Hari Kamis, tanggal 30 Januari 2020 hotel Santika Makassar menjadi pilihan panitia pelaksana Workshop dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Politani Pangkep mempertemukan sekitar 200-an orang asesor kompetensi dari berbagai LSP di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Setelah acara sambutan dan pembukaan acara secara resmi, Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan yang diwakili oleh Staf ahli bidang Kesejahteraan Rakyat Ir. Andi. Hasbi, M. PP, menabalkan bagaimana peran dan kontribusi Pemerintah Provinsi dalam mendukung Program Indonesia Kompeten. Diawali dengan memaparkan issue-issue strategis, terkait masalah ketenagakerjaan yang masih menjugje bahwa 5,01% dari jumlah pengangguran masih diduduki lulusan SMK di tahun 2019 yang tentunya masih menjadi tantangan tersendiri. Masalah lain tentang bonus demografi pada tahun 2025-2035 di mana usia produktif sekitar 70% dan usia 15-35 tahun jumlahnya 30% yang harus dikelola dengan baik. Selain itu, issue Masyarakat Ekonomi Asean dan  Revolusi Industri 4.0 yang kesemuanya menuntut keterampilan baru yang harus dimiliki oleh seseorang. Pada kesempatan yang sama beliau juga  menegaskan pentingnya pendidikan vokasi untuk diprioritaskan dengan mengedepankan program teaching factory, pemagangan, dan kemitraan.  Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan harus berbasis kewilayahan dengan produk unggulan yang perlu dikembangkan adalah kopi dan kakao.
Paparan materi kedua oleh ketua BSNP Pusat, Kunjung Masehat menyampaikan mengenai Arah Kebijakan Pengembangan Sistem Sertifikasi Kompetensi Kerja Nasional. Materi ini terkait; bagaimana perbaikan dan peningkatan pelayanan. Pengembangan SDM BNSP juga mendapat perhatian serius, khususnya pembinaan dan pengembangan Master Asesor dan Asesor. Dijelaskan pula, PP No. 10/2018 BNSP mempunyai otoritas dan menjadi bahan rujukan penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi Kerja Nasional. BNSP merupakan wahana penyiapan tenaga kerja yang berkualitas. Ada dua hal yang manjadi faktor penting keberadaan  BNSP untuk kebutuhan pengguna, yakni; wahana penyiapan tenaga kerja dengan pelatihan berbasis kompetensi (Competence based Training), pemastian kompetensi menggunakan asesmen berbasis kompetensi (Competence based assesment). Yang jelas menurut beliau eksistensi BNSP sangat erat kaitannya dengan penyiapan tenaga kerja Indonesia yang kompetitif menghadapi persaingan di pasar global. Lebih jauh lagi, keberadaan BNSP memberi kemudahan dalam bekerjasama dalam menjalin kerjasama dengan institusi-institusi sejenis dalam rangka membangun saling pengakuan (mutual recognition) terhadap kompetensi tenaga kerja di masing-masing negara.
Pemateri terakhir oleh Ketua LSP Politani Pangkep mengulas SDM Unggul melalui revitalisasi pendidikan vokasi oleh; Dr. Darmawan. Mengawali materinya  dengan mengupas Problematika Vokasi di Indonesia. Selanjutnya,  membandingkan antara akademi dan vokasi. Jika akademik mengandalkan Ijazah dengan slogannya "Aku sudah belajar apa", maka kompetensi menekankan "Aku bisa apa". Dalam kaitannya dengan ini, seorang asesor perlu mengembangkan materi uji dengan membaca skema. Ujian kompetensi yang dilakukan membuktikan bhwa mereka kompeten. Kurikulum yang dibangun benar-benar diinginkan oleh industri. Banyak pekerjaan rumah untuk guru-guru SMK di antaranya; apakah bisa menjalankan tugasnya sesuai harapan industri? Kondisi mutu SMK dari skala 1-7 pada kompponen Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan hanya berada pada nilai 3, 1. Untuk Standar Kelulusan berkisar  6,3 dan Standar proses berada 6,5. Tahun 1970-2000 Vokasi di Perguruan Tinnggi umumnya masih Diploma Tiga, sehingga politeknik bukan menjadi pilihan. Pada kenyataannya, banyak yang terpaksa masuk Diploma-3  karena tidak lulus S-1. Permasalahan Umum Pendidikan Vokasi juga terkait dengan Link and matcth dengan industri. Program Revitalisasi hendaknya mengarah pada Pengembangan Kurikulum, Pengembangan dual sistem, teaching factory.  Selain itu, perlu peningkatkan kualitas SDM Ped. Vokasi, juga meningkatkan keterlibatan industri dalam pendidikan vokasi, menyesuaikan akreditasi lembaga pendidikan vokasi dengan kebutuhan industri, serta penyesuain kurikulum industri dengan menyederhanakan spektrum keahlian dan mengembangkan kurikulum soft skill. Tantangan yang harus dihilangkan adalah skeptis industri, bahwa sertifikat yang berlabel BNSP belum diakui oleh industri; penggunaan software diharapkan dapat mengontrol berbagai kegiatan sehingga kinerja tidak diragukan;  outcomes kemudian  menjadi indikator yang diharapkan, serta pentingnya mencari industri sebagai jejaring. Di akhir, beliau menutup dengan sebuah statement yang tak kalah pentingnya, yaitu pentingnya pelibatan orang tua yng harus menjadi bagian dalam mengawal agar anak-anak menjadi kompeten.Â
Sebagai sesi akhir rangkaian kegiatan, para asesor diberi sosialisasi form MUK Revisi Terbaru oleh Ketua Master Asesor Sulawesi Selatan, Dr. Irwan Usman.  Beliau menghimbau agar para asesor berupaya meningkatkan kualitasnya, sebab terjadi beberapa perubahan di antaranya model penilaian berbasis unit, penting bagi seorang asesor untuk berkreasi mengembangkan materi uji yang diturunkan dari skema.  Yang jelas, ketika kompetensi menjadi sebuah kebutuhan, maka tidak ada alasan bagi seorang asesor untuk tidak meng-upgrade kompetensinya. Hal ini penting mengingat eksistensi seorang asesor yang memberi legitimasi  menentukan asesi kompeten atau belum kompeten di bidangnya masing-masing. Wallahu a'lam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H