Ada kejadian yang sangat menggelikan dalam pertandingan sepak bola di PON Aceh baru-baru ini. Adalah Eko Agus Sugiharto, seorang pengadil lapangan yang berbuat curang dalam memimpin pertandingan cabang sepak bola Pekan Olahraga Nasional antara tim sepak bola Aceh melawan tim Sulawesi Tengah. Sang pengadil memimpin tanpa rasa keadilan, tanpa rasa kemanusiaan, dan terlampau sembrono memihak tim sepak bola Aceh. Sebuah keputusan tak senonoh itu terjadi tepat di kotak pinalti, ketika seorang pemain bertahan Suawesi Tengah menghalau bola, tanpa menyentuh pemain depan dari Aceh, namun sang pengadil dengan gagah menunjuk titik putih. Tanpa perlu mengikuti kursus kepelatihan sepak bola, mata awam penonton pun dengan mudah menilai kejadian itu sebagai bukan pelanggaran, karena sang bek menghalau bola dan kakinya hanya menyentuh bola, dan seketika pemain Aceh pura-pura jatuh. Padahal, wasit posisinya sangat dekat dengan kejadian tersebut, seharusnya memberikan kartu kuning untuk pemain Aceh yang melakukan diving atau pura-pura jatuh. Alih-alih memberikan kartu peringatan, sang pengadil malah menunjuk titik putih, sebuah keputusan yang terlampau sembrono untuk seorang wasit yang memimpin pertandingan PON.Â
Terlepas dari reaksi emosi pemain Sulawesi Tengah yang melayangkan pukulan ke arah wajah sang pengadil, hemat saya wasit Eko Sugiarto keterlaluan berbuat curang. Bahkan, sebelum kejadian tersebut, ada kejadian dua (2) kartu  merah yang diterima pemain Sulteng, dengan pelanggaran yang minimalis. Seharusnya, wasit selalu berpikiran dan bertindak adil dalam memimpin pertandingan tanpa memiliki kepentingan apapun atau bebas dari kepentingan.Â
Kejadian tersebut mengingatkan semua orang pada buruknya kepemimpinan wasit di Indonesia di "era-era kegelapan", di mana keributan terjadi di lapangan karena dipicu oleh kepemimpinan wasit yang hruk. Â Hadirnya Erick Thohir, mengubah wajah sepak bola Indonesia menjadi lebih bermartabat seperti sekarang, termasuk menindak tegas wasit yang ketahuan bermain mata.Â
Semua orang tentu berharap, sepak bola Indonesia bergerak ke arah yang lebih baik. Namun, progresivitas sepak bola Indonesia menuju arah yang mecerahkan, tidak terlepas dari hadirnya sang pengadil lapangan yang mampu dan kredibel memimpin pertandingan sepak bola. Membiarkan sang pengadil seperti Eko Agus Sugiarti berarti membiarkan sepak bola Indonesia  kembali berjalan mundur, kembali ke zaman sepak bola barbar. Karena itu, hemat saya wasit Eko Agus mesti diberi sanksi atau hukuman yang berat, bahkan dilarang untuk memimpin pertandingan sepak bola seumur hidup. Mengapa wasit mesti dihukum berat? Alasannya, wasit adalah seorang pengadil  lapangan, yang membuat suasana sepak boal menjadi benar-benar kompetitif, sehingga hasil yang diraihpun memuaskan dan menguntungkan semua pihak, termasuk para suporter.Â
Sepak bola mesti dibebaskan dari segala kepentingan, tak ada kepentingan politik, tak ada kepentingan suap menyuap. Sepak bola merupakan pertandingan yang hasilnya diperoleh lewat perjuangan dan kerja keras para pemain dan pelatih, bukan hasil rekayasa sekelompok orang untuk keuntungan diri sendiri. Semoga dalam perjalanannya, sepak bola Indonesia tidak lagi dicoreng oleh kepemimpinan wasit yang brutal dalam memimpin dan sembrono dalam mengambil keputusan. Sepak bola mesti berkembang dengan drama-dramanya yang sulit ditebak, bukan hasil yang dimanipulasi oleh sang pengadil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H