Mohon tunggu...
Risna Puspita Sari
Risna Puspita Sari Mohon Tunggu... -

"Kebaikan orang lain padaku tak boleh melebihi kebaikanku pada orang lain". Itulah motto hidupku. Walau tak cerdas dan hebat, semoga optimis untuk terus melakukan apa yang kubisa dan berusaha mempelajari yang tak bisa, bisa bermanfaat. Seperti Zainal Arifin Thoha, seorang budayawan, kolomnis, sastrawan, dan dosen UGM pernah berkata, "Lebih baik berbuat walau sedikit daripada tenggelam dalam angan-angan".

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bukan Mario, Tapi Tuhan

21 Juli 2011   13:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:30 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di beberapa kesempatan aku selalu mengatakan bahwa aku telah banyak terinspirasi oleh seorang pria berkarismatik. Aku pernah mengatakan,”mungkin aku mencintainya!” Aku tak peduli meski ia seorang lelaki beristri. Aku juga tak peduli jika nanti istrinya marah (ya kalau marah, dikasih senyum manisku saja, he). Kepercayaanku akan inspirasi yang ia tularkan terlalu melekat pada diriku. Hingga pada saat aku harus memberi motivasi pada seseorang, kata-kata motivasi yang keluar dari mulutku tak  jauh-jauh dari kata-katanya “Membaikkan”, “Memberi potensi baik”, juga “mendamaikan”.Ini bukan mencatut apalagi plagiat, Hal ini lebih tepat dinamakan virus inspirasi yang telah diinspirasikan.

Jika ada yang bertanya, apakah ada kesalahan dengan aku dan rasaku? Aku sungguh tidak merasa bersalah. Aku tidak takut jika nanti istri sang inspiratorku membawa cambuk kemarahannya. Bukankah kita dianjurkan untuk mencintai seseorang yang juga dicintai Tuhannya? Dan aku yakin, bahwa Tuhanku mencintai sosok dan jiwanya yang senantiasa berusaha menularkan potensi baiknya.

Dia, ya dia yang biasa disapa Mario Teguh, yang memiliki berpuluh ribu pengikut, bahkan menjadi ikon facebook fan terbesar kedua di dunia seringkali menjadi inspirasiku dalam membaikkan pikiranku serta turut andil dalam setiap karakter tulisanku. “Ayahanda Mario Teguh is my big inspirator,” begitulah kepercayaan pikiranku terhadapnya. Hingga kemarin ketika pikiranku dipaksa untuk mencari inspirasi baru dalam menulis, akupun tersentak karena aku sungguh belum mendapatkan satupun ide baik untuk kutuangkan. Aku merasa Mario Teguh tidak bisa memberiku ide. Mario Teguh tidak bisa hadir dalam pikiranku. Aku tidak menerima satupun sugesti baiknya untuk kuterapkan dalam pikir dan kerjaku.

Dalam kerumunan pertanyaan, akupun memberanikan diri mencari jawabnya. Aku bertanya pada diriku sendiri,"Apakah engkau wahai hati yang menenteramkan jiwaku? Atau apakah engkau wahai pikiran yang memberiku kebertahanan dalam berlaku positif?" Namun mereka seolah enggan menjawab. Hingga sampailah aku pada pertanyaan,"Lalu siapa yang memberikanku ide beserta efek baik dari pikiranku?" Lama aku menerjemahkan pertanyaan terakhir ini. Hingga sadarlah aku, "Ya, pasti ini adalah ulah si Dia yang memasukkannya ke dalam pikiranku! Pasti Dia yang memberiku apa yang tidak bisa kudapatkan dari Mario Teguh! Ya, Tuhan yang memiliki segalanya telah menyusupkan inspirasi dan ketenangan bagiku. Meski hal itu memang melalui seorang Mario Teguh, tapi aku sangat yakin bahwa tanpa keterlibatan Tuhan, inspirasi seorang Mario Teguh tidak akan masuk ke dalam hati, pikir, dan sikapku!"

Salam penuh takzim untuk ayahanda Mario Teguh yang rela menjadi tali diantara aku dan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun