik lagi ucapan ”selamat pagi” juga bisa berarti politik, yaitu politik pencitraan bahwa orang itu berbudaya santun dan ber-etika. Atau suatu politik pendekatan dari seorang jejaka kepada calon Mertua yang anak gadisnya menjadi dambaan cinta perjaka.

Politik itu tanpa kita sadari telah menyeruak kedalam nurani dan tindakan manusia, tanpa mengenal batas kelas sosial. Politik menyatu dalam kehidupan umat manusia, tanpa kecuali. Bahkan orang yang mengaku tidak mengerti berpolitik-pun tanpa sadar menjalankan politik itu sendiri. Karena pada saat seseorang menyatakan buta politik, maka pernyataan ini menjadi ”politik” itu sendiri, yaitu politik isolasi / segmentasi diri.

Bahkan pada saat anda kentut-pun dapat menjadi pernyataan politik bagi pihak medis yang sedang kampanye mendukung hidup sehat bahwa pencernaan itu dapat menghasilkan gas buang yang amat berbahaya bila tidak dikeluarkan dari perut.Yang lain lagi, pada saat anak kecil merengek minta permen, orang tuanya akan kelabakan / berusaha mencari permen yang diinginkan anaknya, dan hari selanjutnya pada saat dewasa, politik rengekan itu diulang lagi lebih intensif oleh sang anak untuk mendapatkan sepeda motor.

Lalu saya sendiri merenung pada saat banyak keluarga dan handai taulan yang terlibat politik dalam skalanya masing-masing. Karena banyak orang berkata bahwa politik itu indentik dengan kerakusan, loba, tengik, biadab, tega, jahat sampai hyper jahat dan macam-macam predikat menakutkan lainnya yang tampil dari kata politik.Kalau demikian adanya, maka semua orang yang berpolitik berada diseputar kita adalah orang jahat sampai hyper jahat ?. Bagaimana kita hidup dikelilingi orang-orang ”seperti itu” ?. Untuk itulah maka muncul pertanyaan saya pribadi dan kita semua yang mencari arti sesungguhnya sebuah kata ”politik” itu dengan hati nurani terbuka dan bebas beserta pemikiran yang rasional, sehingga kita dapat hidup harmonis dengan komunitas politik yang umumnya dikatakan ”berbahaya” itu, yang dikatakan ”racun” bagi umat manusia, dimana yang sebenarnya, apakah tidak mungkin bahwa kita-pun adalah bagian tak terpisahkan didalamnya ?. Maka karena politik ada karena adanya umat maunsia, maka marilah kita buat pemahaman logis, ringkas dan hemat tentang politik itu bagi kebutuhan pribadi maupun kebutuhan lainnya di muka bumi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun